#74. Ikatan

134 18 2
                                    

Tim investigasi khusus dibentuk untuk mengungkap kasus penculikan raksasa yang semakin panas akhir-akhir ini. Kantor mereka berlokasi di Polda Metro Jaya dan anggotanya adalah orang-orang elit akibat perhatian massa dan pemerintah sangat besar untuk kasus yang satu ini.

Sejauh ini satu orang telah ditangkap karena bukti yang ditemukan di hutan tempat sekumpulan jasad berada.

Kondisi jasad yang tak biasa, bukti lanjutan yang membuat banyak praduga berat membuat tim ini dibentuk akibat dugaan kasus yang kemungkinan lain dari yang lainnya.

Mengetahui itu, ACIN dan Adhisty hendak keluar dan menuju polda karena ingin menemui kepala sekolah mereka. Namun, saat pintu apartemen Nevan buka, keberadaan seorang wanita dengan penampilan elegan membuatnya mengernyitkan dahinya.

"Ibu ini... siap──"

"Mampoos owner Seiren mampir ke apart gue. Gue harus bangga, kan, ya?"

Nevan yang asalnya ingin bertanya tak jadi melakukan itu karena Amory yang memotong kalimatnya. Owner Seiren, ya? Ah, Amory memang sempat mengatakan kalau ibu Adhisty datang ke Indonesia dan semalam mampir ke ruang rawatnya. Gadis itu mengatakan kalau melihat drama ibu dan anak dan juga mendapatkan tanda tangan gratis dari Sena, desainer top kelas dunia tanpa harus bersusah-susah.

"Nevan, ya? Teman putri saya," ucap Sena melepaskan kacamata hitamnya.

Nevan nyengir garing, sedikit aneh karena disebut teman Adhisty. Pria itu menyingkir dari pintu, membiarkan Sena masuk ke dalam apartemen studio ini.

"Mom ngapain ke sini? Aku udah bilang punya urusan yang harus aku selesaikan." Adhisty tentu saja bertanya-tanya karena ibunya yang sangat seenaknya ini. Yah, dia memang ibunya, namun, ayolah, hubungan mereka tidak sedekat itu hingga Sena bisa mengunjunginya setiap hari seperti ini.

"Sayang, Mom tentu saja rindu sama kamu. Gimanapun kita udah lama nggak ketemu," balas Sena menuntun Adhisty yang berdiri untuk duduk di sofa putih yang tersedia.

"Aku sibuk," ucap Adhisty terdengar dingin. Dia bahkan memalingkan wajah dari ibunya yang menatapnya hangat.

Sena tersenyum, menyelipkan rambut Adhisty ke belakang telinga putri satu-satunya itu seraya berkata, "Sibuk ngapain, Sayang? Kamu seharusnya ikut Mom pulang. Tapi lebih baik kamu selesaikan dulu tanggung jawab kamu, Mom yakin hukumannya nggak akan berat. Mom akan usaha buat semuanya jadi mudah."

Sejak semalam topik ini memang sudah disinggung oleh Sena, namun, ada satu hal yang membuat Adhisty bertanya-tanya. Menurunkan pandangannya, Adhisty mengepalkan tangan sebelum berucap, "Aku bunuh orang, Mom. Deri Bagaskara. Suami, Mom." Yah, sejak mereka bertemu, ibunya itu tak kunjung membahas soal Deri Bagaskara, padahal Adhisty mengira sang ibu akan mengasingkannya karena masalah ini.

Sena masih tampak biasa, wanita cantik itu menyentuh tangan Adhisty, menggenggamnya lembut. "Dia memang suami Mommy, tapi, hey, kamu lebih berharga daripada dia. Kamu memang salah, Sayang, kamu nggak seharusnya ngelakuin itu. Tapi, Mom percaya situasinya memang nggak bagus. Maafin Mom karena kamu ngalamin hal buruk selama di sini. Harusnya Mom nggak nyerahin kamu sama ayah kamu," jelasnya merengkuh Adhisty saat kalimatnya berakhir. Dia tahu putrinya itu terluka, putrinya kesulitan karena kejadian itu. Jujur saja dia sangat terkejut saat mendapatkan informasi itu, namun, yah, Adhisty pasti sadar kesalahannya dan dia tidak perlu memarahi Adhisty. Lagipula yang harus dia lakukan bukan memarahi, melainkan memahami. Kesalahannya memang fatal, sangat fatal, namun, sekali lagi dia tahu Adhisty sadar itu, perannya sebagai seorang ibu untuk menyadarkan sudah tidak perlu.

