16. Johan Layaknya Es Krim, Dingin tapi Manis

23 3 0
                                    

Windy memandang sapu tangan Andra yang dijemur di halaman depan. Setelah dicuci oleh sang ibu, sapu tangan dengan sulaman bertuliskan ‘Andra Bharata’ itu kini sudah setengah kering. Rindu ikut melihat apa yang Windy lihat. Rindu memang tidak tahu sudah sejauh mana hubungan sang kakak dengan Andra. Tapi, melihat apa yang Andra lakukan tadi membuat Rindu yakin, bahwa hubungan Windy dan Andra lebih dari sekadar teman belajar.

“Kak Andra ternyata orangnya manis banget, ya?” ucap Rindu yang seketika membuat Windy tersentak kaget.

Windy langsung mengubah ekspresi wajahnya. Berusaha terlihat biasa saja. Sungguh Windy sendiri tak paham dengan dirinya yang terkadang bersikap aneh.

“Kalo Kakak jadian sama Kak Andra, aku bakal dukung seratus per—”

Windy buru-buru membungkam mulut Rindu saat sang ayah datang. Ia tidak ingin orang tuanya mendengar hal yang tidak-tidak dari mulut ember sang adik.

Sejak dulu, Windy sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tak berpacaran ketika masih remaja. Ia hanya ingin fokus belajar, belajar dan belajar. Windy berusaha keras memegang prinsipnya dengan menjaga jarak dari lawan jenis.

“Windy! Rindu! Ayah bawa martabak telur kesukaan kalian,” kata Pak Danu dengan heboh.

Windy dan Rindu langsung bangkit dari tempatnya. Keduanya berlomba-lomba untuk mendapatkan martabak dengan potongan paling banyak. Karena terlalu antusias, Windy sampai lupa jika lututnya terluka. Tanpa sengaja, lutut Windy menabrak kaki meja. Gadis itu langsung merintih kesakitan dengan memegang lututnya.

“Windy, kamu kenapa, Nak?” tanya Bu Rina seraya menghampiri Windy dengan panik.

Tak hanya Bu Rina, Pak Danu juga langsung menghampiri sang putri untuk memastikan keadaan Windy.

“Tuh, 'kan berdarah! Udah Ibu bilangin jangan banyak gerak di deket perabotan rumah! Eh, malah lomba lari sama Rindu,” oceh Bu Rina sembari berlari mengambil kotak P3K.

Pak Danu mengipasi lutut Windy dengan sesekali meniupnya. Melihat bagaimana panik dan cemasnya kedua orang tuanya membuat Rindu sedikit iri. Selama ini, Pak Danu maupun Bu Rina memang sangat memerhatikan Windy. Keduanya kerap membanggakan prestasi akademis Windy di sekolah. Kadangkala, mereka juga membandingkan Rindu dengan Windy. Tak bisa Rindu pungkiri, bahwa kadang ia merasa kesal pada Windy karena terlalu sempurna.

“Rindu, kamu kok diem aja? Ayo, ambilin kipas angin!” titah Pak Danu.

“Iya,” balas Rindu.

***

Rindu berjalan seorang diri dengan menjilati es krim. Setelah kejadian beberapa saat lalu, gadis itu memutuskan menyegarkan pikiran dengan membeli es krim di mini market. Kepalanya sudah cukup panas mendengar ocehan dari sang ibu yang kembali membandingkannya dengan Windy.

“Emangnya siapa yang mau dapet peringkat 34? Aku juga udah berusaha belajar dan ngerjain soal sesuai kemampuan aku. Ah, bangsat!” kesal Rindu dengan menendang kaleng softdrink yang tergeletak di tepi jalan.

Rindu menendang kaleng tersebut tanpa melihat ke depan. Hebatnya, kaleng dengan merek salah satu minuman soda terkemuka itu mengenai punggung seseorang yang sibuk membaca brosur yang tertempel di tiang listrik.

Astaghfirullah! Kok bisa sampe kena orang, sih?” bisik Rindu yang kini menyadari ulahnya.

Gadis itu mulai panik. Ia berniat untuk melarikan diri. Tapi, jika ia melarikan diri, hal tersebut akan menjadikannya pengecut. Rindu sudah cukup menjadi sosok yang kurang pintar. Ia tidak ingin semakin menjadi minus dengan merambah jadi pengecut.

Rindu memberanikan diri menghampiri orang yang menjadi korban dari aksi tendangan kaleng softdrink-nya. Ia sedikit membungkuk untuk meminta maaf.

All About You [END]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon