09. Robot Belajar

28 6 0
                                    

Andra menguap beberapa kali saat mengerjakan soal kimia. Melihat angka dicampur abjad yang berderet membuat mata Andra seketika mengantuk. Serasa dinyanyikan lagu pengantar tidur. Andra menoleh, melihat Windy yang sudah sibuk mengulas beberapa materi kimia untuknya.

Sudah satu jam Andra dan Windy menghabiskan waktu di ruang belajar perpustakaan umum. Dua botol air mineral yang bertengger di atas meja sudah habis diminum Andra untuk menghilangkan rasa kantuk yang tak tertahankan.

“Nih, udah selesai gue kerjain!” ucap Andra, memberikan bukunya pada Windy dengan percaya diri.

Windy menghentikan kegiatannya. Lalu, ia memeriksa soal yang telah dikerjakan oleh Andra. Gadis itu melirik Andra yang terlihat santai. Windy mengambil pulpen berwarna merah untuk menandai bagian yang salah. Selepas itu, Windy memberikan kembali buku tersebut pada si pemilik.

“Dari dua puluh soal, cuma tiga soal yang lo kerjain dengan bener,” kata Windy dengan ekspresi heran.

Andra tersenyum, menampakkan deretan gigi-giginya. Selama ini, Andra tak pernah memerhatikan guru saat mengajar di depan. Jika tidak tidur, Andra akan menggambar sesuatu di bukunya untuk menghilangkan rasa bosan.

Sebenarnya, tiga soal yang dijawab Andra dengan benar itu adalah jawaban asal pilih. Sungguh pelajaran yang berbau angka bercampur abjad dengan penghitungan membingungkan bukan keahlian Andra.

Windy menggelengkan kepala. Entah harus mulai dari mana ia mengajari Andra. Beberapa soal yang seharusnya cukup gampang pun, Andra masih salah mengerjakannya.

“Sebenernya, bagian mana sih yang susah menurut lo?” tanya Windy.

“Semua,” jawab Andra dengan wajah seolah tak berdosa.

Sungguh rasanya Windy ingin memaki pemuda yang ada di hadapannya itu. Entah mimpi apa ia semalam hingga menyanggupi untuk membimbing Andra.

“Kalo gitu, kita mulai dari penurunan tekanan uap. Dengerin gue! Konsentrasi!” tegas Windy layaknya guru les.

Andra mengangguk dan membenarkan posisi duduknya. Ia mendekat pada Windy dan memerhatikan gadis itu.

“Jika zat terlarut bersifat non-volatil, maka tekanan uap dari larutan akan selalu lebih rendah dari tekanan uap pelarut murni yang volatil,” ujar Windy.

“Tunggu bentar! Non-volatil itu maksudnya gimana?” Andra menginterupsi seraya mengangkat tangan.

“Non-volatil itu maksudnya nggak gampang menguap sama tekanan uapnya nggak bisa diukur. Paham?” Windy meninggikan suara. Sedangkan Andra mengangguk mengerti.

“Sebenernya selama ini lo ke sekolah ngapain sih?” kesal Windy.

Andra tak memberi tanggapan yang berarti. Pemuda itu hanya tersenyum. Mau kesal seperti apapun, hal itu tak akan membuat Andra berubah menjadi pintar dan memahami pelajaran. Pada akhirnya, Windy harus mengajari Andra lebih keras.

“Secara ideal, tekanan uap dari pelarut volatil di atas larutan yang mengandung zat terlarut non-volatil berbanding lurus terhadap konsentrasi pelarut dalam larutan. Terus, hubungan dalam sifat koligatif larutan ini udah dinyatakan secara kuantitatif dalam hukum Raoult,” papar Windy sambil menulis rumus di buku Andra.

Andra tersenyum, melihat Windy yang tampak begitu menawan saat menjelaskan materi pelajaran. Ini adalah kali pertama Andra menyadari kharisma seorang Windy Aryani.

“Lo liat apaan?” Windy memukul puncak kepala Andra dengan pulpen.

Sontak hal itu menyadarkan Andra dari fantasinya. Beberapa detik yang lalu, Andra seperti terhipnotis oleh kharisma Windy.

All About You [END]Where stories live. Discover now