#83. Neo Itu...

163 19 3
                                    

"Halo, kita bertemu lagi."

Amory tahu yang ada di hadapannya adalah Nevan, namun entah kenapa rasanya sangat aneh. Itu wajah Nevan, itu tubuh Nevan, itu suara Nevan, namun kenapa aura dan cara bicaranya terasa berbeda?

"Tidak ingat pertemuan kita?" tanya Nevan yang membuat Amory semakin merasa aneh. Dia bahkan hanya bisa diam saat Nevan meraih kedua pedang dan mulai berdiri. Sedikit menjauh dari Amory, pria itu tiba-tiba mengayunkan pedang pada ruang kosong di depannya. Semula hanya ayunan tipis dan biasa saja, namun seiring waktu ayunan itu berubah indah dan teratur. Nevan dengan lihai menunjukan kebolehannya dalam berpedang meski tanpa lawan, menari dengan sangat indah dan itu membuat Amory membeku di tempatnya.

"Van, apa yang lo lakuin?!" Ian sedikit berteriak, tak habis pikir dengan Nevan yang malah melakukan hal aneh di tengah-tengah situasi buruk ini.

Nevan kini berhenti, menoleh pada Ian, lalu mengatur napasnya sebelum berkata, "Saya bukan Nevan."

Ian dan Cakra sama-sama mengerutkan alis, menatap aneh sahabat mereka itu.

"Van, lo──"

Brakkk

Suara nyaring terdengar saat Nevan tiba-tiba menjatuhkan satu pedangnya, tangannya yang bebas kembali naik dan meremas sisi kepalanya. Kedua matanya terpejam, pria itu kembali seperti orang yang sedang kesakitan.

"Van."

Cakra menghampiri Nevan, menepuk bahu pria itu ingin menyadarkan.

Rasa sakit yang Nevan rasa mulai mereda, matanya kini terbuka meski satu tangannya masih meremas kepala. Merasakan dirinya menggenggam sesuatu, Nevan melirik tangannya. "Ini... apa?" tanya pria itu dengan suara kecil.

"Hm, jagoan saya kalah lagi."

Perkataan itu membuat semuanya menoleh pada Nendra yang barusan bicara.

"Kamu memang tamu yang tangguh, Van, terlebih di tengah-tengah teman-teman kamu," lanjut Nendra.

"A, kalian mau dengar hal menarik tentang siapa Nevan Abraham sebenarnya?"

Ian mendekat pada Amory, menuntun temannya itu untuk berdiri karena merasa ada yang aneh dengannya sejak Nevan memegang pedang. Ingin bertanya namun waktunya sangat tidak pas, apalagi dengan Nendra yang mulai mengocehkan hal tidak jelas.

"Nggak ada jawaban? Oke, dengerin baik-baik, ya, anak-anak," ucap Nendra meski tidak ada yang menanggapi. Lagipula dia tahu semuanya mendengarkannya.

"Anak yang di sana itu..." Menunjuk ke arah Nevan, Nendra melanjutkan, "hanya tamu keras kepala yang merasa seperti tuan rumah."

Jujur saja, baik ACIN, Adhisty, ataupun Ajeng sama-sama tidak mengerti dengan apa yang Nendra bicarakan.

"Putra Om terlahir spesial, dia lebih unggul dari anak yang lainnya. Lebih cerdas, lebih mandiri, dan lebih baik. Tapi satu kelemahannya, dia tidak bisa berpura-pura. Vellia selalu khawatir dengan perbedaan putra Om itu, yah, wajar bagi seorang ibu yang cuma orang biasa buat khawatir saat anaknya lebih pendiam dan punya pikiran lebih dewasa dari anak seusinya. Apalagi gelagat dan cara bicara putra Om yang emang menunjukan kualitas lebih unggul. Kalian tahu? Putra Om sangat takut kalau Vellia, ibunya mandang dia aneh karena hal itu. Apalagi di sekolah dasar dia juga dipandang sebagai monster aneh sama teman-temannya, saat itulah, 10 tahun lalu, saat putra Om berusia 8 tahun, di puncak ketakutannya, Nevan muncul sebagai pelindung putra Om."

Jujur, Ian merinding saat Nendra menceritakan itu. Dia memang tidak memahami seluruh ucapan Nendra, namun tetap saja dia sedikitnya mengerti.

"Pe-pelindung?" beo Nevan tergagap. Ayolah, sejak tadi Nendra membicarakan putranya, namun yang Nevan rasa putra yang orang itu bicarakan bukan dirinya. Tapi, Nevan tidak punya saudara. Oh, Nevan sungguhan buram dengan ini semua.

The Secret [COMPLETED]Where stories live. Discover now