#64. Serangan Malam Hari

131 17 1
                                    

Merasakan hembusan angin yang menerpa di halaman belakang, Neo memperhatikan beberapa ikan hias yang terjebak dalam akuarium.

Ada Number 1 di sekitarnya, tengah duduk dengan secangkir teh di sisi tubuhnya. Entah apa yang dia perhatikan dan pikirkan, Neo sendiri tidak pernah tertarik akan itu.

Tak seperti biasanya, tidak ada jas hujan yang melapisi tubuh Neo, tidak ada juga topeng putih yang biasa menempel di wajahnya. Pria itu sekarang terlihat normal, sangat normal dengan setelan kasual di tubuhnya. Kaus hitam bergambar kota New York, celana cream sebatas lutut, dan sandal rumahan.

"Ayah," panggil Neo tanpa mengalihkan perhatiannya dari para ikan dalam akuarium.

"Hm, kenapa?" Yah, sama seperti Neo, Number 1 pun merespon tanpa mengalihkan pandangannya.

"Kenapa ayah lama sekali? Bukannya ayah janji akan memberikan saya identitas setelah hukuman itu?" tanya Neo. Suaranya tetap tenang dan teratur meski yang dia singgung adalah hal semacam itu.

Akhirnya Number 1 menatap Neo meski hanya punggungnya. Menatapnya dengan sorot... seperti sedih namun terasa janggal. "Maafkan ayah, Neo, ayah sangat sibuk akhir-akhir ini. Untuk menunjukan kamu, ACIN harus ke ruang bawah tanah. Ayah juga perlu Amory untuk itu, namun Amory masih berada di rumah sakit. ACIN juga sudah melepas tangan mereka dari kita, Neo. Maafkan ayah, tapi sepertinya kamu harus bertahan lebih lama seperti ini," paparnya.

"Ayah tidak tahu apapun."

Kalimat singkat itu membuat Number 1 mengerutkan dahi. Tidak tahu apa-apa? Bagaimana maksudnya? Dari semua orang, putranya itu yang paling tahu kalau dirinya tahu segalanya.

"Maksud kamu?" tanya Number 1 masih tak mengerti.

Neo menghela napas berat, setelahnya dia membalikan badan dan menatap ayahnya. "Adhisty ada di rumah Cakra. Cakra dan Nevan masih ingin membantu gadis Seiren itu," ucapnya.

"Apa?!" Tentu saja Number 1 terkejut. Ayolah, dia sama sekali tak tahu tentang itu. Adhisty ada di tengah-tengah Lesmana? Hey, kenapa bisa Cakra lebih pandai daripada polisi? Ah, apa sejak awal Adhisty memang lari ke tempat Cakra? Tapi rasanya tidak mungkin mengingat segala penjagaan El Family. Lalu, apa yang terjadi?

"Kamu tidak bercanda bukan?" tanya Number 1 ingin memastikan.

Neo menggidikan bahunya. "Saya tidak suka lelucon," paparnya.

"Kalau begitu sangat bagus. Apa yang sekarang mereka lakukan?" Number 1 tampaknya sangat antusias. Dia sangat bersemangat begitu tahu ACIN masih belum melepaskan tangan mereka dari dirinya. Oke, dia tidak akan salah perhitungan kali ini.

"Mereka hanya fokus mencari bukti dari luar. Sepertinya mereka tidak berniat untuk masuk ke ruang bawah tanah lagi. Kalau kita tidak bekerja dengan Number 2, bukti yang mereka punya sudah cukup untuk menyeret Mr. Pig ke penjara dan ruang bawah tanah akan diselidiki. Huh, sebaiknya ayah berhubungan baik dengan Number 2, dia sangat berguna," jelas Neo.

"Hm, mereka bermain aman kali ini, ya? Tidak apa-apa, ayah akan cari cara agar semuanya berhasil."

•••

Lampu di kamar Cakra mati sejak berjam-jam lalu. Sengaja dimatikan saat Cakra juga Adhisty sudah ingin tidur dan menjemput mimpi mereka.

Adhisty menempati tempat tidur Cakra, membungkus dirinya dengan selimut tebal dan tidur dengan nyaman. Saat pertama kali datang ke sini dia mengatakan bisa tidur di sofa ataupun di karpet, namun Cakra bersikeras memintanya untuk tidur di atas ranjang dan Cakra di sofa. Menyatukan dua sofa, lalu tidur dengan selimut cadangan yang dia punya. Bagaimanapun tidak mungkin Cakra hanya memiliki satu selimut.

The Secret [COMPLETED]Where stories live. Discover now