15. Seandainya

21 3 0
                                    

Windy keluar dari mini market dengan membawa satu kantong plastik berukuran sedang. Ia meletakkan kantong plastik yang dibawa ke keranjang sepeda mininya. Lalu, gadis itu mengayuh sepeda dengan santai melewati jalur khusus sepeda. Sesekali Windy bersenandung untuk menikmati perjalanannya yang terasa sejuk.

Ketika melewati sebuah gerobak gorengan lusuh, Windy menghentikan kayuhan sepedanya. Di jam yang sudah hampir pukul sembilan malam, gorengan milik seorang nenek tua masih tampak banyak. Hati Windy tergerak untuk membeli makanan sederhana itu dengan uangnya yang masih tersisa.

“Nek, beli gorengannya sepuluh ribu, ya!” ucap Windy dengan tersenyum manis.

Wajah nenek pedagang gorengan yang tadinya tampak sedih dan muram, seketika berubah sumringah. Dengan penuh semangat, wanita tua yang tubuhnya sudah ringkih itu memasukkan beberapa gorengan ke kantong plastik. Kemudian, memberikannya pada Windy.

“Nek, bungkusin semua gorengannya dong!” kata seseorang yang baru datang, berdiri di belakang Windy.

Mendengar suara yang tak asing, Windy menoleh. Mata gadis itu membulat tatkala mendapati fakta, bahwa orang yang baru datang tersebut adalah Andra.

“Andra?” gumam Windy kaget.

“Windy?” bisik Andra tak kalah terkejut.

Mata Andra dan Windy saling menatap satu sama lain. Sungguh Windy tak pernah menyangka akan bertemu Andra di tempat yang cukup lusuh itu. Sebuah fakta menarik tentang Andra, kembali Windy temukan.

“Nak, ini semua gorengannya,” ujar si nenek seraya menyerahkan dua kantong plastik gorengan pada Andra.

Suara si nenek memecah keheningan yang terjadi antara Andra dan Windy. Dengan cepat, Windy mengalihkan pandangan ke tempat lain. Begitu juga dengan Andra. Entah mengapa, tiba-tiba kecanggungan menyelimuti keduanya.

Menyadari si nenek telah membungkus semua gorengan sesuai permintaan, Andra lekas menerima dua kantong plastik gorengan tersebut dan membayarnya dengan beberapa lembar uang seratus ribuan.

“Terima kasih, ya, Nak! Berkat kalian, Nenek bisa pulang dan beli obat buat suami Nenek yang lagi sakit,” ungkap si nenek dengan tersenyum di wajah keriputnya.

“Sama-sama, Nek! Semoga suami Nenek cepet sembuh!” balas Windy.

Andra tak menimpali perkataan si nenek. Ia hanya memberikan senyuman, seolah apa yang hendak ia katakan sudah diwakili oleh Windy.

Si nenek mendorong gerobaknya dengan dibantu Andra. Melihat hal itu, Windy tak bisa berhenti mengagumi sikap Andra. Untuk ukuran anak muda yang berasal dari keluarga kaya, Andra termasuk sosok yang rendah hati.

***

Andra mengayuh sepeda mini milik Windy dengan membonceng Windy di belakangnya. Setelah membantu si nenek penjual gorengan, Andra dan Windy berencana untuk membagikan gorengan tersebut pada beberapa tunawisma dan pemulung yang tengah beristirahat di bawah jalan tol.

Windy memejamkan mata, menikmati hembusan angin malam yang terasa sejuk. Saat melewati sebuah toko kelontong, Andra menghentikan laju sepeda.

“Kok berhenti?” tanya Windy.

“Mau beli air mineral dulu. Kasihan nanti kalo ada yang keselek pas makan gorengan,” jawab Andra seraya turun dari sepeda.

Memang benar apa yang Andra katakan barusan. Windy seolah baru menyadari, kelebihan Andra memang tidak dalam hal belajar. Tak bisa Windy pungkiri, bahwa Andra adalah sosok yang cukup mengagumkan dengan caranya sendiri.

Beberapa saat kemudian, Andra kembali dengan satu dus air mineral. Andra meletakkan dus air mineral itu ke bagian belakang sepeda.

“Yuk, jalan!” ajak Andra seraya menuntun sepeda Windy.

All About You [END]Where stories live. Discover now