39. Tertangkap Basah

34 1 0
                                    

Hari Senin telah datang. Evaluasi bulanan siap dimulai. Semua murid duduk dengan tertib di tempat duduk masing-masing. Para guru yang bertugas mengawasi mulai membagikan lembar soal dan jawaban. Hari pertama dimulai dengan pelajaran bahasa Indonesia.

Setelah semua murid mendapat lembar soal dan jawaban, suasana kelas menjadi tenang dan hening. Hanya terdengar suara gerakan alat tulis yang menggesek lembar jawaban. Para murid mulai mengisi identitas diri. Kemudian, mengerjakan soal-soal dengan cermat.

Beberapa murid yang sudah mempersiapkan diri terlihat tenang. Sedangkan mereka yang kurang belajar hanya bisa menggaruk kepala sambil melirik sekeliling. Ada juga yang melempar gulungan kertas pada teman yang duduk di samping. Ada banyak cara yang dilakukan oleh sebagian murid untuk mendapat hasil yang diinginkan tanpa belajar. Oleh karenanya, guru yang mengawasi harus teliti dan paham akan akal para murid.

Hari pertama evaluasi bulanan kedua semester ganjil dilewati dengan lancar. Begitu juga dengan hari kedua, ketiga, keempat hingga hari terakhir. Semua berjalan dengan lancar dan baik walau ada sedikit kericuhan karena ada beberapa murid yang ketahuan membawa contekan.

Andra keluar dari kelas bersama murid lain. Wajahnya tampak lelah setelah memeras otaknya yang pas-pasan untuk berpikir keras. Rasanya, apa yang dimakan tadi pagi telah menjadi energi untuk berpikir. Tak hanya Andra, hampir semua murid merasa lelah dan ingin menyegarkan pikiran.

“Gimana tadi? Menurut lo, soal yang susah nomer berapa aja?” tanya Windy.

“Semuanya susah,” jawab Andra.

“Ya udah, kalo gitu habis ini kita ke ruang belajar buat ngebahas soal yang sulit. Kebetulan gue masih hafal beberapa soal kimia tadi,” cerocos Windy yang jiwa gila belajarnya kumat.

Andra menelan ludah. Seketika ia menyesal telah berkata jujur. Pada akhirnya, ia akan kembali menghabiskan sore harinya di ruang belajar dan berteman dengan buku-buku tebal.

“Belajar mulu, Win! Kesian tuh si Andra! Mukanya udah kayak lembar soal kusut,” sahut Nino dengan terkikih.

“Si Windy ini parah banget. Untung aja gue nggak satu kelompok sama dia,” timpal Vera ikut menimbrung.

Beberapa detik setelahnya, Windy tertawa terbahak-bahak. Sontak hal itu membuat Andra, Nino dan Vera bingung. Entah apa yang lucu hingga si murid teladan nomer dua itu tertawa dengan begitu puas. Saking herannya, Vera sampai menyentuh kening Windy untuk memastikan bahwa Windy baik-baik saja.

“Perasaan normal-normal aja. Nggak terlalu panas atau dingin,” ujar Vera.

“Gue emang normal, Dodol!” sanggah Windy seraya menyingkirkan tangan Vera dari keningnya.

“Gue cuma godain Andra doang! Gila aja masih mau belajar. Otak gue juga butuh refreshing kali,” lanjut Windy masih dengan terkikih.

“Ngomong-ngomong soal refreshing, gimana kalo kita ke tempat arkade?” tawar Vera.

“Siapa yang mau ke tempat arkade? Gue ikut dong!” timbrung Helen yang baru bergabung.

“Kita juga ikut, dong?” sahut Galih sembari menyeret Minan.

“Makin rame makin bagus. Kalo gitu, kuylah kita meluncur sekarang!” ajak Vera semangat.

***

Sore hari hampir akan berakhir. Perlahan, langit mulai gelap. Lampu-lampu kota menyala untuk menerangi jalanan dan tempat-tempat umum. Menjelang malam, suasana tempat arkade semakin ramai. Ada yang datang hanya sekadar jalan-jalan. Ada juga yang datang karena memang ingin menyegarkan kepala di tengah kesibukan sehari-hari.

All About You [END]Where stories live. Discover now