40. Kerja Keras tak Pernah Mengkhianati Hasil

21 3 0
                                    

Windy duduk di ayunan depan rumah dengan memakan keripik pisang kesukaannya. Sesekali gadis itu mengintip layar ponsel Rindu yang menampakkan beberapa pesan singkat. Tak ingin sang kakak membaca pesan di ponselnya, dengan cepat Rindu beranjak dari ayunan. Ia berpindah duduk di kursi samping pintu.

“Iya deh iya! Yang sekarang deket sama anaknya kepala sekolah,” goda Windy.

“Apaan sih, Kak? Udah dibilangin nggak ada apa-apa,” pungkir Rindu.

Windy bangkit dari ayunan dan menghampiri Rindu. Ia mendengus pada sang adik layaknya anjing pelacak.

“Aroma orang jatuh cinta tuh kayak gini ternyata,” dengus Windy.

“Eh, Kak Andra! Ada apa, Kak?” teriak Rindu tiba-tiba.

Rindu melambaikan tangan ke arah pagar. Sontak hal itu mengejutkan sang kakak. Windy lekas membalikkan tubuh, mencari sosok yang namanya disebut Rindu barusan. Namun, tak ada siapa-siapa di sana.

“Cie, nyariin!”

Kini, giliran Rindu yang menggoda Windy. Rindu tertawa puas saat melihat Windy celingukan mencari Andra. Padahal, Rindu hanya menguji Windy.

“Nggak lucu!” kesal Windy.

Beberapa saat kemudian, sebuah mobil memasuki halaman kediaman Windy. Windy maupun Rindu tidak kaget melihatnya, karena mereka tahu, bahwa mobil tersebut adalah mobil Ricky. Setelah mesin mobil mati, tampak Ricky keluar dengan menggendong sebuah boneka beruang kutub berukuran besar di punggungnya. Windy dan Rindu dibuat terperangah oleh pemandangan tersebut.

“Woah, boneka buat siapa nih, Kak?” tanya Rindu seraya menghampiri Ricky.

“Buat calon istri Kakak, dong!” jawab Ricky dengan terkikih.

Ricky mendudukkan boneka yang dibawa ke samping Windy. Windy melihat boneka itu dengan berdecak kagum. Tinggi boneka itu bahkan sama dengannya.

“Ini ... buat aku?” tanya Windy tak percaya.

“Iya, dong. Kamu inget, nggak? Dulu, pas kamu masih SD, kamu bilang pengen punya boneka beruang gede, biar bisa kamu peluk kalo tidur,” jelas Ricky dengan menyapu keringat yang mengalir dari pelipisnya.

Melihat hal itu, Windy langsung mengambil tisu yang bertengger di atas meja. Lalu, diusapnya keringat yang mengalir di sekitar wajah tampan Ricky. Perlakuan Windy tersebut membuat Ricky senang. Ia bahkan tak meminta, tapi Windy sudah peka sendiri.

“Kak Ricky masih inget aja. Padahal, itu udah lama banget,” kata Windy.

“Bagi Kakak, waktu yang kita lalui bareng-bareng dulu, berharga banget. Setiap ucapan dan harapan kita, Kakak inget semua. Apalagi waktu kamu ngajak Kakak nikah.” Ricky tertawa.

Wajah Windy seketika memerah. Lagi-lagi, Ricky mengingat kegilaannya saat masih kecil. Padahal, Windy selalu berusaha melupakannya, karena merasa tampak murahan dan memalukan.

“Kalo misalkan ... kalo misalkan suatu hari nanti ... kita beneran nikah, gimana?” tanya Ricky, tampak ragu.

Windy terkikih. Tangannya yang tadi sibuk mengelap keringat Ricky, kini berubah posisi menarik ujung hidung Ricky.

“Kak Ricky nih ada-ada aja.” Windy menanggapi santai pertanyaan Ricky.

Dari kejauhan, sepasang mata memandang kedekatan Windy dan Ricky dengan hati bagai dibakar. Tangan kurus pemuda itu meremas boneka kelinci yang rencananya akan diberikan pada Windy. Melihat sudah ada yang mendahului, sosok yang merupakan Andra itu mengurungkan niat dan membalikkan tubuh, berniat pulang tanpa hasil.

***

Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Semua murid SMA Adhyaksa berkumpul di depan papan pengumuman untuk melihat peringkat 100 terbaik evaluasi bulanan kedua semester ganjil. Murid dari kelas IPA berkerumun di depan papan pengumuman bagian kanan. Sementara bagian kiri dikerumuni oleh murid dari kelas IPS. Sedangkan untuk kelas 10 yang belum memilih jurusan, bergabung di papan pengumuman bagian kanan.

All About You [END]Where stories live. Discover now