#68. Memilih Mengungkapkan

139 16 2
                                    

Bel tanda berakhirnya jam pelajaran berdering. Guru di depan kelas sudah bersiap untuk pergi dan para murid pun sudah membereskan alat tulis mereka. Guru yang mengajar di 12 IPA 6 kali ini memang sangat sigap, dia sudah tahu waktu mengajarnya akan selesai dan mengakhiri pelajaran dua menit sebelum bel terdengar.

Selesai berdoa dan mengucapkan terima kasih dan salam, para murid bangkit berdiri. Berbondong-bondong keluar dari kelas dengan tas di punggung mereka.

Ian, Cakra, dan Nevan juga keluar meski mereka melakukannya terakhiran. Sengaja karena tidak ingin berdesakan.

Berjalan beriringan di koridor, Ian yang berjalan seorang diri di belakang memperhatikan bagian kepala Nevan dan Cakra bergantian. Menimang beberapa saat, pria itu kemudian menerobos ke tengah-tengah dua temannya, merangkul bahu mereka meski sedikit kesusahan akibat tingginya di bawah Nevan dan Cakra.

"Mampir Mekdi sebelum ke rumah sakit, yuk," ajak Ian pada dua temannya.

Cakra memasukan satu tangannya pada saku celana, tetap berjalan tanpa menolak rangkulan Ian. "Gue hari ini nggak ke RS," ucapnya.

"Gue juga," timpal Nevan.

Ian melepaskan rangkulannya, berjalan lebih cepat kemudian membalikan tubuhnya meski kakinya tetap bergerak. Dia berjalan mundur kali ini. "Lagi?" tanyanya. "Kemarin juga kalian nggak ke RS. Kalian nyembunyiin sesuatu dari gue sama Amory, kan?"

"Jangan suuzon jadi orang," papar Nevan menyangkal kalimat Ian.

Ian menunjukan jari telunjuknya, menggerak-gerakan jari telunjuk itu ke kanan dan kiri bersamaan dengan kepalanya yang menggeleng. "Guys, kalian masih anggap gue teman, kan?"

Nevan dan Cakra sama-sama menghentikan langkah mereka, membuat Ian juga ikut berhenti.

"Lo lagi cosplay jadi anak SD?" tanya Cakra.

Ian mengerutkan alisnya dan berkata, "Nanya doang, Cak. Kalian beda soalnya. Nevan yang paling menonjol. Van, lo nggak mungkin absen ketemu Amory lebih dari satu hari."

"Affah iyah? Gue ada urusan pen──"

"Gue sama Amory tahu kalian nyembunyiin cewek di kamar Cakra. Apa itu?" Sebelum Nevan sempat merampungkan kalimatnya, Ian telah terlebih dahulu memotongnya dengan perkataan yang membuat Cakra menjatuhkan rahang.

"Vc kemarin. Kami lihat cewek itu kemarin meski cuma sekilas," lanjut Ian menjelaskan.

"Yan, jangan mikir aneh-aneh," ucap Cakra tidak ingin Ian mencapnya dengan hal yang sama sekali tak pernah Cakra pikirkan.

"Mikir aneh? Anggap lo brengsek misalnya? Ayolah, Cak, kita udah berteman lama, lo nggak mungkin aneh-aneh sama cewek. Pasti ada alasan bagus, kan? Apa itu?"

Cakra dan Nevan saling berpandangan, keduanya seolah berbicara lewat tatapan mata dan itu membuat Ian semakin yakin kalau ada yang disembunyikan darinya.

Setelah beberapa detik, Nevan dan Cakra memalingkan muka, sama-sama beralih pada Ian kemudian Nevan berkata, "Lo sekarang ke RS aja, Yan. Nanti gue sama Cakra nyusul."

•••

Kesibukan bandara terpampang dengan sangat nyata. Di tengah-tengah itu, seorang wanita paruh baya pemilik rambut panjang yang digerai menyeret koper dengan tangan kanannya. Kacamata hitam tersemat di wajahnya, pakaian modis dan sepatu putih hak tinggi membuatnya terlihat sangat elegan. Yah, dia memang paruh baya, namun, siapapun yang melihatnya tidak akan ada yang menyangka dia berada di usia itu. Dia benar-benar keberadaan nyata dari kata awet muda.

Keluar dari bandara, dia disambut dengan sebuah mobil mewah mengkilap yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Seorang pria dengan setelan jas membukakan pintu penumpang untuk wanita itu, membuat si wanita masuk ke dalam mobil tanpa mengatakan sepatah katapun.

Selesai menutup pintu dengan sangat sopan, pria tadi mengambil alih koper yang ditinggalkan, membawannya ke bagian belakang mobil guna memasukan benda itu ke bagasi. Begitu selesai, dia buru-buru melangkah menuju bagian depan mobil, membuka pintu kemudi, lalu masuk ke dalam.

Tanpa berbicara dia menyalakan mesin, melajukan mobil hingga meninggalkan tempat semula. Membawa mobil itu untuk bergabung dengan banyaknya kendaraan di jalan raya. Hanya satu tujuannya, hotel mewah yang sudah dipesan orang yang duduk nyaman di kursi penumpang.

•••

Nevan turun dari taksi tepat di hadapan rumah sakit tempat Amory dirawat. Tidak hanya dirinya yang turun, karena bersamaan dengan itu seorang gadis dengan pakaian yang sangat tertutup juga keluar dari dalam taksi. Topi putih menutupi kepalanya, masker warna senada terpasang dan menyembunyikan wajah bagian bawahnya. Dia memakai pakaian panjang yang sedikit kebesaran berwana merah muda, membuatnya sama sekali tak mencolok terlebih karena Nevan berjalan di sisinya. Kalau tidak diperhatikan secara jelas, tidak akan ada yang tahu kalau Adhisty adalah orang yang dicari polisi. Terlebih saat wajahnya tersembunyi di balik topi dan masker.

Cakra memiliki sopir dan bodyguard baru yang menjemputnya ke sekolah, jadi, dirinya tidak bisa sembarangan ke apartemen Amory apalagi saat Adinata tahu kalau Amory masih belum pulang dari rumah sakit. Dia tidak ingin membuat Adinata curiga hingga berakhir mengetahui keberadaan Adhisty. Bagaimanapun, sopir dan bodyguardnya adalah orang Adinata. Maka dari itu Cakra berangkat ke rumah sakit secara terpisah. Nevan tahu Cakra akan ke suatu tempat terlebih dahulu sebelum ke sini, mungkin temannya itu akan datang beberapa saat lagi. Tak apa, Nevan percaya diri akan bisa mengurus ini seorang diri.

Tidak seperti biasanya, Nevan mengetuk pintu ruangan Amory terlebih dahulu sebanyak tiga kali sebelum dia menggeser pintu itu. Menampakan dirinya dengan Adhisty di belakang.

Di dalam tentu saja ada Amory, tengah asik memakan apel yang setengahnya sudah hilang. Ian juga ada di sana, duduk di sofa yang disediakan dengan seragam Purnama Biru yang masih melekat di tubuhnya. Kedua orang itu sama-sama menyorot ke arah pintu berada. Lebih tepatnya pada Nevan dan Adhisty yang masih belum disadari mereka.

Melangkah lebih dalam, Adhisty melepas topinya, membuat Ian membulatkan mata dan Amory tersedak apel yang dikunyahnya. Adhisty masih mengenakan masker, namun karena waktu yang mereka habiskan cukup lama, Ian dan Amory langsung mengenali gadis itu.

"Van, ini maksudnya..." Ian berdiri, menggantung perkataannya dengan sorot yang terpaku pada Adhisty. Jujur, dia tidak percaya temannya itu membawa Adhisty ke hadapannya.

Nevan mendekat pada Ian, merangkulnya kemudian mengarahkan pria itu untuk keluar dari ruangan. "Ry, Cakra bentar lagi ke sini. Gue titip Adhisty bentar," ucapnya sebelum benar-benar pergi dari ruangan. Dia tentu harus memberikan penjelasan pada Ian agar pria itu tenang dan mengerti.

•••

05.01.2023

The Secret [COMPLETED]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin