46. Isi Buku Catatan Andra

8 3 0
                                    

Windy menutup buku saat jam pelajaran berakhir. Ia melirik Andra yang sedang tidur dengan menimpali buku. Gadis itu menggelengkan kepala melihat kebiasaan teman semejanya. Setelah berhasil meningkatkan nilai di evaluasi bulanan, bukannya malah rajin belajar, tapi justru sebaliknya.

“Ini anak kerjaannya tidur mulu kalo pelajaran kimia.” Windy bergumam.

Saat merapikan buku, atensi Windy teralihkan pada buku catatan yang ditimpali lengan Andra. Ditariknya buku tersebut. Secara tiba-tiba, Windy jadi penasaran dengan isi buku catatan milik Andra. Entah apa yang ditulisnya sebelum ketiduran.

Windy membuka buku tersebut. Mata indahnya membulat ketika melihat aneka gambar di setiap lembarnya. Ada gambar robot, hewan, tokoh kartun, suasana kelas ketika jam pelajaran dan satu gambar yang menyita perhatian Windy. Sebuah gambar yang memperlihatkan lekuk demi lekuk wajah Windy saat menulis catatan dengan serius. Windy tersenyum melihat gambar dirinya. Sungguh sebuah kejutan baginya.

“Dasar tukang molor!” bisik Windy seraya mengembalikan buku catatan Andra ke posisi asalnya.

Tak lama kemudian, Minan masuk ke kelas dengan membawa beberapa lembar kertas. Minan membagikan kertas-kertas tersebut pada teman-temannya dengan dibantu Nino.

“Nan, ini dikumpulin kapan?” tanya Galih.

“Besok lusa. Kata Bu Meta, kalo kalian masih bingung nentuin pilihan, kalian bisa hubungi Bu Meta lewat WA. Entar bakal diatur jadwal konseling per murid.” Minan menjelaskan dengan suara cukup keras, agar satu kelas bisa mendengarnya.

“Andra, bangun! Eimi Fukada sekarang berhijab!” teriak Nino di dekat telinga Andra.

Seketika Andra bangun dari tidur nyamannya. Seisi kelas tertawa melihat ekspresi wajah Andra yang bingung dengan rambut berantakan. Windy juga tertawa sekalipun tidak sekeras teman-temannya.

“Nih!” Nino menyodorkan secarik kertas pada Andra.

Tanpa banyak bertanya, Andra menerima kertas tersebut. Kemudian, membaca tulisan yang ada di sana. Sesekali pemuda itu mengucek matanya sembari memulihkan kesadaran.

“Win, lo mau kuliah di mana?” tanya Helen.

“Gue masih bingung, Hel. Maunya sih ke ITB. Pengen masuk sekolah farmasi di sana. Tapi, gue masih mikir ulang. Apalagi sekarang ayah gue masih sakit,” jawab Windy dengan ekspresi sendu.

“Lo 'kan bisa dapet beasiswa, Win. Kalo diliat dari nilai lo sih, pasti bisa masuk sana. Sementara gue, masuk universitas swasta juga bakal susah,” tukas Helen terlihat putus asa.

“Jangan putus asa gitu, Hel! Lo harus optimis! Sekarang, lo coba perbaiki nilai lo dan mulai belajar! Kalo lo mau berusaha, gue yakin, lo pasti bisa masuk universitas negeri impian lo,” Windy memberikan semangat pada sang sahabat dengan penuh keyakinan.

Helen mengangguk dan tersenyum. Windy memang sahabat yang paling mengerti dan memahaminya. Walau Windy dan Helen memiliki nilai akademis yang berbeda. Namun, hal itu tak menghalangi persahabatan keduanya. Mereka bersahabat sejak duduk di kelas 10.

Berawal dari teman semeja, Helen dan Windy saling mengenal. Sekalipun berasal dari kelas sosial yang berbeda. Tapi, Helen maupun Windy merasa nyaman dengan persahabatan mereka. Helen begitu mengagumi Windy yang memiliki nilai akademis tinggi. Sedangkan Windy sangat menyukai sikap apa adanya Helen.

Ketika berada di kelas 11, ada rumor yang mengatakan, bahwa orang tua Helen menyuap sekolah untuk memasukkan Helen ke kelas unggulan. Di tengah rumor yang beredar, satu-satunya orang yang mau tetap berteman dengan Helen hanya Windy. Itu sebabnya, Helen begitu menyayangi Windy. Begitupun sebaliknya.

All About You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang