53. Sisi Lain Nino

10 2 0
                                    

Nino menghentikan langkah di depan gudang. Ia melepaskan lengan putih Cheryl dengan kasar. Mata teduh yang biasa Nino tunjukkan, kini tak lagi tampak. Yang terlihat hanya tatapan tajam penuh amarah. Cheryl yang tadinya begitu berani, kini keberaniannya menciut tatkala melihat tatapan tajam Nino. Gadis itu mundur perlahan, hingga punggungnya menabrak tembok di belakang.

Nino menggebrak tembok samping wajah Cheryl. Saking kerasnya gebrakan itu, tangan putih Nino sampai memerah. Cheryl semakin takut pada sang kakak kelas yang sepertinya mulai kalap. Nino yang selama ini terkenal sebagai sosok manis dan cerdas, ternyata memiliki sisi kasar yang menakutkan.

“Lo puas sekarang?” dengus Nino pada Cheryl.

“Kalo lo mau marah, lo harusnya marah ke bokap lo sama jalang itu! Kenapa lo marah ke gue?” bentak Nino, tak terima.

Sesaat kemudian, terlihat seseorang keluar dari gudang. Nino mundur beberapa langkah dari Cheryl. Ia dan Cheryl bersamaan melihat ke arah pintu gudang yang kini menampakkan sosok tinggi dengan ekspresi datar khasnya.

“Kalian berisik banget!” kata pemuda yang tak lain adalah Johan itu.

Nino lekas pergi meninggalkan tempat itu. Sedangkan Cheryl masih mematung sambil memandang Johan. Johan melihat punggung Nino yang semakin menjauh dengan tanda tanya besar di kepala. Nino si murid teladan membentak dan bersikap kasar pada salah satu murid perempuan. Sungguh sebuah pemandangan langka.

“Lo nggak apa-apa?” tanya Johan yang kini berjalan mendekati Cheryl.

“Nggak apa-apa,” jawab Cheryl masih dengan tubuh gemetar.

Melihat Cheryl yang baik-baik saja, Johan meninggalkan gadis itu. Hari ini, ia berniat menenangkan diri dengan bermain gitar di gudang. Tapi, kedatangan Nino dan Cheryl di depan gudang menghancurkan ketenangannya.

“Johan!” panggil Cheryl.

Johan menghentikan langkah. Ia menoleh dan melihat gadis yang seumuran dengannya itu.

“Makasih!” tutur Cheryl.

Johan mengangguk seraya tersenyum. Kemudian, ia kembali berjalan. Cheryl yang dahulu membenci Johan, kini merasa bersalah. Alasan Cheryl membenci Johan tentu karena sikap angkuh dan dingin pemuda itu. Namun, hari ini Cheryl seolah melihat sisi lain dari Johan.

***

Andra memasukkan beberapa buku ke dalam tas. Jam sudah menunjukkan pukul enam petang. Sesuai janji, Andra akan berangkat ke rumah Windy untuk belajar bersama. Selesai memasukkan buku-bukunya, Andra melahap roti tawar setengah gosong di atas meja seraya berjalan memasuki kamar. Dengan mulut mengunyah roti, Andra memilih pakaian yang hendak digunakan. Ada beberapa kaos dengan berbagai warna dan corak berbeda yang berada di atas kasur empuknya. Andra mengambil satu kaos berwarna biru laut dan menempelkannya ke tubuh. Lalu, ia melihat bayangannya di depan cermin.

“Apa warnanya terlalu cerah, ya?” bisik Andra.

Andra melempar kaos di tangannya ke lantai. Ia kini mengambil kemeja yang ada di dalam almari. Dicobanya kemeja tersebut.

“Kalo pake kemeja, kayaknya kurang nyaman. Apalagi, di rumahnya Windy nggak ada AC-nya. Pasti entar gerah nih.” Andra bergumam sambil menggelengkan kepala.

Pemuda itu melepas kemeja yang dikenakan dan melemparnya ke tempat tidur. Ia kembali memilih kaos yang berjejer sembari memikirkan warna yang cocok untuknya. Setelah berpikir beberapa detik, Andra meraih sebuah kaos panjang berwarna putih dan kuning. Lalu, dipakainya kaos tersebut dan kembali berkaca di cermin.

“Pake ini cocok sih. Tapi ...”

Andra kembali ragu. Dalam keraguannya, Andra mendengar suara bel pintu apartemen berbunyi. Ia lekas berjalan keluar kamar untuk membuka pintu. Ketika pintu terbuka, tampak Nyonya Cecil tersenyum manis pada sang putra.

All About You [END]Where stories live. Discover now