55. Memulai dari Awal

8 2 0
                                    

Nino menghentikan laju sepeda di depan rumahnya. Baru tiga hari Nino meninggalkan rumah, tapi keadaan rumah sudah berbeda. Terlihat lebih berantakan dan kotor. Nino membuka pintu dengan kunci yang dimiliki. Tak ada hal yang berbeda di sana. Lalu, kaki pemuda itu melangkah menuju kamar.

“Nino!”

Suara pekikan seseorang dari depan rumah menghentikan langkah kaki Nino. Ia membalikkan tubuh, memandang seorang wanita yang berlari menuju ke arahnya. Wanita yang merupakan Bu Tami itu memeluk tubuh Nino. Sebuah pelukan hangat dari seorang ibu. Nino terdiam, merasakan pelukan tersebut. Entah sudah berapa lama ia tak merasakan pelukan hangat itu.

“Nino, kamu kemana aja?” isak Bu Tami.

Nino perlahan menggerakkan tangan, berniat mengusap punggung sang ibu. Walau selalu menunjukkan rasa benci. Namun, sebenarnya Nino tak sepenuhnya membenci ibunya. Biar bagaimana pun, Nino masih memiliki hati nurani dan rasa sayang sebagai seorang anak.

Bu Tami perlahan melepaskan pelukannya. Ia mengusap kasar air matanya. Nino melihat apa yang dilakukan sang ibu dengan perasaan haru.

“Kamu udah makan?” tanya Bu Tami.

“Udah,” jawab Nino singkat.

“Ibu belum makan. Temenin Ibu makan, yuk!” pinta Bu Tami.

Nino mengangguk sambil mengikuti sang ibu menuju ruang makan. Ia duduk di kursi dengan memandang Bu Tami yang sibuk meletakkan makanan ke piring. Melihat apa yang dilakukan ibunya saat ini membuat Nino teringat kenangan indah beberapa tahun silam ketika sang ayah masih hidup.

Saat itu, kehidupan keluarga Nino cukup baik. Sang ayah bekerja sebagai mandor di salah satu proyek pembangunan. Sementara sang ibu menjadi ibu rumah tangga biasa. Sayangnya, semua berubah tatkala ayahnya meninggal karena kecelakaan kerja. Di waktu yang sama, sang ayah dituduh sebagai tersangka penggelapan dana proyek. Kini, Nino hanya bisa mengenang semuanya dan berharap kehidupannya di masa depan membaik.

“Nino, ayo dimakan!” Bu Tami menyodorkan satu piring nasi goreng.

Nino meraih tangan putih Bu Tami. Kemudian, ditatapnya mata indah sang ibu lekat.  “Bu, belum terlambat buat memperbaiki semuanya! Gimana kalo kita mulai dari awal lagi?”

Bu Tami tertegun mendengar perkataan Nino. Selama Nino pergi, ia mencoba merenungkan banyak hal. Ia tahu, bahwa apa yang dilakukannya cukup menyakiti sang putra. Di dunia ini, Bu Tami hanya memiliki Nino yang menjadi keluarga dan harapannya satu-satunya.

“Ayo kita coba! Kita mulai semuanya dari awal!” balas Bu Tami dengan mata berkaca-kaca. Kemudian, dipeluknya Nino erat seraya terisak. Nino ikut terisak dan membalas pelukan tersebut lebih erat. Ia berniat untuk berjuang sekuat tenaga demi sang ibu dan masa depan yang lebih baik.

***

Nino berjalan memasuki pintu gerbang sekolah. Beberapa murid dari kelas lain saling berbisik melihat Nino yang hari ini kembali ke sekolah. Tak jarang dari mereka juga memandang Nino sinis layaknya tersangka pembunuhan. Sebenarnya, Nino merasa tak nyaman dengan hal itu. Namun, ia berusaha tak memedulikan. Ia harus membulatkan tekad dan kembali pada niat awalnya tanpa mengindahkan ucapan orang-orang tentangnya.

“Nino, ke kelas bareng, yuk!” ucap Galih seraya merangkul pundak Nino.

“Nggak usah peduliin omongan orang-orang gabut!” tambah Andra, ikut bergabung.

Nino tersenyum melihat kedatangan dua teman sekelasnya itu. Ia tahu, saat ini Galih dan Andra berusaha melindunginya dari cibiran murid kelas lain yang berusaha menjatuhkannya.

Thanks, ya!” kata Nino seraya melihat Galih dan Andra bergantian.

“Nggak usah gitu! Kita 'kan temen. Jadi, harus saling bantu dan ngelindungin,” balas Galih yang langsung mendapat anggukan dari Andra.

All About You [END]Where stories live. Discover now