37. Persaingan Semakin Memanas

12 1 0
                                    

Bel tanda pulang berbunyi. Semua murid keluar kelas dengan penuh semangat, disambut oleh langit yang mendung. Windy dan Helen berjalan bersama keluar kelas. Windy sibuk mengotak-atik ponsel dengan sesekali menyahuti ocehan Helen.

“Win, lo baca apaan, sih? Serius banget!” tanya Helen yang merasa Windy tidak mendengarkan ocehannya dan asal menyahuti saja.

“Lagi bales pesan dari Kak Ricky. Katanya dia mau jemput gue,” jawab Windy tanpa memandang sang lawan bicara.

“Wah, sinyalnya makin kuat nih. Udah sejauh apa hubungan lo sama Kak Ricky?” tanya Helen heboh.

“Kepo!” balas Windy sambil mempercepat langkah meninggalkan Helen.

“Win, tungguin gue dong!” teriak Helen seraya mengejar Windy.

Andra yang sedari tadi berjalan di belakang Windy dan Helen hanya bisa melihat punggung Windy yang semakin menjauh. Awalnya, Andra senang karena hari ini Windy meliburkan kegiatan belajar bersama di ruang belajar perpustakaan umum seperti biasanya. Namun, seketika rasa bahagia Andra sirna ketika mengetahui bahwa Windy meliburkan kegiatan tersebut karena sudah ada janji dengan Ricky.

“Saingan sama cowok yang lebih dewasa emang berat, Bro! Tapi tenang, sekarang waktunya lo nunjukkin jiwa muda lo ke pesaing lo!” ucap Galih dengan merangkul pundak Andra.

Andra menyingkirkan tangan Galih. Kemudian, ia melangkah bersama murid lain yang hendak pulang. Baru sampai di halaman, hujan sudah turun. Terpaksa, Andra harus mundur dan kembali ke koridor bersama yang lainnya untuk berteduh.

“Andra, udah gue bilangin 'kan, kalo lo harus nunjukkin jiwa muda lo!” kata Galih yang kini berada di belakang Andra dengan memainkan alis tebalnya.

“Lo ngomong sekali lagi, gue sumpal mulut lo pake sapu tangan!” balas Andra kesal.

Beberapa saat kemudian, sebuah mobil memasuki halaman. Di tengah hujan yang mengguyur, seseorang keluar dari mobil tersebut dengan sebuah payung. Sosok pria tampan pemilik kulit seputih kapas itu melangkah menuju kerumunan para murid yang sedang berteduh. Kedatangan pria tersebut mengundang perhatian para murid perempuan. Mereka saling berbisik, mencoba menebak sosok yang dijemput oleh pria bak pangeran tersebut.

Pria yang tak lain adalah Ricky itu mendekat pada Windy yang berdiri di antara murid perempuan dari kelas lain. Sebuah senyuman manis Ricky berikan untuk Windy, membuat para murid perempuan yang melihatnya iri.

“Yuk, pulang!” ajak Ricky seraya meraih tangan Windy.

Tiba-tiba seseorang memegang lengan Ricky. Sontak hal itu mengejutkan Ricky yang merasa tak mengenal orang tersebut.

“Kakak pacarnya Windy, ya? Kenalin, aku Galih, temennya Windy. Aku boleh nebeng sekalian, nggak? Kebetulan arah rumahku ke rumah Windy sama.” Galih dengan ramah mengenalkan diri pada Ricky.

Ricky mengedipkan mata, melirik Windy. Sementara Windy hanya tersenyum seraya mengangkat kedua bahu.

“Oh ya, sekalian juga Andra sama Ovy mau nebeng. Boleh 'kan, Kak?” Galih kini menyeret Andra dan Ovy.

Jika sudah begini, Ricky tak punya pilihan selain mengiyakan. Jauh di lubuk hati Ricky yang paling dalam, sebenarnya ia sangat ingin menolak permintaan Galih. Berhubung Galih memintanya dengan sopan dan di depan Windy, Ricky tentu tak bisa menolak.

“Ya udah. Kalo gitu, ayo kita pulang bareng!” balas Ricky dengan berat hati.

“Asik! Tumpangan gratis!” teriak Galih dan Ovy bersamaan dengan berlari ke mobil Ricky.

Ricky menggelengkan kepala melihat tingkah dua cecunguk itu. Ia tak menyangka, jika Windy, si murid teladan, berteman dengan makhluk seperti Galih dan Ovy. Sungguh bukan ide bagus menjemput Windy di sekolah.

All About You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang