27. Rindu dan Rahasianya

18 1 0
                                    

Rutinitas pagi hari Windy dan Rindu masih seperti biasa. Bangun tidur, mandi, sarapan dan berangkat ke sekolah. Setelah selesai sarapan, Rindu kembali ke kamar dan belum keluar. Windy yang sudah tak sabar, langsung menyusul sang adik yang berada di kamar. Ia berencana menyeret Rindu agar lekas keluar kamar.

“Lo ngapain aja sih, Rin?” kesal Windy seraya memasuki kamar Rindu tanpa permisi.

Rindu yang terkejut dengan kedatangan Windy menjatuhkan sesuatu di tangannya. Melihat benda yang dijatuhkan Rindu, Windy segera melihat benda tersebut. Tampak selembar sapu tangan dengan bersulamkan nama ‘Johan E. Bharata’. Melihat nama tersebut, Windy hanya bisa membelalakkan mata. Rindu mengambil sapu tangan itu dan memasukkannya ke dalam tas.

“Itu sapu tangannya Johan dari kelas 11 IPA 1, 'kan?” dengus Windy pada Rindu.

“Bu —bukan. Ah ... i —iya.”

Rindu menjawab dengan gagap bercampur gugup. Ia ingin berbohong, tapi Windy sudah membaca nama pemilik sapu tangan itu. Jadi, Rindu tak punya pilihan selain jujur.

“Lo kok bisa punya sapu tangannya Johan? Jangan-jangan ... hayo, ngaku sama Kakak!” goda Windy pada sang adik.

“Ce —ceritanya ... pan ... jang,” jawab Rindu gelagapan.

“Udah jam setengah tujuh. Ayo berangkat sekolah! Entar telat!” ucap Rindu berusaha mengalihkan pembicaraan.

Rindu berlari keluar kamar dengan gugup. Ia bahkan sampai menabrak sang ayah yang tengah menyapu ruang tamu. Gadis 16 tahun itu lekas menaiki sepeda dan mengayuh sepedanya dengan cepat untuk menghindar dari Windy yang mulai kepo.

“Rindu, jangan kabur!” teriak Windy, berusaha menyusul Rindu.

Windy dengan penuh semangat mengayuh sepedanya agar bisa mengejar sang adik. Menemukan fakta bahwa Rindu memiliki sapu tangan Johan membuat Windy terkejut bercampur penasaran.

“Ayo dong ceritain sama Kakak!” kata Windy yang kini mengendarai sepedanya di samping sepeda Rindu.

“Lain kali aja aku ceritain! Tadi malem aku lupa nggak ngerjain PR.”

Rindu masih berusaha menghindar. Ia mengayuh sepedanya lebih cepat. Windy hanya tersenyum melihat tingkah Rindu yang gugup dan gelagapan. Wajah Rindu bahkan sampai memerah.

“Ketahuan 'kan sekarang!” bisik Windy dengan tersenyum nakal.

***

Pagi menjelang siang. Kelas 12 IPA 2 berada di lapangan untuk mengikuti materi pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan. Sang guru olahraga, Pak Latif, menjelaskan materi sembari mempraktikkan teknik-teknik dasar dalam permainan bola basket. Selesai memberi penjelasan, pria berusia awal empat puluhan itu membagi kelas menjadi dua kelompok secara acak.

“Tim satu dipimpin sama Galih! Sementara tim dua dipimpin sama Bian,” ujar Pak Latif.

“Pak, kenapa ketua timnya harus duo raja gibah?” tanya Vera dengan mengangkat tangan.

Beberapa murid lain tertawa. Sedangkan Galih dan Bian yang merasa tak terima dikatai sebagai raja gibah, langsung memelototi Vera.

“Yang pengen gabung di timnya Galih, silakan berbaris di belakang Galih! Sementara yang mau gabung di timnya Bian, silakan berbaris di belakang Bian! Bapak beri waktu 10 detik!” perintah Pak Latif.

Para murid berbaris sesuai perintah Pak Latif. Windy dan Helen langsung memasuki barisan tim Galih. Sedangkan Andra dan Nino masuk ke tim Bian. Vera yang sejak awal sudah menjulid, terpaksa masuk ke tim Bian karena tim Galih sudah diisi banyak murid perempuan.

All About You [END]Where stories live. Discover now