67. Antara Aku, Kau, dan Dia

10 2 0
                                    

Johan keluar dari perpustakaan setelah membantu wali kelasnya menata buku. Seperti biasa, jam istirahat akan dimanfaatkan Johan untuk belajar di kelas. Pemuda itu lekas kembali ke kelas, mengejar waktu. Kaki panjang Johan melangkah, menaiki tangga menuju lantai dua. Baru saja Johan menginjakkan kaki di lantai dua. Ia melihat Windy berjalan ke arahnya.

"Johan!" panggil Windy seraya menghampiri sang adik kelas.

Johan membalikkan badan. Pemuda itu mempercepat langkah, seolah tak ingin berbicara dengan sang kakak kelas. Melihat Johan berusaha menghindar, Windy lekas mengejarnya. Tak peduli dengan beberapa pasang mata yang melihatnya heran.

"Johan, tungguin gue!" teriak Windy, masih dengan berlari.

Johan semakin mempercepat langkah, menuruni tangga. Sedangkan Windy masih tak menyerah dan terus mengejarnya.

"Johan, lo budek, ya?" kesal Windy.

Johan berjalan cepat melewati koridor lantai satu. Ada banyak murid wara-wiri di sana, membuat Windy kuwalahan mengejar Johan. Johan memang sengaja melewati jalan yang cukup ramai, agar Windy tak bisa mengejarnya dengan mudah.

Windy menghentikan kegiatannya dan berpikir sejenak. Ia harus mencari jalan lain. Gadis itu kini melintasi halaman, membelah kerumunan murid yang sedang menonton acara dance cover.

Mata Windy melihat ke arah koridor lagi, mencari sosok Johan. Netra gadis itu menemukan Johan yang kini memasuki ruang seni. Windy tersenyum miring. Memangnya bisa sejauh mana Johan menghindar. Seluas apapun SMA Adhyaksa, Windy tetap akan bisa menemukan tempat persembunyian Johan.

"Dasar bocah tengik! Mau main petak umpet sama gue?" bisik Windy.

Windy berlari menuju ruang seni. Gadis itu langsung membuka pintu ruangan tersebut. Lalu, menguncinya dari dalam. Kali ini, ia tak akan membiarkan Johan melarikan diri lagi. Tapi, saat membalikkan tubuh, mata Windy seketika melebar tatkala melihat sang adik yang juga berada di sana.

"Rindu?" kaget Windy.

Tak hanya Windy yang syok. Rindu dan Johan yang saat ini duduk dengan memegang buku juga terlihat syok. Mata ketiganya saling bertemu tatap, seolah saling bertanya apa yang mereka lakukan di ruangan itu.

"Kalian pacaran?" Windy menyipitkan mata, mendekat pada Rindu dan Johan.

"Aku ... aku bisa jelasin ini, kok, Kak!" tangkas Rindu.

Johan memutar bola mata. Lalu, melipat tangan di dada, berusaha menutupi rasa gugupnya. "Lo kenapa, sih? Lo ngikutin gue?"

"Lo kabur gitu aja, makanya gue kejar." Windy ikut melipat tangan di dada, seolah meniru gaya Johan yang sok santai.

Johan mengangguk. Ia tersenyum miring, melihat usaha Windy sampai mengejarnya ke ruang seni. Dari sorot mata Windy, pemuda tinggi itu sudah bisa menebak apa yang hendak Windy tanyakan padanya.

"Gimana rasanya tiba-tiba dihindari orang lain, tanpa lo tahu, salah lo apa?" sindir Johan.

Windy mengangkat sebelah alis, menatap Johan heran. Johan seperti sedang menyindirnya. Kata-kata yang Johan lontarkan tepat menusuk perasaannya.

"Lo penasaran, 'kan, kenapa hari ini Andra nggak masuk?" dengus Johan. "Andra masuk rumah sakit lagi. Semalem dia habis digebukin rame-rame sama preman jalanan."

"Lo serius?" tanya Windy memastikan.

"Emangnya muka gue keliatan kayak lagi bercanda?" balas Johan.

***

Andra menggambar pemandangan dari balik jendela kaca ruang rawat. Jari-jarinya tampak luwes bergerak di atas buku sketsa yang dipangkunya. Wajah tampan pemuda itu berhiaskan luka lebam dan memar, bekas pukulan para preman semalam. Walau begitu, Andra seolah tak merasakan sakit dan tetap menikmati kegiatan menggambarnya.

All About You [END]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon