05. Murid Teladan VS Murid Bermasalah

43 8 6
                                    

Nino meminjam beberapa buku dari perpustakaan. Sejak istirahat pertama tadi, ia tak melihat Helen. Padahal, hari ini ia berencana mengajak Helen belajar bersama untuk mempersiapkan praktikum kimia besok.

Nino tahu benar, bahwa Helen sangat lemah di pelajaran kimia. Karena itu, ia sebagai teman satu kelompok Helen merasa bertanggungjawab. Jika nilai Helen bermasalah, Nino takut hal itu akan berpengaruh pada nilainya juga. Terlebih, Nino harus mempertahankan posisinya sebagai sang juara satu agar bisa masuk ke perguruan tinggi terbaik yang diinginkan lewat jalur beasiswa.

Nino membawa buku-buku yang dipinjamnya keluar dari perpustakaan. Sesekali pemuda dengan senyuman manis itu celingukan mencari Helen. Saat berpapasan dengan Galih, Nino menghentikan pemuda tersebut.

“Lo lihat Helen, nggak?” tanya Nino.

“Helen? Kayaknya tadi ke taman sekolah,” jawab Galih.

“Ya udah. Thanks!” balas Nino sembari kembali melangkah.

Nino mempercepat langkahnya menuju taman sekolah. Benar saja apa yang Galih katakan. Nino menemukan Helen tengah makan camilan di taman sekolah bersama Windy. Ia lantas menghampiri dua teman sekelasnya itu.

“Nino? Lo ngapain ke sini?” tanya Helen heran.

Helen melihat buku-buku di tangan Nino. Gadis itu berkedip dengan menoleh pada Windy. Sementara Windy hanya bisa memamerkan deretan gigi putihnya pada sang sahabat.

Selama ini, Windy kerap belajar bersama Nino. Jadi, ketika Windy melihat Nino membawa banyak buku, itu berarti Nino akan mengulas dan membahas beberapa soal yang sulit.

“Masih ada waktu 20 menit sampe jam pelajaran selanjutnya. Kita bahas bab buat praktikum kimia besok, yuk!” ajak Nino pada Helen.

“Hah? Ngebahas praktikum kimia?” Helen menelan ludah.

Helen memandang Windy dengan memelas. Gadis berambut panjang itu seolah meminta sang sahabat agar menolongnya dari Nino yang gila belajar.

“Udah! Belajar sana!” ucap Windy yang malah mendorong tubuh Helen agar mendekat pada Nino.

“Kita duluan ya, Win!” pamit Nino sembari tersenyum.

Kemudian, diikuti Helen di belakang. Windy melambaikan tangan pada Helen seraya mengacungkan jempol. Selama berteman dengan Helen, Windy memang jarang mengajak Helen belajar bersama. Bukannya Windy tidak ingin melihat Helen lebih pintar. Hanya saja, Windy menghargai Helen yang tak begitu suka belajar.

***

Sore telah menyapa. Matahari sudah bersiap untuk menyinari bagian bumi lain. Biasan sinar matahari berwarna oren mewarnai langit. Murid-murid SMA Adhyaksa bersiap untuk pulang setelah jam pelajaran terakhir. Sungguh saat pulang adalah saat yang ditunggu.

Andra memasukkan semua buku ke dalam tas. Kemudian, ia melangkah meninggalkan kelas tanpa sepatah kata pun. Beberapa jam setelah pindah tempat duduk dan satu bangku dengan Windy, Andra dan Windy tak saling bicara satu sama lain. Bukan karena canggung. Hanya saja, keduanya enggan memulai pembicaraan.

Windy mempercepat kegiatannya memasukkan buku ke dalam tas. Lalu, ia berlari keluar kelas untuk mengejar Andra. Jika sama-sama tak bicara, bagaimana mereka akan melakukan praktikum kimia bersama besok. Itulah yang dipikirkan oleh Windy.

“Andra, tunggu!” teriak Windy sembari mengejar Andra yang kini hendak turun tangga.

Merasa ada yang memanggil, Andra menghentikan langkah kakinya. Ia menoleh ke arah Windy dengan wajah datar.

“Kenapa?” tanya Andra.

“Habis ini belajar bareng, yuk! Buat bahas praktikum kimia besok,” ujar Windy.

All About You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang