#20. Panic Attack

288 35 1
                                    

Adhisty duduk di bangku kayu yang ada di taman atap El Medical Center. Ditemani segelas jus mangga, gadis ramping berambut pendek itu memperhatikan pemandangan perkotaan di depan. Gedung-gedung berdiri dengan sangat gagah, pemandangan yang sesungguhnya dia rindukan karena satu tahun berada dalam kurungan.

Masker dia turunkan meski kacamatanya masih terpasang. Banyak orang di tempat ini, artinya ada banyak yang akan melihat wajahnya. Kamera cctv pun terpasang di tiap sudut, membuatnya jelas akan tertangkap di sana. Namun, mau bagaimana lagi? Duduk dengan masker sambil menggenggam segelas jus di taman akan sangat mencolok, dia harus menghindari perhatian sebaik mungkin.

Awan di atas sana sudah mendung sejak beberapa saat lalu. Matahari hanya menampakan dirinya saat pagi saja, raja siang itu seakan tidur saat musim hujan tiba. Sangat jarang muncul. Namun, bagi Adhisty yang tidak menyukai panas cukup senang dengan itu. Setidaknya di musim hujan udara terasa lebih sejuk meski polusi sama sekali tak bisa dihindari.

Dia menyukai musim hujan, namun di musim itu dia sempat kehilangan kehidupannya. Musim hujan tahun lalu adalah musim hujan paling buruk bagi Adhisty. Diculik dan dikurung sama sekali tidak pernah terbayangkan oleh gadis itu. Saat itu dirinya baru pulang dari pekerjaan paruh waktu yang dia jalani. Bukan bekerja untuk uang, dia hanya melakukannya untuk menghindari rumah yang sangat menyebalkan. Urusan uang, dia tidak memusingkannya karena uang saku bulannya yang dikirim sang ibu lebih dari cukup untuk biaya hidup.

Mengingat rumah, dia jadi memikirkan apakah ibu dan ayahnya tahu kalau dia sempat diculik? Ah, untuk ayahnya sepertinya tidak ada kemungkinan, namun, untuk sang ibu, entahlah, Adhisty rasa masih ada harapan untuk dia sadar kalau anaknya hilang.

Gadis itu mengangkat tangan, menyedot minumannya sebelum kehadiran seorang anak laki-laki membuatnya menurunkan minuman. Berisi dan putih. Dua kata yang bisa Adhisty katakan untuk menjelaskan anak laki-laki di depannya ini. Entahlah untuk apa tujuannya, yang jelas anak itu kini diam seraya menyembunyikan tangannya di belakang tubuh.

Adhisty bukanlah tipikal gadis yang bersahabat, bahkan pada anak kecil sekalipun. Itulah kenapa kini dia hanya menatap sinis si anak, terang-terangan menunjukan ketidaksukaannya terhadap kehadiran anak itu.

Sinyal itu tampaknya ditangkap oleh si anak laki-laki, karenanya dia kini menunjukan tangannya yang dia sembunyikan, meletakan amplop coklat persegi panjang pada pangkuan Adhisty sebelum menunjuk arah kedatangannya dengan jari. "Om-om di sana bilang itu buat Kakak," katanya. Tanpa menunggu apa-apa, dia segera membalikan badan, berlari kencang, dan menubruk seorang wanita muda beberapa meter dari tempat Adhisty duduk. Menelusupkan kepalanya pada ceruk leher wanita itu, lalu tangis kencang mampu Adhisty dengar di telinganya. Oh, tunggu, apa dia baru saja membuat anak kecil menangis? Oke, tak apa, itu sudah biasa dan Adhisty hanya harus mengabaikannya.

Sekarang perhatian Adhisty tertuju pada amplop yang kini dia pegang. Bingung sekaligus penasaran, gadis itu memilih membuka amplop dan mengeluarkan isinya. Baru saja sedikit yang dia lihat, dia merasa jantungnya berhenti berdetak sesaat. Selanjutnya jantung itu berpacu sangat cepat dan membuat Adhisty merasa cemas tiba-tiba. Dia spontan berdiri, mengedarkan pandangannya ke segala arah guna mencari seseorang. Orang yang sekiranya terlihat mencurigakan.

Namun nihil, semuanya tampak normal. Kecemasannya kian bertambah, nyaris membuatnya kesulitan berdiri, dan kini dia kesulitan bernapas.

Pluk

Sesuatu terjatuh dari amplop itu, membuat Adhisty buru-buru mengambilnya sebelum orang lain melihat. Dia melihat benda yang terjatuh itu, sebuah kertas yang dilipat menjadi sangat kecil. Benda itu berbeda dengan isi amplop yang lain. Karenanya, meski sedikit kesulitan akibat rasa sakit di dada, dia memberanikan diri membuka lipatan kertas itu, melihat permukaannya yang memuat satu buah kata penuh tekanan.

The Secret [COMPLETED]Where stories live. Discover now