#33. ACdA

184 20 1
                                    

"Whahh, Albert bisa-bisanya upload konten beginian. Mana nggak ada penjelasan apa-apa."

Menyimpan ponsel Amory di sisi tubuhnya, Nevan mengatakan kalimat itu seraya menyandarkan diri pada sofa. Lebih dari dua kali menonton video menggemparkan itu, Ian akhirnya puas meski sejujurnya sangat heran dengan pemilik akun YouTube yang tiba-tiba membagikan video semacam itu.

"Bentar lagi juga pasti ngilang. Seinget gue YouTube ngelarang penyebaran video kayak gitu. Albert aja yang terlalu hebat," seloroh Ian yang sejak tadi masih memasukan makanan ke dalam mulutnya.

"Lihat-lihat, Albert dibawa kejaksaan. Whahh, karir dia yang lagi dipuncak bakal anjlok nggak, ya?" Kali ini giliran Amory yang berkata, menunjuk televisi guna memberitahu temannya soal berita yang tayang.

Lama waktu berlalu, azan magrib sudah berkumandang disusul dengan gemuruh petir juga hujan. Menolehkan kepala ke arah jam di sisi ranjang, Ian yang baru saja selesai sholat magrib itu berkata, "Si Cakra sama Adhisty kok nggak balik-balik? Udah lama banget loh ini."

"Mereka juga nggak ada hubungin kita. Nggak mungkin, kan, diculik meski Cakra pake seragam?" tanya Amory memikirkan kemungkinan paling mengerikan. Ayolah, setelah dirinya bebas, sangat tidak adil kalau giliran Cakra yang mencicipi penjara.

Nevan menggelengkan kepala. "Jangan mikir aneh-aneh, Ry. Seharusnya nggak mungkin karena sekarang masih sore," ucapnya. Meraih ponselnya sendiri, dia kemudian menyalakannya. "Biar gue hub──"

Bunyi tak asing dari arah pintu membuat Nevan menghentikan kalimatnya. Seseorang tengah memasukan pin apartemen Amory dan menurutnya itu sudah pasti Cakra. Selain mereka bertiga yang sudah ada di dalam, hanya Cakra dan Adhisty yang mengetahui sandi masuk tempat ini. Jadilah, dugaannya tidak mungkin meleset.

"Astaga, chinggu, kalian abis India-indiaan? Basah kuyup banget," seru Amory kala pintu terbuka dan sosok Cakra juga Adhisty menampakkan diri mereka dengan sekujur tubuh yang sangat basah.

"Lo cukup pintar, Ry, di luar ujan deras," balas Cakra melangkahkan kakinya masuk. Meminta Adhisty untuk membersihkan diri duluan sedangkan dirinya hanya bisa berdiri tak jauh dari pintu.

"Kalian abis dari mana?" Ian bertanya, melemparkan handuk putih yang baru diambilnya pada Cakra. Cukup kasihan melihat temannya yang menggigil kedinginan.

Menangkap handuk itu, Cakra menggunakannya untuk menutupi bahu. "Semacam jalan-jalan?" jawabnya dengan nada tanya yang disengaja.

"Cakra Algev nggak jelas Lesmana," komentar Nevan yang dibalas Cakra dengan dengusan.

"Omong-omong, tadi Adhisty kenapa, Cak? Tiba-tiba lari begitu." Amory yang memang sudah penasaran sejak tadi memilih bertanya pada Cakra. Sungguh, dia sangat heran dengan tingkah dua orang itu tadi.

Cakra yang mendegarnya terdiam sesaat, menjilat bibirnya sendiri, lalu melirik pintu putih kamar mandi. Memilih patuh pada janjinya, dia kemudian membalas, "Semacam trauma? Dia udah lihat hal keji selama setahun ini, jadi, ya, gitu, deh."

Terdengar masuk akal. Maka dari itu Amory, Ian, dan Nevan sama-sama menganggukan kepala seolah paham. Itu membuat Cakra diam-diam bersyukur. Ingatannya kini menjelajah, mengingat beberapa saat ke belakang di mana dirinya masih berada di halte dengan Adhisty.

•Flashback on•

"Cakra."

Panggilan itu membuat Cakra menoleh ke samping. Setelah menceritakan segala hal tentang suap seksual secara rinci, Adhisty dan dirinya sama-sama terdiam. Seperti sebelumnya, mereka hanya memperhatikan hujan tanpa kata apapun. Namun kini, Adhisty kembali buka mulut, membuat Cakra memberikan perhatian penuh pada gadis itu.

"Kenapa?" tanya Cakra.

"Soal ini... gue boleh minta tolong jangan kasih tahu teman-teman lo yang lain?"

Cakra bungkam. Satu tangannya naik dan menggaruk telinganya sendiri meski sebenarnya itu tidak gatal sama sekali. Oh, rasanya permintaan Adhisty yang ini cukup sulit.

"Mereka pasti ngerti," ucap Cakra setelah beberapa saat.

"Lo lebih paham dengan teman-teman lo daripada gue. Tapi lo nggak tahu soal gue. Gue nggak siap untuk itu, Cak," ungkap Adhisty.

Ah, Adhisty benar. Gadis itu menyembunyikan hal sepenting ini dari ACIN sebelumnya pasti bukan hanya karena dia takut ACIN membencinya.

"Gue nggak tahu bisa atau enggak nyembunyiin sesuatu dari mereka. Tapi gue akan coba," putus Cakra setelah beberapa saat menimang. Oke, tak apa, dia percaya masalah ini akan segera berakhir. Masalah suap juga pasti akan terungkap saat Kepsek ditangkap nanti, dia tidak akan membodohi teman-temannya terlalu lama.

"Tapi, tujuan Kepsek publikasiin video lo untuk apa?" tanya Cakra membelokan topik pembicaraan.

Tanpa kesulitan atau berpikir lama, Adhisty segera menjawab, "Gue disuruh kembali. Itu peringatan. Kalau gue nggak balik ke sana, mereka akan ekspos keseluruhan video. Tanpa sensor sama sekali."

Cakra tertegun. Ayolah, bagaimana bisa kepala sekolahnya sekejam itu? Ah, sekarang dia sangat tidak ingin menganggap pria brengsek itu sebagai kepala sekolahnya.

"Lo──"

"Tiga hari. Gue akan percaya si babi gemuk sialan itu nggak akan gerak selama itu. Tiga hari sampai batas waktu baterai kamera habis, kita harus hancurin Kepsek dalam waktu itu."

•Flashback off•

•••

28.11.2022

The Secret [COMPLETED]Where stories live. Discover now