04. Pelanggaran Pertama Windy

46 8 13
                                    

Andra melajukan motor dengan kecepatan tinggi. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh tepat. Seharusnya, ia sudah sampai di sekolah. Sayangnya, hari ini Andra bangun terlambat. Andra bahkan belum sempat sarapan atau makan sesuatu. Sungguh awal hari yang kurang beruntung.

Sesampainya di depan pintu gerbang sekolah, Andra menghentikan motor. Seperti yang sudah diduga, pintu gerbang telah ditutup oleh satpam sekolah. Padahal baru hari kedua Andra resmi menjadi murid di SMA Adhyaksa. Tapi, ia sudah melakukan pelanggaran.

Andra berlari ke area samping sekolah yang dibatasi oleh pagar tembok dengan tinggi hampir tiga meter. Pemuda itu bergumam, menghitung kemungkinan bisa masuk sekolah melalui pagar tembok tersebut. Sebenarnya, Andra tak yakin bisa melakukannya atau tidak.

Jika saja Andra tak ingat pesan sang kakek sebelum meninggal, mungkin ia sudah lama berhenti sekolah dan pergi ke tempat yang jauh. Sayangnya, Andra tak ingin mengecewakan kakek dan neneknya yang begitu menyayanginya. Bagi Andra, dua orang yang kini sudah tiada itu seperti pengganti orang tuanya. Merekalah yang memperjuangkan hidup Andra dan memberi Andra semangat.

Dalam kegiatan berpikirnya, seseorang datang dengan panik dan cemas. Andra menoleh, memandang gadis yang berdiri di sampingnya.

“Sial banget gue hari ini,” gerutu gadis yang tak lain adalah Windy.

Sadar tidak hanya ia yang terlambat, Windy kini melihat Andra. Lalu, gadis itu menghela napas.

“Bentar lagi masuk. Lo ada ide, nggak?” tanya Windy tanpa basa-basi.

Andra diam sembari berpikir. Ia melihat motornya yang masih terparkir di depan pintu gerbang sekolah.

“Ada,” jawab Andra pada akhirnya.

Andra kembali berlari ke tempat ia meninggalkan motor. Lalu, pemuda itu menuntun motornya hingga ke tempat ia berdiri tadi. Windy memandang Andra dengan keheranan. Entah apa rencana Andra. Windy tak peduli, asal ia bisa masuk kelas secepatnya sebelum guru jam pelajaran pertama masuk kelas.

“Lo naik dulu! Biar gue yang pegang!” perintah Andra.

“Hah? Ma —maksud lo ... gue naik motor lo buat manjat pager?” tanya Windy memastikan.

Andra memberikan anggukan sebagai jawaban. Sungguh Windy tak pernah membayangkan hal ini akan terjadi padanya. Memanjat pagar tembok setinggi itu akan cukup sulit dilakukan Windy, mengingat ia memakai rok.

“Cepet naik kalo nggak mau telat masuk kelas!” ucap Andra memperingatkan.

Tak ada pilihan lain untuk Windy. Dengan terpaksa, ia melakukan apa yang Andra katakan. Dua tahun lebih bersekolah di SMA Adhyaksa, ini adalah kali pertama Windy terlambat sampai memanjat tembok pagar sekolah. Apa yang terjadi hari ini harus Windy catat di buku sejarah kehidupan remajanya.

“Tapi lo jangan lihat yang enggak-enggak, ya!” kata Windy dengan menunjuk wajah Andra.

“Lihat apaan emang?” balas Andra dengan ekspresi polos.

“Nggak usah dibahas!” kesal Windy dengan meninggikan suara.

Windy mulai menaiki motor Andra. Kemudian, ia berdiri dan meraih ujung pagar. Andra memegang motornya agar tak ambruk menahan beban tubuh Windy. Windy berusaha sekuat tenaga untuk naik. Tangannya memegang erat ujung pagar. Perlahan, tubuh Windy bisa mencapai puncak pagar.

“Ayo cepet! Gue tarik dari sini!” ucap Windy seraya mengulurkan tangan pada Andra.

Andra menaiki motor dan meraih tangan Windy. Sekuat tenaga, Windy membantu Andra naik. Setelah Andra sampai di atas, kini Andra melempar tasnya ke bawah. Kemudian, ia melompat dari atas pagar tembok dan mendarat dengan baik. Windy hanya menelan ludah melihat hal itu.

All About You [END]Where stories live. Discover now