38. Ingin Memilikinya

17 3 0
                                    

Andra dan Jill memandang hamparan kota yang berhiaskan lampu-lampu. Pemandangan kota tampak begitu indah dilihat dari balkon apartemen Andra. Suasana terasa hening, tatkala Andra maupun Jill hanya diam. Jill merasa kurang nyaman dengan suasana hening semacam ini. Ia jadi merasa tak enak pada Andra yang seharusnya saat ini membutuhkan waktu untuk sendiri.

Awalnya, Jill ingin pergi setelah melihat perdebatan Andra dan Tuan Arga. Namun, ia tak bisa pergi begitu saja tanpa pamit pada Andra, karena sebelumnya mereka sudah janji akan makan bersama. Alhasil, Jill dan Andra tetap makan bersama sekalipun dengan suasana penuh kecanggungan dan keheningan.

“Orang dewasa itu ngeselin,” ucap Jill, membelah keheningan.

Andra menoleh, memandang Jill. Perkataan Jill barusan seolah mewakili isi hatinya yang tengah dirundung rasa kesal bercampur marah.

“Mereka selalu bilang, kalo kita harus dengerin perkataan mereka yang lebih tahu mana yang baik buat kita. Tapi, mereka selalu berpikir rumit dan egois. Seriusan, gue benci banget dengerin ocehan orang dewasa yang seolah jadi pihak paling menderita dan banyak berkorban,” oceh Jill, meluapkan kekesalannya pada kenyataan hidup.

Andra menunduk. Ia dan Jill memang dikelilingi oleh orang dewasa yang tak bertanggungjawab. Kehidupan keduanya yang hampir mirip menjadikan mereka memiliki jalan pikiran yang hampir sama.

“Kalo udah dewasa nanti, gue harap, gue nggak egois kayak orang tua gue,” lanjut Jill.

“Gue harap, gue jadi atlet hebat dan jadi ibu yang baik buat anak-anak gue kelak!” teriak Jill.

Andra kembali menoleh. Melihat Jill yang berusaha keras untuk bahagia dan meraih cita-citanya, ia jadi merasa malu. Selama ini, ia hidup dengan sesuka hati tanpa memikirkan apa yang diinginkan maupun mimpinya. Andra hidup tanpa tujuan dan hanya melakukan apa yang bisa dilakukan. Kini ia sadar, bahwa tak seharusnya ia hidup seperti ini.

“Besok, jangan lupa dateng, ya!” kata Jill dengan menepuk pundak Andra.

“Gue pasti dateng kok,” balas Andra.

“Kalo gitu, gue pulang dulu!” pamit Jill.

Jill berjalan menuju pintu keluar. Andra yang masih pada posisinya hanya memandang sang teman dengan perasaan campur aduk. Mengenal sosok Jill membuat Andra sadar, bahwa di tengah kehidupan yang melelahkan ini, ia harus tetap memiliki mimpi dan harapan.

***

Akhir pekan telah datang. Windy dan Rindu memanfaatkan hari liburnya dengan membantu sang ibu membuat pesanan nasi kotak. Sang ibu bertugas sebagai juru masak. Sedangkan Windy bertugas sebagai pencetak nasi dan penata lauk. Sementara Rindu bertugas sebagai penata kotak dan pengirim. Suasana pagi ini cukup sibuk hingga membuat Pak Danu harus membungkus sarapannya sendiri.

“Ayah berangkat dulu, ya!” pamit Pak Danu dengan menenteng satu kantong plastik di tangan.

“Iya. Hati-hati, Ayah!” balas Windy dan Rindu bersamaan.

Windy dan Rindu kembali melanjutkan kegiatannya. Di sela-sela kesibukan, Rindu mengecek ponselnya yang sedari tadi bergetar. Seperti biasa, grup chat kelas 10 selalu ramai. Ada saja obrolan yang dibahas. Entah itu masalah pelajaran atau masalah lain.

“Wah, lombanya udah mau dimulai,” ucap Rindu terlihat antusias.

“Lomba apa emang?” tanya Windy dengan tangan yang masih terus bekerja.

“Lomba lari antar provinsi, Kak. Katanya, kalo berhasil lolos, bisa masuk timnas,” jawab Rindu.

Windy yang tidak tahu-menahu perihal perlombaan lari, tidak begitu banyak bertanya. Ia kembali diam dan melanjutkan pekerjaannya yang tinggal sedikit lagi selesai.

All About You [END]Where stories live. Discover now