Jujur saja kalimat itu membuat Adhisty goyah, dia merasa cukup senang mendengarnya karena ibunya membuatnya merasa sangat disayangi. Namun, dia tidak boleh goyah, ibunya adalah Sena, owner Seiren yang mementingkan brand di atas apapun. Orang itu bahkan baru datang sekarang, saat dirinya sudah lebih dari satu bulan menjadi buronan dan hidup di antah berantah.

"Ibu Adhisty agaknya sayang banget sama Adhisty," Nevan bergumam, memastikan hanya teman-temannya yang mendengar kalimatnya. Bagaimanapun dia tidak ingin mengganggu ibu dan anak yang dalam kondisi melankolis itu.

Sena melepaskan pelukannya, mengalihkan pandang dari Adhisty pada empat remaja yang berdiri kaku di dekat meja belajar. Senyum timbul pada bibirnya, membuat ACIN juga seketika tersenyum canggung dan Amory menggaruk kepala meski tak gatal. Sungguh, rasanya aneh sekali saat melihat owner Seiren di depan mata mereka. Ayolah, Sena bukanlah orang sembarangan.

"Kalian yang membantu Adhisty selama ini bukan? Terima kasih karena melakukan itu meski keadaan Adhisty sedang sulit. Lain kali kita harus makan malam bersama," ucap Sena.

"Kamu yang perempuan, Amory... benar? Kondisi kamu sudah baik?"

Amory mengangguk kecil, semakin merasa aneh dan senang karena owner Seiren mengetahui namanya. Sudah dia duga, membantu Adhisty memang sangat menguntungkan. "Baik. Baik banget malah," jawabnya jelas.

"Anu..."

Sena kini menatap orang yang paling tinggi diantara mereka, lelaki dengan kaus merah dan celana panjang yang barusan membuka mulut. Nevan. "Iya?" sahutnya.

"Saya Nevan, anaknya Nendra Abraham, pengacara yang... em, Tan── ah, Ibu suruh buat cari Adhisty. Kalau Ibu ketemu ayah saya, tolong jangan bilang kalau saya terlibat lagi sama Adhisty. Maaf, tapi, seperti yang Ibu tahu, Adhisty sekarang masuk di DPO."

Entah untuk alasan apa, Sena memunculkan raut tak biasa. Dia seperti bertanya-tanya dengan apa yang Nevan katakan. "Nendra? Pengacara? Ah, pengacara yang empat tahun lalu menangani masalah itu. Tapi, sejak kapan saya meminta Pak Nendra mencari Adhisty?"

Nevan tentu saja membeku karena kalimat yang dilontarkan Sena. Tunggu, apa-apaan itu? Kenapa Sena seolah mengatakan kalau dia tidak pernah meminta ayahnya mencari Adhisty. Ah, dia bahkan menyiratkan kalau dia berhubungan dengan Nendra hanya soal kasus empat tahun lalu.

"Bukannya Anda meminta Om Nendra cari Adhisty berbulan-bulan lalu, ya? Om Nendra juga yang dulu kasih tahu Anda soal kasus Adhisty dan Om Deri." Kali ini Cakra yang buka suara, merasa ada yang salah dengan situasi yang terjadi saat ini.

Sena malah tampak semakin kebingungan, menatap Cakra lamat, dia jelas tahu kalau anak itu serius dengan pertanyaannya. Tapi, ini betul-betul keliru. "Sepertinya ada kesalahan, saya sama sekali tidak berhubungan dengan Pak Nendra setelah masalah empat tahun lalu itu. Lagipula saya baru tahu kasus putri saya lima hari lalu, setelah menyelesaikan acara yang terlanjur diadakan, saya langsung terbang ke sini. Kalau saya tahu sejak awal kondisi Adhisty, saya tidak mungkin datang setelat ini," ungkapnya.

Cakra, Ian, Amory, dan Adhisty sama-sama membawa pandangan mereka pada Nevan. Melihat lelaki itu yang kini tampak setengah linglung. Sebenarnya apa yang terjadi? Nevan juga tidak mungkin berbohong, namun, Nendra? Oh, tidak masuk akal kalau Nendra hanya mengada-ngada.

"Tante nggak bercanda, kan?" tanya Nevan.

"Ayah kamu bahkan tidak tahu saya memiliki putri."

Sena tidak mungkin berbohong, Nevan sangat tahu itu. Tidak ada alasan bagi owner Seiren membohongi dirinya dengan hal semacam ini. Namun, kalau Sena benar, kalau Sena tidak pernah sekalipun meminta tolong pada ayahnya, lantas, kenapa Nendra tahu Adhisty adalah Seiren dan gadis itu menghilang?

•••

31.01.2023

The Secret [COMPLETED]Onde histórias criam vida. Descubra agora