68. Ciuman Ungkapan Cinta

12 2 0
                                    

Windy membuka lembar demi lembar buku sketsa Andra. Ada begitu banyak gambar dirinya dalam berbagai kegiatan. Ada yang tengah membaca buku, mengerjakan soal, tertawa lepas bahkan cemberut. Sebuah senyuman terukir di bibir mungil gadis manis itu.

Windy menutup buku tersebut seiring dengan masuknya Andra ke ruangan bersama Jill. Melihat Windy berada di sana, Andra dan Jill cukup terkejut. Windy menoleh dan tersenyum pada keduanya. Kemudian, Andra membalasnya dengan ikut tersenyum. Jill melirik Andra. Ia bisa melihat cara Andra tersenyum pada Windy, berbeda dengan cara Andra tersenyum padanya. Senyuman Andra untuk Windy terlihat tulus dan penuh makna.

“Lo udah nunggu lama?” sapa Andra seraya melangkah menuju tempat tidur. Diikuti Jill di sampingnya yang membawakan infus.

“Baru tiga menitan,” balas Windy dengan berdiri dan menggeser posisinya agar Andra bisa berbaring di ranjang.

Jill berniat membantu Andra berbaring. Sayangnya, Windy satu langkah lebih cepat. Windy dengan cepat mendahului niat Jill. Dari cara Windy bersikap, Jill dapat melihat ketulusan Windy untuk Andra. Membuat Jill semakin mantap untuk mundur dan melepas Andra.

“Andra, gue balik dulu, ya! Win, gue duluan!” pamit Jill sembari mengambil tasnya yang bertengger di ujung ranjang.

“Iya. Hati-hati!” balas Andra dan Windy bersamaan.

Jill keluar dari ruang rawat Andra dengan perasaan tak karuan. Namun, gadis itu tetap berusaha tersenyum sekalipun hatinya porak-poranda. Sementara Andra dan Windy, memandang punggung Jill yang perlahan tak terlihat seiring dengan tertutupnya pintu ruangan tersebut.

“Lo habis dari mana?” tanya Windy memulai pembicaraan.

“Keluar bentar cari angin.” Andra menjawab seraya mengambil sesuatu dari bawah bantal.

“Buat lo!”

Andra menyodorkan secarik kertas pada Windy. Perlahan, Windy menggerakkan tangan untuk meraih benda tersebut. Dilihatnya gambar yang ada di kertas itu.

“Lo lagi sakit sempet-sempetnya ngegambar kayak gini,” kata Windy.

“Semalem, gue mimpiin lo. Di mimpi gue, kita jalan-jalan ke tepi pantai sambil liat matahari terbenam,” beber Andra seraya menatap Windy lekat.

Andra memegang tangan Windy. Manik mata keduanya bertemu tatap. Andra bangun dan mendekatkan wajahnya pada wajah Windy. Bibir tipisnya sedikit terbuka, seolah ingin mengatakan sesuatu. Namun, ditahan.

Windy memejamkan mata, seperti tahu bagaimana kelanjutan dari adegan semacam ini. Kini, giliran Andra yang mengeksekusi. Pemuda itu sedikit memiringkan kepala, agar bibirnya lebih mudah menjangkau bibir mungil Windy. Dilumatnya bibir Windy dan menghisapnya perlahan.

Andra bisa seberani ini, tentu bukan tanpa alasan. Ketika keluar bersama Jill beberapa saat lalu di taman rumah sakit, ia bertemu dengan sang ibu. Andra berbicara empat mata dengan Nyonya Cecil mengenai kelanjutan hubungannya dengan Windy yang tak memiliki kejelasan. Sebagai seorang ibu yang juga pernah mengalami masa muda, Nyonya Cecil menyarankan pada sang putra agar tidak menahan perasaannya. Ia memberi Andra kebebasan untuk memilih bagaimana kisah cintanya di masa muda harus dijalani. Dan inilah yang Andra pilih.

***

Hari yang cerah menyambut Windy. Pagi-pagi sekali gadis itu sudah bangun untuk membantu sang ibu menyiapkan sarapan. Tak biasanya Windy bangun sepagi ini saat hari libur. Windy bersenandung sambil memotong sayuran, membuat Bu Rina heran dengan tingkah sang anak yang terlampau ceria. Tak hanya Bu Rina, Rindu yang pagi ini membantu membuat sarapan juga tak kalah heran melihat sikap sang kakak.

“Kak, UN udah deket. Tapi, kenapa Kakak malah ceria?” celetuk Rindu penasaran.

“Kalo UN makin deket, terus Kakak harus galau-galauan, gitu?” balas Windy yang kini mulai mencuci sayuran.

All About You [END]Where stories live. Discover now