33. Pelayan Pribadi Dadakan

22 3 0
                                    

Ricky menghentikan laju mobilnya di depan sebuah gedung pertemuan. Ia menoleh, melihat Windy yang duduk di kursi samping. Pakaian yang dikenakan Ricky dan Windy berwarna senada, membuat mereka tampak seperti pasangan. Ricky memang sudah menyiapkan segalanya. Bahkan pakaian yang dikenakan Windy adalah pakaian yang dipesannya.

“Kenapa Kak Ricky liatin aku kayak gitu? Apa penampilan aku kelihatan terlalu dewasa?” tanya Windy.

Ricky tersenyum. Ia mendekat pada Windy, membuat Windy sedikit heran. Tangan Ricky meraih rambut Windy dan memakaikan sebuah jepit rambut untuk menyingkirkan poni yang menutupi sebagian wajah cantik Windy. Apa yang dilakukan Ricky tampak cukup romantis dan manis. Windy bahkan sampai mematung dan hanya berkedip sesekali. Tak pernah Windy bayangkan jika ia akan berada di posisi semacam ini.

“Nah, kalo gini keliatan lebih cantik plus imut,” ucap Ricky.

“Akhirnya bisa dateng ke tempat kondangan bawa pasangan.” Ricky terkikih.

Perkataan Ricky barusan sebenarnya merupakan sebuah pernyataan, bahwa Windy adalah gadis pertama yang Ricky ajak kondangan untuk diperkenalkan pada teman-temannya. Namun, sepertinya Windy kurang memahami maksud dari perkataan Ricky. Windy boleh pandai dalam pelajaran, tapi tidak dalam hal asmara.

“Kak Ricky, sebenernya ini acara nikahannya siapa, sih? Gedung yang disewa termasuk salah satu gedung mewah dan mahal lho.” Windy mulai kepo.

“Ini tuh acara nikahan temen Kakak di universitas dulu. Maklum aja kalo sampe nyewa gedung mewah, anaknya dosen sih,” beber Ricky.
“Oh gitu.” Windy mengangguk mengerti.

Ricky turun dari mobil. Kemudian, membukakan pintu mobil untuk Windy. Windy keluar dari mobil dengan digandeng Ricky memasuki gedung. Beberapa tamu undangan yang datang berpenampilan cantik dengan gaun elegan. Windy yang melihat hal itu dibuat terpana. Tak pernah Windy bayangkan akan menghadiri acara kondangan dengan orang-orang dari kalangan atas. Sirkel pertemanan Ricky sekarang memang sudah berbeda.

Ketika memasuki ruang acara, Windy dan Ricky disambut oleh beberapa teman Ricky. Mereka menggoda Ricky yang pada akhirnya membawa seorang gadis. Sebuah momen yang cukup langka.

“Jadi ini toh ceweknya,” kata seorang pria tinggi dengan tangan memegang segelas minuman.

“Cakep! Cakep!” timpal sosok wanita dengan pakaian serba mewah sembari mengacungkan jempol pada Ricky.

“Selera Ricky nggak pernah ngecewain,” tambah pria bertubuh tambun.

Ricky tersenyum menanggapi komentar teman-temannya. Kebanyakan dari mereka sering mendengar cerita dari Ricky tentang Windy. Selama ini, Ricky mendapat julukan ‘Si Pembuat Patah Hati’ dari teman-temannya karena kerap menolak pernyataan cinta dari para gadis.

“Win, kita ke sana dulu, yuk!” ajak Ricky seraya menarik tangan Windy.

Windy hanya menurut dan ikut berjalan menuju tempat si empunya acara. Ketika melewati tempat makanan, Windy melihat seorang pemuda mengenakan gelang yang sama persis seperti milik Helen. Windy pun menghentikan langkah kakinya. Sontak apa yang Windy lakukan cukup mengejutkan Ricky.

“Win, kenapa?” tanya Ricky.

“Eum ... eum ... kayaknya ... kayaknya aku pengen ke toilet dulu!” Windy membuat alasan.

“Toilet?” Ricky memastikan.

“Iya. Toiletnya di mana, ya?” balas Windy.

“Kamu lurus aja ke sana! Terus belok kiri,” jawab Ricky dengan menunjuk sebuah pintu keluar.

“Ya udah. Kalo gitu, aku ke toilet dulu!” pamit Windy seraya melepaskan tautan tangan Ricky.

Gadis itu melangkah dengan cepat menuju pintu keluar. Ricky hanya mengamati Windy dari tempatnya. Jika boleh jujur, sebenarnya Ricky ingin segera menyatakan perasaannya pada Windy. Namun, ia masih ragu. Bukannya takut ditolak. Hanya saja, Ricky rasa terlalu cepat jika ia langsung menyatakan perasaannya.

***

Helen keluar dari pintu gerbang kediamannya untuk menyambut Windy yang mendadak datang. Setelah mendapat pesan singkat dari Windy, Helen langsung meluncur keluar. Helen tidak tahu penyebab Windy tiba-tiba datang ke rumahnya. Namun, kedatangan Windy cukup membuatnya senang karena malam ini ia tak memiliki teman di rumah.

