19. Cemburu

26 3 0
                                    

Windy memarkir sepeda bersama Rindu dan beberapa murid pengguna sepeda lainnya. Gadis itu sesekali melirik sang adik yang memasang wajah murung dan masam sejak berangkat tadi. Masih menyangkut tentang prestasi di sekolah yang tak sebagus sang kakak. Lagi-lagi, sang ibu membandingkan Rindu dengan Windy.

“Udah! Nggak usah diambil hati perkataan ibu!” hibur Windy pada sang adik.

“Apa yang dibilang ibu emang bener kok, Kak! Aku emang nggak sebaik Kak Windy. Aku emang males,” balas Rindu dengan ekspresi kesal.

“Aku mau ke kelas dulu!” pamit Rindu sembari berlari dari tempat parkir.

Windy memandang punggung Rindu yang semakin menjauh. Ketika orang tuanya membandingkan prestasinya dengan prestasi Rindu, ia kadang merasa bersalah pada Rindu. Windy tak ingin membuat Rindu berkecil hati dan merasa rendah diri.

“Windy!” panggil Helen seraya menghampiri Windy.

“Gue lagi galau banget nih, Win,” ujar Helen dengan mempoutkan bibir.

“Galau kenapa emang?” balas Windy sembari berjalan.

“Nyokap gue nyuruh gue buat gabung sama kelompok belajar anak-anak temen arisannya. Mana gue nggak kenal sama anggotanya lagi. Katanya sih ada yang dari SMA kita. Tapi, nyokap gue nggak bilang namanya siapa,” oceh Helen sambil menyamakan langkahnya dengan Windy.

“Bagus dong! Lo bisa ningkatin sistem belajar lo. Mending lo coba gabung aja! Daripada nunggu belajar bareng Nino yang sampe sekarang nggak ngasih kejelasan ke elo,” kata Windy.

Saat melewati halaman sekolah, mendadak Windy menghentikan langkah kakinya. Netra gadis itu menangkap sebuah pemandangan langka. Terlihat Andra membonceng Jill menuju tempat parkir. Tak hanya Windy yang terkejut melihat pemandangan tersebut. Helen dan beberapa murid lain yang melihatnya juga kaget.

“Lho, bukannya itu Jill dari kelas 12 IPS 1? Dia kok bisa akrab sama Andra?” tanya Helen penasaran.

Windy tak menanggapi perkataan Helen. Mata gadis itu fokus melihat Andra dan Jill. Ada rasa mengganjal dalam hati Windy tatkala melihat Andra tampak dekat dengan gadis lain. Entah itu rasa tak suka atau sekadar rasa terkejut Windy yang selama ini terbiasa melihat Andra sendirian.

“Jangan-jangan diem-diem Andra sama Jill udah jadi—”

“Kepo!” pangkas Windy dengan kembali berjalan menuju kelas.

Helen merasa aneh dengan sikap Windy yang tiba-tiba berubah. Cara Windy menanggapi perkataannya sungguh menyisakan banyak tanda tanya di kepala.

“Windy nggak lagi cemburu, 'kan?” gumam Helen.

***

Lapangan sepak bola SMA Adhyaksa tengah ramai oleh sorak-sorai yang terdengar begitu keras. Hari terakhir Pekan Olahraga Sekolah ditutup dengan pertandingan sepak bola antara kelas 12 IPA 5 dan 11 IPS 2. Hampir semua murid berkumpul di lapangan untuk melihat aksi para pemain yang terkenal tampan dan berkharisma. Tentu saja penontonnya didominasi oleh murid perempuan yang menantikan aksi keren dari bintang sepak bola SMA Adhyaksa, yaitu Arnold Narendra.

Windy dan Helen duduk di kursi penonton paling depan. Keduanya bisa mendapat tempat yang diinginkan oleh sebagian murid perempuan berkat koneksi dari Arnold. Beberapa hari sebelumnya, Arnold menemui Windy untuk meminta dukungan dari gadis itu. Arnold yang pernah menyatakan cinta pada Windy saat kelas 11, masih sering mengirim pesan singkat pada Windy. Sayangnya, Windy kadang tak memberi respon yang berarti. Palingan Windy hanya membalasnya dengan emoticon.

Andra bersama Nino, Galih dan Minan juga datang untuk menonton pertandingan yang paling dinantikan itu. Berbeda dari pertandingan-pertandingan sebelumnya. Pertandingan hari ini memang sangat ramai. Bahkan saat pertandingan basket beberapa hari lalu tak seramai pertandingan hari ini.

All About You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang