65. Kelas Sosial

6 2 0
                                    

Windy melajukan sepeda bersama Rindu menyusuri jalur khusus sepeda. Hari sudah mulai gelap. Dua murid dari SMA Adhyaksa itu mempercepat kayuhan sepeda agar lekas sampai rumah. Perut mereka juga sudah merengek minta diisi setelah seharian melakukan banyak kegiatan di sekolah.

Sampai di depan kediamannya, netra Windy dan Rindu mendapati sebuah mobil mewah parkir di tepi jalan. Windy merasa tak asing dengan mobil berwarna hitam mengkilap itu. Setelah mengingat beberapa detik, gadis itu kini tahu, siapa pemilik mobil tersebut.

“Arga Bharata?” bisik Windy dengan perasaan tak karuan. Ia lantas menuntun sepedanya memasuki halaman rumah. Lalu, disusul Rindu di belakang sambil memanggilnya.

Windy seolah tak mengindahkan panggilan Rindu. Ia berdiri di depan rumah sederhananya dengan gugup dan khawatir. Pikirannya kemana-mana, membayangkan adegan orang kaya yang memberi uang pada orang miskin agar menjauhi anaknya. Windy memang sedikit overthinking akhir-akhir ini, akibat perkataan Minan beberapa hari lalu.

Windy membuka pintu rumah. Di kepalanya, ia sudah menyiapkan berbagai umpatan untuk orang yang berani menghina orang tuanya. Sayangnya, apa yang ada di benak Windy sama sekali tak terjadi. Saat pintu terbuka, gadis itu justru mendapati Pak Boni dan Andra sedang bermain catur bersama Pak Danu.

“Akhirnya kamu pulang juga, Nak!” sambut Pak Danu dengan tersenyum.

Andra dan Pak Boni ikut tersenyum, menyambut kedatangan Windy. Seketika Windy langsung mengubah ekspresi wajahnya. Dua detik kemudian, Rindu menyusul memasuki rumah dengan wajah kesal.

“Kakak budek, ya? Aku panggil dari tadi nggak direspons,” sungut Rindu.

Pak Danu berdeham, memperingatkan sang putri bungsu agar menjaga omongannya saat ada tamu. Mendengar dehaman sang ayah, gadis itu baru sadar, jika saat ini ada tamu di rumahnya.

“Ah, maaf!” sesal Rindu sembari memegang ujung bibir. Gadis itu melirik sang ayah yang memberikan kode agar ia segera masuk kamar. Dengan cepat, Rindu memasuki kamar sembari melempar senyuman ramah pada Andra dan Pak Boni.

“Andra udah nunggu kamu dari tadi lho, Win. Katanya, dia mau pinjem buku catatan kamu,” ujar Pak Danu.

Windy duduk di samping Andra. Lalu, ia mengeluarkan buku catatan dari dalam tas dan memberikannya pada Andra. Windy melakukannya tanpa mengatakan sesuatu, membuat Andra merasa ada yang salah pada gadis itu.

“Lo ngeblokir WA gue, ya?” tanya Andra dengan memelankan suara.

Windy berusaha menghindari tatapan mata Andra. Ia tidak ingin terlibat lebih jauh dengan Andra. Sebelum Windy benar-benar jatuh cinta pada Andra, Windy merasa harus menjauhi Andra.

“Minggu depan, gue udah masuk sekolah lagi,” ungkap Andra.

Windy masih diam, tak memberikan respon yang berarti. “Eum ... gue mau mandi dulu,” pamit Windy seraya beranjak berdiri.

Andra memandang kepergian Windy dengan bingung. Entah kesalahan apa yang ia perbuat hingga Windy menghindarinya. Seingat Andra, ia dan Windy tak ada masalah apapun. Sungguh sikap Windy itu membuat Andra merasa tak nyaman.

***

Windy membaca buku di ayunan depan rumah dengan headset yang menyumpal telinga. Gadis itu kembali mengalihkan pikirannya dengan belajar. Sedikit membaca materi biologi diharapkan bisa membuatnya tak memikirkan Andra. Namun, perasaan tak bisa memungkiri kenyataan. Faktanya, Windy tetap masih kepikiran pada Andra. Terlebih, ia telah bersikap dingin pada Andra beberapa waktu lalu, saat pemuda itu datang ke rumahnya.

“Ayo, Win! Lo harus fokus! Realistis! Jangan males!” gusar Windy, berbicara sendiri. Ia melepas headset-nya.

Selang beberapa saat, Pak Danu datang. Dengan secangkir kopi di tangan, pria itu duduk di kursi samping ayunan. Walau tak banyak bertanya, sebenarnya Pak Danu menyadari keanehan sikap sang putri sulung akhir-akhir ini. Juga sikap dingin Windy pada Andra, cukup membuat Pak Danu penasaran.

All About You [END]Where stories live. Discover now