24. Kalah Bertarung

17 4 0
                                    

Andra keluar dari apartemen. Baru saja ia hendak berjalan menuju lift, datang seorang pria paruh baya yang dikenalnya. Pemuda itu celingukan mencari orang lain di sekitar pria yang akrab disapa Pak Boni itu. Sayangnya, tak ada siapa pun di sana. Sepertinya, Pak Boni memang datang sendiri.

"Den Andra, ini titipan dari Tuan Arga," ucap Pak Boni seraya menyerahkan sebuah kartu berwarna hitam.

"Papa nggak ikut ke sini?" tanya Andra.

"Tadi malam Tuan Arga berangkat ke Bangkok buat ngurus pembangunan hotel baru. Kayaknya nggak bakal pulang sampe seminggu ke depan," jawab Pak Boni.

"Papa ke Bangkok sendirian?" Andra masih terus bertanya.

"Enggak. Tuan Arga ke Bangkok sama Nyonya Dewi. Katanya mau sekalian ketemu sama adiknya Nyonya Dewi yang tinggal di sana," jelas Pak Boni.

Raut kecewa tampak jelas di wajah Andra. Walau sering merasa kecewa, Andra seolah tak menyerah untuk berharap. Sekadar melihat atau menanyakan keadaannya saja. Ya, tidak ada salahnya berharap. Sayangnya, harapan itu tak sejalan dengan kenyataan.

"Kata Tuan Arga, Den Andra bisa beli apapun pake kartu itu. Kalo Den Andra pengen beli mobil atau motor baru, saya disuruh bantu ngurus nanti," ungkap Pak Boni.

Andra meremas kartu di tangannya. Lagi-lagi, sang ayah hanya memberinya materi. Padahal, yang Andra butuhkan tak hanya materi.

"Aku nggak pengen beli apa-apa. Nanti kalo aku butuh sesuatu, aku bakal hubungi Pak Boni. Sekarang, aku mau berangkat sekolah dulu," pamit Andra.

Andra kembali melangkah. Mata pemuda itu berkaca-kaca, menahan air mata yang mendesak ingin keluar. Andra kembali merutuki dirinya sendiri yang berharap lebih pada sang ayah. Pada akhirnya, hanya kekecewaan yang didapat.

Andra memasuki lift. Dikeluarkannya sesuatu dari dalam tas. Sebuah topi berwarna hitam dikenakan. Andra sengaja menurunkan ujung topi untuk menutupi bagian matanya dari pandangan orang-orang. Masih terlalu pagi untuk merasa sedih atau murung.

Beberapa saat kemudian, pintu lift terbuka. Sosok wanita yang tak lain adalah Nyonya Cecil itu berdiri di depan lift bersama sang suami. Rasa bahagia seolah tak ingin singgah lama pada seorang Andra Bharata. Setelah tertampar kenyataan oleh sikap sang ayah, kini Andra harus melihat sang ibu yang bahkan tak ingin berhubungan dengannya.

Mata Andra dan Nyonya Cecil saling bertemu tatap untuk beberapa detik. Di tatapan yang cukup singkat itu, Nyonya Cecil bisa merasakan kesedihan dari sorot mata sang putra. Sayangnya, wanita itu tetap memilih untuk diam. Terlebih, ada sang suami di sampingnya.

***

Andra duduk di halte bersama beberapa murid dari sekolah lain. Setelah membawa motornya ke bengkel, Andra kini harus menggunakan bus kota untuk pergi ke sekolah. Memang ada banyak kendaraan lain yang bisa membawa Andra ke sekolah. Entah itu taksi atau ojek online. Tapi, Andra lebih memilih untuk menggunakan bus kota. Ia ingin merasakan sensasi berangkat ke sekolah dengan bus kota bersama banyak orang.

Beberapa murid dari SMA 77 saling berbisik saat melihat Andra. Sebagian dari mereka masih memercayai rumor yang mengatakan bahwa Andra pindah sekolah karena kasus pemukulan terhadap sang guru olahraga. Padahal, Andra pindah sekolah karena sang kakek meninggal dan mengharuskan Andra untuk pindah tempat tinggal.

Tak lama berselang, sebuah mobil menepi di dekat halte. Kaca mobil tersebut turun perlahan, menampakkan wajah datar Johan.

"Andra!" teriak Johan yang terpaksa memanggil sang sepupu karena perintah dari ayahnya.

Andra menoleh dan bangkit dari tempatnya. Ia melangkah menghampiri mobil silver mengkilap yang menepi itu.

"Andra, motor kamu mana?" tanya Pak Yudha dari dalam mobil, berusaha menampakkan diri dengan menggeser posisi duduk Johan.

All About You [END]Where stories live. Discover now