#38. Bertubi-tubi

167 13 1
                                    

Adhisty menutup pintu kamar mandi dengan handuk putih yang menutupi kepala. Dia tampak segar dengan kaos kuning kebesaran dan celana panjang putih yang membalut tubuhnya. Rambut pendek gadis itu basah karena dia memang baru saja selesai keramas.

Ini sudah pukul 1 siang, namun Adhisty masih belum menerima kabar apa-apa dari ACIN. Mereka sama sekali tidak menghubunginya. Ah, lebih tepatnya menghubungi ponsel Ian yang sengaja ditinggalkan di sini untuk sekedar jaga-jaga. Ayolah, dia sangat penasaran dengan perkembangan misinya. Padahal Amory dan Nevan pagi tadi dengan sombongnya mengatakan kalau orang tua Nevan yang mengurus, maka semuanya akan berjalan cepat. Tapi apa ini? Bukankah Nevan memberikan video itu tadi pagi? Mengapa sampai siang tidak ada apapun yang dia teri── tunggu, pikiran menggelikan tiba-tiba terlintas di kepala Adhisty. Mungkinkan ACIN sengaja tidak memberitahunya agar dia bisa melihat langsung apa yang terjadi?

Pemikiran itu membuat Adhisty segera mencari remot televisi. Setelah dapat, dia menekan salah satu tombol, menyalakan televisi, lalu entah kebetulan macam apa, namun berita sela yang sekarang memenuhi layar datar benda itu.

Berita sela. Pemirsa, diduga berkendara saat mabuk, sebuah truk kehilangan kendali dan menabrak pengendara lain di kawasan Sudirman.

Adhisty menghela napas berat. Huft, dia tampaknya terlalu berlebihan dan menggelikan. Ayolah, apa yang dia harapkan? Jelas-jelas ACIN akan menghubunginya kalau memang ada perkembangan atau apapun itu. Oke, mungkin masih memerlukan waktu, Adhisty hanya harus bersabar.

4 orang pelajar SMA menjadi korban dalam kecelakaan ini dan sekarang telah dilarikan ke rumah sakit terdekat.

Adhisty asalnya berniat mematikan kembali televisi, namun saat kalimat itu terdengar dia tak jadi melakukan itu. Entahlah, firasatnya mengatakan kalau dia harus menonton berita sampai akhir.

Narasi dari pembawa berita di studio telah berakhir, kini berganti menjadi reporter di TKP yang mengambil alih.

Pemirsa, seperti yang kita lihat, bagian depan truk mengalami kehancuran ekstrim akibat besarnya hantaman yang terjadi pada saat kecelakaan. Sopir truk yang mengalami luka-luka sekarang telah dilarikan ke rumah sakit bersama dengan 4 orang pelajar SMA yang juga terlibat dalam kecelakaan.

Bisa kita lihat, di belakang saya adalah mobil yang digunakan para pelajar──

Adhisty membeku. Mobil merah itu... hancur. Namun Adhisty tahu dan kenal dengan mobil itu. Dia pernah duduk di dalamnya, berkendara bersama beberapa orang yang akhir-akhir ini selalu bersamanya. Oke, mobil merah memang bukan hanya satu di kota ini, namun, Adhisty yakin itu adalah mobil Cakra yang selalu Nevan kendarai. Penjelasan selanjutnya dari reporter itu memperkuat klaim Adhisty. Jelas, sekarang telah jelas kalau 4 remaja yang disinggung itu adalah ACIN.

Tanpa disadari tangan Adhisty mendingin dengan kepalanya yang berubah pening. Oh, sial sekali, dia panik dan itu tidak baik. Adhisty memilih menjatuhkan diri di atas ranjang, mengatur napasnya dan berusaha agar tetap tenang. Oke, tidak apa-apa, tidak apa-apa, tidak apa-apa, ACIN tidak mungkin mati hanya karena kecelakaan semacam itu.

Berita selanjutnya. Ingatkah pemirsa dengan video pembunuhan yang beredar tiga hari lalu? Video viral yang bahkan belum mereda hingga hari ini. Untuk kali kedua, video yang sama kembali muncul, diunggah oleh akun Instagram salah satu aktris top tanah air dan berhasil mengguncang masyarakat. Sebelum pihak berwenang mengungkap wajah pelaku juga korban yang disamarkan dalam video pertama, aktris berinisial DH itu telah terlebih dahulu mengungkapnya dalam video tanpa sensor.

Badan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan telah bergerak sehubungan dengan video yang beredar. Menyisir seluruh kota guna menemukan pelaku yang ternyata masih seorang remaja. 

Adhisty terjatuh saat dia berusaha untuk berdiri, dengan pikiran kalut dan sesak yang semakin menjadi, Adhisty merangkak menuju laci di samping ranjang. Membukanya guna mengambil obat penenang dari sana. Begitu dapat, dia segera membuka wadah putih itu, menuangkan beberapa tablet pada tangannya yang bergetar hingga beberapa tablet jatuh berserakan. Tapi persetan, Adhisty tidak dalam kondisi untuk peduli dengan hal semacam itu. Beberapa tablet obat dia masukan ke dalam mulut, berusaha ditelannya meski kesulitan. Dia bahkan terbatuk karena itu. Menggenggam tangannya sendiri, Adhisty bersandar pada ranjang. Tubuhnya bergetar hebat, kepalanya pening, dan dadanya sakit. Dia ketahuan. Dia ketahuan. Dia ketahuan. Fakta itu berhasil mengguncangnya hingga titik tertinggi.

Keringat dingin dan air mata keluar tanpa diminta, Adhisty menutupi telinganya sendiri guna menghalau suara berita yang masih saja membahas tentang dirinya.

Lebih dari 10 menit Adhisty berjuang menenangkan dirinya sendiri, kini akhirnya dia sukses melakukan itu. Berita sela telah selesai 10 menit yang lalu, sekarang sudah berganti menjadi acara olahraga yang kerap tayang di stasiun itu. Adhisty bangkit berdiri, mengusap air matanya yang telah berhenti keluar dengan tangannya sendiri. Handuk di kepalanya sudah terjatuh sejak tadi, rambutnya juga sudah setengah kering meski kondisinya sangat acak-acakan. Dia butuh sisir untuk merapikan. Sayang, bukan rambut yang sekarang Adhisty pikirkan. Sekarang bagaimana dengan nasibnya? Bagaimana dengan ACIN? Hal-hal itu terus terputar di kepala Adhisty. Apakah dirinya akan masuk penjara? Ah, tidak bisa. Dia tidak boleh sampai tertangkap polisi. Setidaknya tidak sebelum kepala sekolah Purnama Biru masih berdiri di puncak kejayaannya. Hey, ayolah, Adhisty seratus persen yakin kalau dia tertangkap polisi, dirinya tidak akan berakhir di penjara, melainkan di tangan kepala sekolah sialan itu. Itulah yang sebenarnya dia takutkan. Dia tidak ingin kembali menuju neraka yang menyiksanya selama satu tahun terakhir.

Mengingat kepala sekolah, dia jadi memikirkan, apakah kecelakaan yang menimpa ACIN adalah rekayasa? Apakah itu kecelakaan berencana yang kepsek lakukan karena mereka menyentuhnya? Adhisty menggeleng, tidak, pasti tidak begitu. Dia tidak boleh berpikir berlebihan. Meski kepsek adalah orang gila, namun yang  Adhisty tahu, pria itu tidak akan nekat mencelakai orang di tengah keramaian. Kecelakaan tentu saja bisa diusut── ah, benar, berkat suap seksual orang itu memiliki kendali atas orang-orang penting di kota ini. Kalau begini ceritanya, maka mungkin saja pemikiran Adhisty benar. Uh, tunggu, seharusnya bukan ini yang Adhisty pikirkan. Dia harus memikirkan nasibnya sendiri! Bagaimana dia sekarang? Apa yang harus dia lakukan? Ah, ini juga tidak benar. Tidak ada waktu untuk berpikir, semuanya serba mendesak sekarang. Polisi sedang mencarinya dan Adhisty harus segera bergerak.

Maka dari itu dia bangkit berdiri, meraih jaket hitam dari dalam lemari Amory lalu memaikainya. Dia juga mengambil topi dan beberapa masker dengan warna senada. Membuka laci, gadis itu mengambil beberapa uang lembar berwarna biru milik Cakra. Bukan mencuri, Cakra sempat mengatakan dia bisa menggunakannya kalau butuh, dan sekarang dia membutuhkannya. Jadi, meski tidak tahu malu, tapi dia tidak salah bukan? Ah, tidak ada waktu untuk itu.

Memastikan wajahnya tersembunyi di balik topi dan masker, Adhisty segera mendekat ke arah pintu, membukanya, dan menjauh dari unit apartemen yang telah dia tinggali beberapa waktu kebelakang ini. Ada sedikit rasa bersalah yang menelusup di dadanya, bagaimanapun ACIN sekarang dalam kondisi buruk karena kecelakaan mereka, namun mau bagaimana lagi? Dirinya juga berada di kondisi super buruk. Biarlah, ACIN, atau setidaknya Cakra pasti mengerti dengan ini. Meski begitu, dia menyempatkan diri untuk berharap agar ACIN tidak kenapa-napa.

•••

02.12.2022

The Secret [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang