32. Realita Sebuah Kehidupan

20 3 0
                                    

Andra dan Windy keluar dari perpustakaan umum. Andra membawakan tas Windy dan berlari menuju tempat parkir. Sementara Windy menunggu di depan halaman perpustakaan sembari membeli cilok. Andra menaiki sepeda menuju tempat Windy mengantre cilok. Kedatangan Andra dengan sepeda mini lusuh milik Windy cukup menyita perhatian beberapa pengantre cilok. Sebuah pemandangan cukup langka memang.

“Andra, lo pedes, nggak?” tanya Windy.

“Jangan terlalu pedes!” jawab Andra.

Windy menuangkan saus, kecap dan sambal ke cilok milik Andra. Andra memerhatikan Windy dengan tersenyum. Sungguh Andra menyukai setiap momen yang ia habiskan bersama teman satu kelompoknya itu.

Tiba-tiba ponsel Windy di dalam tas berdering. Andra turun dari sepeda dan mendekat pada Windy.

“Win, HP lo bunyi.” Andra menyodorkan tas pada Windy.

“Lo angkat aja! Tangan gue kotor kena saus. Gue mau nyuci tangan bentar,” pamit Windy.

Andra membuka tas Windy dan mengambil ponsel gadis itu. Di layar ponsel tampak nama ‘Kak Ricky’ yang berhiaskan emoticon hati. Melihat hal itu, Andra jadi enggan menjawab panggilan telepon tersebut. Lagi-lagi, Ricky mengganggu acara berduaannya dengan Windy.

“Ini orang ngapain nelepon, sih?” kesal Andra.

Andra terpaksa menjawab panggilan telepon dari Ricky, karena Windy menyuruhnya. Andra bahkan belum berbicara dengan Ricky, tapi ia sudah merasa kesal duluan.

“Halo!” ucap Andra setelah mengusap layar ponsel dan mendekatkan pada telinga.

“Lho, Windy mana? Ini siapa?” tanya Ricky dari seberang telepon.

“Windy sibuk nyuci tangan. Gue Andra,” jawab Andra tanpa basa-basi.

Tak lama kemudian, Windy menghampiri Andra. Gadis itu menyodorkan satu kantong plastik pada Andra dengan tangan basah. Andra menerima kantong plastik tersebut. Kemudian, menyerahkan ponsel di tangannya pada Windy.

“Nih telepon lo. Dari Ricky,” kata Andra.

“Kak Ricky?”

Windy tampak antusias, membuat Andra tak bisa memungkiri rasa cemburunya. Mendapat telepon dari Ricky saja Windy begitu antusias, apalagi jika bertemu Ricky. Begitulah pemikiran Andra kini. Andra memang tidak tahu sejauh apa hubungan Windy dan Ricky. Tapi, Andra merasa terancam dengan adanya Ricky yang lebih dewasa.

Windy menjauh dari Andra untuk mengobrol dengan Ricky lewat telepon. Andra menunggu dengan melahap cilok yang dibelikan Windy. Sesekali pemuda itu menggerutu dan bergumam.

***

Andra mengayuh sepeda mini Windy menyusuri jalur khusus sepeda. Pemuda itu tersenyum dengan raut bahagia yang tak bisa disembunyikan. Windy duduk di belakang Andra dengan memegang pinggang Andra sembari bersenandung. Andra dan Windy layaknya potret sepasang kekasih tahun sembilan puluhan.

Jalan yang menurun membuat Andra tak perlu mengeluarkan banyak tenaga. Udara malam yang sejuk menambah keromantisan malam itu. Perjalanan yang indah tersebut tak berlangsung lama. Saat melewati jalan depan restoran bintang lima, sebuah mobil mewah mendadak keluar dari area restoran. Dengan cepat, Andra mengerem sepedanya. Hampir saja sepeda yang Andra kayuh menabrak bagian samping mobil. Windy yang dibonceng Andra nyaris terjungkal karena rem dadakan Andra.

“Andra, kalo naik sepeda tuh hati-hati, dong!” ucap Windy.

Pemilik mobil mewah berwarna merah mengkilap itu menurunkan sedikit kaca pintu mobil. Terlihat seorang pria menatap Andra tajam.

All About You [END]Where stories live. Discover now