22. Ulang Tahun Andra

21 4 0
                                    

Sore hari hampir berakhir. Langit mulai gelap, menandakan bahwa malam akan segera datang menyapa. Suasana SMA 77 yang tadinya ramai oleh anggota tim basket yang tengah latihan, kini mulai sepi. Satu per satu anggota tim basket kebanggan SMA tersebut pulang.

Seorang murid laki-laki baru saja selesai mengganti seragam di kamar mandi. Sosok yang mengenakan seragam dengan tagname Andra Bharata itu keluar dari kamar mandi dengan sebuah tas di punggung. Kaki panjang pemuda itu melangkah menyusuri koridor.

Ketika melewati ruang guru, Andra menghentikan langkah. Indera pendengarannya mendengar kegaduhan dari ruangan tersebut. Merasa penasaran, Andra membuka pintu ruangan. Betapa terkejutnya Andra tatkala mendapati sang guru olahraga tengah memaksa seorang murid perempuan untuk menuruti nafsu birahinya.

Tanpa pikir panjang, Andra langsung menarik kaos guru bejat tersebut kasar. Kemudian, dipukulnya wajah sang guru. Murid perempuan yang hampir menjadi korban kebejatan sang guru hanya melihat apa yang Andra lakukan sembari membenarkan seragamnya yang hampir terbuka.

Puas memukul sang guru, Andra menghampiri murid perempuan yang akrab disapa Mirna itu. “Lo nggak apa-apa?” tanya Andra.

“Andra, to— tolong ... tolong rahasiain ini ... dari orang-orang, ya?” pinta Mirna seraya berlutut di depan Andra dengan tubuh gemetar.

“Tapi ....”

“Andra, please! Gue mohon banget sama lo! Gue bakal malu banget kalo sampe ada yang tahu,” kata Mirna memelas.

Andra terdiam. Ia mencoba berpikir dari sudut pandang Mirna yang merupakan korban. Namun, apa yang dilakukan oleh sang guru tak bisa dianggap remeh.

“Andra, awas!” pekik Mirna tiba-tiba.

Belum sempat Andra menoleh, si guru olahraga sudah menghantam kepalanya dengan vas bunga. Benda tersebut pecah bersamaan dengan keluarnya darah segar dari kepala Andra.

Seolah tak merasakan sakit, Andra lekas membalasnya. Ia kembali melayangkan tinju pada sang guru. Kali ini, Andra melakukannya dengan membabi buta. Pria yang seusia dengan ayahnya itu mencoba melawan dengan menarik seragam Andra hingga bagian tagname-nya robek.

Mirna hanya terdiam di tempat melihat perkelahian murid dan gurunya itu. Gadis itu seolah dilema, antara harus melapor pada pihak berwajib atau tidak. Apalagi pertengkaran itu menyangkut perbuatan bejat sang guru padanya.

Keringat dingin mengucur deras dari tubuh Mirna setiap mengingat kejadian satu tahun lalu. Rasanya, ia ingin mengungkap kebenaran dibalik peristiwa hari itu. Namun, ia belum siap mendapat gunjingan dari orang-orang di sekitarnya. Akan tetapi, jika ia tetap diam, selamanya orang-orang akan mencap Andra sebagai murid bermasalah.

Mirna berdiri di seberang jalan depan SMA Adhyaksa, memandang Andra yang melajukan motor keluar pintu gerbang. Tangan gadis berambut panjang itu gemetar dengan perasaan tak karuan. Sejak Andra pindah sekolah, ia bahkan belum berterima kasih atau meminta maaf pada pemuda yang telah menolongnya itu.

“Andra, maafin gue karena sampe saat ini masih bungkam!” gumam Mirna menyesal.

***

Windy memandang sebuah kotak yang sudah terbungkus dengan rapi di atas meja belajar. Gadis itu masih tampak ragu dengan apa yang hendak dilakukan. Setelah membeli kado ulang tahun untuk Andra, mendadak Windy jadi ragu. Windy sendiri tidak paham pada dirinya yang tampak begitu antusias membeli kado untuk Andra. Padahal jika dipikir, apa yang dibelinya hanya benda remeh yang bisa Andra beli sendiri dalam jumlah banyak.

“Sebenernya gue ngelakuin ini dalam keadaan sadar nggak, sih?” bisik Windy.

“Kak Windy, tolong ajarin cara ngerjain soal nomer delapan, sepuluh sama lima belas, dong! Daritadi aku coba ngerjain pake rumus yang ada masih nggak nemuin jawabannya,” kata Rindu sambil memasuki kamar Windy tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

All About You [END]Where stories live. Discover now