Beberapa saat kemudian, sebuah mobil menepi. Tampak Windy keluar dari mobil tersebut. Setelah Windy, terlihat Ricky juga keluar dari mobil yang sama. Melihat Windy dan Ricky yang mengenakan pakaian berwarna senada membuat Helen tersenyum seraya menghampiri sang sahabat.

“Cie ... habis kondangan nih? Gila sih, kalian kayak sepasang suami istri.” Helen tertawa.

Windy memasang wajah datar, seolah tak ada waktu untuk sekadar menanggapi candaan Helen barusan. Ia meraih tangan Helen yang berhiaskan gelang rajut. Sontak apa yang Windy lakukan membuat Helen terkejut.

“Hel, lo bikin dua gelang kayak gini, 'kan?” tanya Windy to the poin.

“Lo kok bisa tahu, Win?” balas Helen yang kini malah balik bertanya.

“Yang satunya lo kasih ke Ramon?” Windy tampak serius layaknya detektif yang sedang menginterogasi.

Helen mengangguk pelan. Windy langsung menghela napas. Tak hanya Helen yang tak memahami sikap Windy saat ini. Tapi juga Ricky yang sedari tadi mengikuti Windy. Sebenarnya, acara kondangan teman Ricky belum selesai. Tapi, mendadak Windy mengajaknya ke rumah Helen. Tentu saja Ricky tak bisa menolak permintaan Windy tersebut. Sayangnya, Ricky tak ingin banyak bertanya pada Windy.

“Win, sebenernya ada apa, sih? Kenapa lo nanyain soal gelang ini? Jangan-jangan ...” Helen menggantung ucapannya.

“Gue ke sini cuma mau mastiin aja, Hel.” Windy berujar.

“Mastiin apa emang?” tanya Helen dan Ricky bersamaan.

“Mastiin kalo lo nggak terlibat sama kecelakaannya Johan,” jawab Windy.

Jawaban Windy barusan membuat Helen semakin heran dan tak mengerti. Helen bahkan baru tahu kalau Johan mengalami kecelakaan. Sementara Ricky hanya bisa mengecap jidatnya dengan tanda tanya.

***

Andra dan Johan melahap nasi goreng yang Andra beli beberapa saat lalu. Keduanya terlihat kompak menikmati makanan tersebut. Kesempatan seperti ini termasuk langka bagi Johan. Ibunya yang sibuk bekerja belum pulang. Sedangkan ayahnya tengah menjemput sang ibu. Jadi, kesempatan ini Johan gunakan untuk menyuruh Andra membeli makanan dari luar karena Johan sudah bosan makan makanan rumah sakit yang rasanya hambar.

“Gila sih, nasi goreng buatan Pak Untung emang paling mantap!” ucap Johan setelah menghabiskan makanannya.

Andra membereskan bekas wadah nasi goreng Johan. Kemudian, lekas mengamankannya sebelum Pak Yudha dan Bu Siska datang. Sejak Johan dirawat di rumah sakit, Andra jadi seperti pelayan pribadi Johan. Saat Pak Yudha tak bisa menemani Johan di rumah sakit, ia selalu meminta tolong pada Andra untuk menemani Johan. Sebenarnya Andra tidak keberatan. Hanya saja, kadang Andra merasa kesal karena Johan kerap meminta dibelikan makanan dari luar.

“Kapan lo bisa pulang?” tanya Andra setelah membuang bekas wadah nasi goreng ke tempat sampah dekat koridor.

“Katanya sih besok,” jawab Johan sembari memainkan ponsel.

“Oh iya, gimana? Udah ketemu siapa pelakunya?” Johan meletakkan ponselnya.

“Belum.” Andra tampak pasrah.

Johan mengubah posisinya dan mendekat pada Andra. Diraihnya tangan sang sepupu dan mencengkeramnya kuat.

“Lo kenapa?” tanya Andra sedikit panik.

“Perut gue sakit. Gue mau ke toilet. Jadi, tolong bawain infus gue!” balas Johan dengan berkedip dan tersenyum nakal.

“Ngagetin aja! Gue kira kenapa,” kesal Andra.

Johan turun dari ranjang perlahan. Sedangkan Andra membantu membawa infus. Dua pemuda itu melangkah bersama menuju toilet. Ketika hendak memasuki toilet, mendadak ponsel Andra berdering.

“Lo angkat dulu telepon lo! Gue bisa masuk toilet sendiri,” ucap Johan sambil merebut infus di tangan Andra.

Andra langsung merogoh saku celana untuk mengambil ponsel. Setelah mendapatkan benda pipih tersebut, Andra melihat nama ‘Windy’ di layar ponsel. Dengan cepat, Andra mengusap layar ponselnya, kemudian mendekatkan pada telinga.

“Halo! Ada apa, Win?” tanya Andra tanpa basa-basi.

- Bersambung -

All About You [END]Where stories live. Discover now