07. Senyumanmu Bagaikan Jimat

34 9 0
                                    

Andra melangkah gontai keluar dari tempat parkir. Rutinitas Andra masih sama seperti biasa. Pulang sekolah, mandi, ganti baju, membeli makanan di luar, bermain gim sampai malam, lalu tidur. Hidup sendiri dan melakukan segalanya sendiri. Sungguh hidup Andra tampak membosankan.

Dalam kegiatan berjalannya, Andra menghentikan langkah kaki secara tiba-tiba. Netranya melihat sosok yang dikenal. Setelah lebih dari sepuluh tahun tak bertemu, pada akhirnya Andra bisa melihat wanita yang melahirkannya lagi.

“Mama?” bisik Andra menatap intens wanita berusia akhir tiga puluhan yang berjalan bersama seorang pria dan anak laki-laki.

Tiga orang yang tampak seperti keluarga bahagia itu melewati Andra begitu saja. Sang ibu seolah tak mengenali Andra. Entah tak mengenal atau memang tak melihat sosok Andra. Sebagai anak, Andra tak mungkin salah mengenali sang ibu. Mau berpisah selama apapun, salah satu harapan Andra adalah bisa kembali bertemu sang ibu. Oleh karena itu, Andra selalu mengingat wajah ibunya.

“Kak Andra!” panggil Juli dari pos keamanan dengan menggendong seekor kucing.

Andra tersadar dari ingatan masa lalunya di hari sang ibu pergi dari rumah keluarga Bharata. Suara panggilan Juli seolah menarik Andra kembali ke masa sekarang. Andra menoleh ke arah Juli yang kini berlari menuju tempatnya.

“Kak Andra, ayo ikut aku! Aku kenalin sama kakak aku yang cantik dan pinter,” ucap Juli sembari menarik tangan Andra ke pos keamanan.

Andra bahkan belum sempat memberikan persetujuan. Tapi, Juli sudah menarik paksa tangannya. Jadi, Andra hanya bisa mengikuti langkah gadis kecil itu.

Sesampainya di depan pos keamanan, Andra melihat Pak Ali bersama seorang gadis yang mengenakan seragam SMA Adhyaksa. Dilihat dari belakang, rasanya Andra mengenal sosok berambut sebahu itu.

“Kak Windy!” panggil Juli dengan antusias.

Si pemilik nama membalikkan badan. Seketika mata Windy membulat tatkala melihat Andra berdiri di samping Juli. Dunia terasa begitu sempit.

“Kak Andra, ini namanya Kak Windy,” kata Juli, memperkenalkan Windy pada Andra.

“Eum ... kita udah saling kenal,” ungkap Windy pada Juli.

“Kebetulan, kita satu sekolah,” timpal Andra.

Juli mengangguk mengerti. Kemudian, Juli meraih tangan Windy dan Andra. Gadis yang baru duduk di bangku kelas satu SD itu mengajak Windy dan Andra untuk makan bersamanya dan Pak Ali.

“Ayo makan bareng!” ajak Pak Ali pada Windy dan Andra.

“Tapi itu 'kan nasi dari aku, Pak. Masa aku ikut makan,” tolak Windy.

“Nggak apa-apa. Nggak ada larangannya, 'kan?” balas Pak Ali seraya menyodorkan satu nasi bungkus pada Windy.

Sementara Juli bertugas memberi nasi bungkus pada Andra. Andra menerimanya dengan tersenyum. Sebenarnya, Pak Ali sedikit ragu apakah Andra mau makan bersamanya di pos keamanan yang lusuh dengan makanan sederhana itu atau tidak. Mengingat Andra adalah penghuni lantai 15 yang merupakan unit apartemen mewah dengan harga fantastis. Bahkan dilihat dari pakaian dan kendaraan yang dimiliki, jelas menunjukkan bahwa Andra anak orang berada. Tetapi, akan sangat tidak pantas jika tak menawari Andra yang juga berasa di sana.

“Maaf ya, Andra! Bapak cuma punya nasi bungkus kayak gini. Inipun pemberian dari ibunya Windy,” jelas Pak Ali.

“Nggak apa-apa kok, Pak. Aku orangnya nggak pilih soal makan,” balas Andra.

Mendengar jawaban dari Andra, Windy sedikit heran. Jika biasanya anak-anak orang kaya akan enggan makan makanan sederhana di tempat lusuh. Tapi, sepertinya Andra tidak seperti itu.

All About You [END]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz