11. Umpatan ala Windy

33 4 2
                                    

Andra terisak di lantai ruang tamu dengan mencium lutut. Rasanya, Andra tak bisa menerima kenyataan, bahwa kedua orang tuanya sama-sama tak menginginkannya. Sungguh perih dan menyakitkan. Andra merutuki dirinya sendiri, karena masih saja berharap akan ada orang yang peduli. Terlebih, ayah dan ibunya.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Andra masih pada posisinya, dengan pakaian kotor penuh darah. Sepulang dari klinik, Andra masih belum mengganti pakaian. Padahal, sebentar lagi Windy akan datang untuk belajar bersama.

Ingatan ketika sang ibu mengatakan bahwa mereka telah memiliki kehidupan sendiri, terus berputar di kepala Andra. Terdengar begitu terus terang dan jelas. Bodohnya, Andra masih berharap sang ibu akan bahagia bertemu dengannya lagi.

Tak lama berselang, terdengar suara seseorang mengetuk pintu. Andra mengangkat wajah dan melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah jam setengah tujuh lebih lima menit. Pemuda itu bangkit dari tempatnya untuk membuka pintu.

Andra membuka pintu dan melihat Windy tersenyum padanya. Sebuah senyuman khas seorang Windy Aryani. Senyuman Windy seketika pudar saat melihat penampilan Andra yang tampak berantakan.

“Andra?” Windy menampakkan ekspresi terkejut.

Sorry, Win! Kayaknya lain kali aja kita belajar bareng. Malem ini, aku lagi nggak enak badan.”

Andra membuat alasan agar Windy tak melihat dirinya yang tengah hancur. Pemuda berbibir tipis tersebut menutup pintu apartemennya tanpa mendengar perkataan Windy terlebih dahulu. Tampak sombong, dingin, tak sopan dan menyebalkan memang. Tapi, begitulah Andra saat tengah hancur akibat sikap kedua orang tuanya. Ia tidak ingin orang lain melihat kehancurannya.

Andra duduk di lantai depan pintu dengan hati terkoyak. Ia membekap mulutnya agar tak menangis. Andra sadar, bahwa apa yang dilakukannya saat ini pasti mengecewakan Windy. Andra bahkan sudah siap jika besok Windy memakinya habis-habisan.

Sementara itu, Windy masih berdiri di depan pintu apartemen Andra dengan perasaan kesal bercampur kecewa. Ia meremas kantong plastik di tangannya. Ingin rasanya Windy menjambak rambut Andra dan menyeret pemuda itu untuk ditenggelamkan ke laut.

“Dasar cowok biadab! Bangsat! Kurang ajar!” kesal Windy dengan menggerutu pelan.

Jika tidak merasa malu dengan beberapa kamera pengintai yang terpasang, mungkin Windy sudah menendang pintu apartemen Andra sekuat tenaga.

“Liat aja entar! Gue bakal bales perlakuan lo!” bisik Windy penuh dendam. Kemudian, berjalan meninggalkan apartemen Andra.

***

Windy memakan mi ayam dengan banyak sambal yang bertaburan di atas mangkuknya. Rindu yang melihat hal itu hanya bisa menggelengkan kepala. Sedangkan Helen yang masih menunggu mi ayamnya diracik hanya berani menyenggol siku Rindu.

“Dasar cowok bangsat! Asu! Jancuk! Laknat! Biadab! Bedebah! Kurang ajar! Shibal! Sekki!” kata Windy seraya memasukkan beberapa helai mi ke dalam mulut.

Rindu dan Helen menelan ludah mendengar umpatan Windy yang sudah campur aduk dari berbagai bahasa. Gadis itu memang luar biasa hebat dalam mengumpat ketika sedang kesal dan jengkel.

“Kak, mending minum es kelapa muda dulu, deh! Biar adem itu kepala,” ucap Rindu sembari menyodorkan segelas es kelapa muda pada sang kakak.

Windy menyambar es kelapa muda pemberian Rindu dan menenggaknya hingga menyisakan setengah gelas saja. Rasanya kepala Windy masih belum dingin.

“Lo kok sampe sekecewa itu sih, Win? Udah kayak liat pacar lo selingkuh di depan lo aja!” timpal Helen yang langsung mendapat cubitan dari Rindu.

“Ini bukan masalah perselingkuhan atau perasaan, Hel! Tapi ini soal janji yang diingkari. Dia tiba-tiba ngebatalin rencana gitu aja setelah gue udah ada di depan pintu apartemennya. Gue udah siap dengan semua buku ulasan yang gue tulis buat dia. Juga, semua soal latihan yang susah-susah gue pinjem dari Minan buat dia. Lo kira gue sampe kayak gitu buat siapa?” cerocos Windy seraya menusuk baso di mangkuknya dengan garpu.

All About You [END]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora