#71. Go Publik

136 16 2
                                    

Hutan yang asalnya sangat sepi dan menyeramkan, kini berubah menjadi sangat ramai akibat orang-orang yang memenuhi tempat itu. Suara sirine polisi, suara khas sambungan handy talkie, bunyi jepretan kamera, dan lain sebagainya menciptakan suasana getir dan sesak.

Pukul 03.00 dini hari, setelah berjam-jam pencarian oleh anggota kepolisian dibantu anjing pelacak, sebanyak 12 mayat ditemukan di berbagai titik hutan. Ada yang sudah menjadi kerangka, ada yang membusuk, dan dua diantaranya masih menjadi mayat utuh. Satu adalah mayat yang paling pertama ditemukan, mayat yang entah kenapa kakinya mencuat keluar dari tanah. Tampaknya mayat yang satu itu tidak dikubur dengan baik.

Yah, 12 sudah ditemukan, namun sejauh ini pencarian masih belum berakhir karena dugaan ada lebih banyak mayat yang terkubur.

Cakra, Ian, dan Nevan sekarang tengah berada di dalam mobil polisi yang melaju di jalanan, hendak menuju polsek karena bagaimanapun mereka harus memberikan pernyataan.

Mereka memang sempat terguncang saat menyadari apa yang Amory temukan, namun itu tak berlangsung lama karena setelah mengirim Amory dan Adhisty menjauhi hutan, Ian menelpon polisi. Melaporkan apa yang ada di hutan ini hingga beberapa saat kemudian sebuah mobil patroli menghampiri mereka. Memastikan laporan Ian ternyata bukan keisengan semata, polisi itu memanggil lebih banyak orang hingga beginilah akhirnya. Bahkan, entah bagaimana caranya wartawan pun ikut mengendus hal ini dengan cepat dan berkumpul di TKP.

Mobil berhenti di parkiran polsek setempat. Cakra, Ian, Nevan, dan seorang petugas polisi keluar dari sana. Mengarahkan tiga remaja itu memasuki polsek, petugas polisi itu memposisikan diri di meja kerjanya. Duduk di atas sebuah kursi dengan perangkat komputer di hadapannya.

"Nevan Abraham, Cakra Algev Lesmana, dan Darian Bagaskara, ya?" Petugas itu memperhatikan KTP milik tiga remaja yang duduk berjejer di hadapannya. Meletakan benda itu di atas meja, dia kemudian membawa pandangan pada Cakra dan dua lainnya. "Jadi, kenapa kalian bisa ada di tempat seperti itu? Kalian juga bukan penduduk sekitar," tanyanya.

"Mereka orang-orang yang hilang, kan?" Bukannya menjawab apa yang ditanyakan, Ian malah balik bertanya dan membuat petugas itu menatapnya dengan satu alis yang sedikit naik.

"Belum ada yang tahu," ucap petugas seraya menggidikan bahunya.

"Mereka memang korban penculikan remaja, Pak. Wajah jasad pertama saya ingat ditampilkan di televisi," papar Nevan yang tampaknya tidak peduli dengan sesi introgasi ini.

Petugas polisi itu tampak berpikir, mungkin mengingat-ingat hingga akhirnya satu alisnya naik ke atas. "Sepertinya kamu benar, hmmm, Nevan?"

"Kasus kartel orang-orang penting yang melibatkan Lesmana, apa Anda terlibat, Pak?" Cakra tiba-tiba bertanya seperti itu seraya menatap petugas di depannya penuh selidik.

Ini adalah luar kota, terlebih daerah pinggiran, Cakra dan teman-temannya sudah membahas perihal ini sebelum polisi datang di hutan tadi. Jasad adalah bukti kuat, bukti yang akan sulit ditutupi apalagi saat media sudah menciumnya. Peluang bagus untuk melibatkan polisi di titik ini, apalagi polisi dari wilayah yang berbeda dengan mereka. Kemungkinan orang-orang di sini terlibat dengan Adinata memang tidak nol, namun sekali lagi, yang mereka temukan adalah mayat. Menutupinya tidak akan semudah itu.

"Lesmana? El Group?" Petugas polisi itu menyipitkan mata pada Cakra, menilai lelaki itu kemudian melanjutkan, "Ohh, ternyata Lesmana di nama belakang kamu Lesmana yang itu. Orang-orang penting, ya? Mana mungkin saya terlibat dengan hal seperti itu. Tunggu... huh, kalian ini, harusnya kalian yang menjawab, bukan saya. Ada-ada saja."

Nevan merogoh saku, mengeluarkan ponselnya dari sana, lalu menyalakan benda itu. Menekan-nekan layarnya singkat, kemudian memberikan ponsel itu pada polisi di depannya. "Data korban penculikan remaja. Kami temuin itu di ruang kepala sekolah kami. Pak Hobi Poernomo dari Purnama Biru. Dia terlibat dengan kasus penculikan dan pembunuhan. Ada dua orang atau lebih di belakang Pak Hobi. Mereka yang memimpin," papar Nevan gamblang.

"Alasan kami di sana karena Pak Hobi. Dia sering datang ke hutan itu dan kami penasaran," sambung Ian.

Petugas? Oh, tentu saja dia terkejut luar biasa. Mulutnya bahkan sedikit terbuka saat dia memeriksa foto-foto terkait korban penculikan yang ada di ponsel Nevan. Namun, itu tak lama, sesaat setelahnya dia memasang wajah tegas, auranya seketika berubah, dan tampaknya pria itu akan sangat serius sekarang. "Kami akan kabari orang tua kalian tentang kejadian ini. Tampaknya kalian akan di tempat ini sedikit lebih lama," ujarnya.

•••

Amory dan Adhisty yang menyembunyikan wajahnya keluar dari sebuah mobil van hitam tepat di depan rumah sakit tempat Amory di rawat. Tadinya mereka tidak akan kembali ke sini dan memilih untuk langsung pulang ke apartemen saja, namun, hal yang tidak disangka terjadi.

Beberapa jam lalu dua gadis itu berdiri di pinggir jalan, menanti taksi kosong yang lewat agar mereka bisa kembali ke kota asal. Namun, bukannya taksi yang berhenti di depan mereka, melakukan sebuah mobil van hitam dan itu tentu saja membuat keduanya was-was. Seseorang di kursi samping kemudi membuka jendela, memunculkan wajahnya dan menawarkan tumpangan untuk mereka.

Mencurigakan? Oh, tentu saja iya. Namun, saat dia menunjukan ID card juga lencana keamanan El Group yang menempel pada jas hitamnya, Amory bisa mengerti. Dia sudah menolak tawaran itu karena bagaimanapun ada Adhisty di sisinya. Terlebih tidak menutup kemungkinan orang itu adalah suruhan Adinata. Cukup berbahaya. Namun, yah, pada akhirnya dia luluh juga akibat segala bujukan dan fakta kalau keduanya sedang berada di luar kota.

"Kalau begitu kami pamit, Nona," ucap salah seorang keamanan itu sebelum dia menggeser pintu van guna menutupnya.

"Whaah, enaknya punya teman orang kaya," gumam Amory seraya memperhatikan mobil yang sebentar lagi akan hilang dari pandangannya.

Berbalik badan, kedua gadis itu masuk ke dalam gedung rumah sakit dengan normal. Mendekat ke arah lift dan menunggu pintunya terbuka. Dalam hati, Amory terus berharap agar dia tidak menjumpai perawat ataupun dokter yang mengenalnya, dia belum mau untuk ditegur saat ini.

Beberapa saat berlalu, pintu ruang rawat Amory sudah ada di depan mata, gadis itu menggesernya hingga bagian dalam ruangan mampu terlihat. Masuk ke dalam, Amory terpaku saat melihat seseorang memunggunginya. Rambutnya panjang dan tergerai, sepatu hak tinggi yang dia pakai membuat Amory yakin kalau itu adalah seorang wanita.

"Emm, siapa?" tanya Amory ragu-ragu.

Wanita itu membalikan badan, memperlihatkan wajahnya yang sungguhan cantik. Pakaian yang dipakainya juga sangat elegan namun tampak mewah, sekali lihat Amory langsung tahu kalau orang ini bukan orang sembarangan.

"Sayang."

Amory mengernyit, memasang raut kebingungan saat wanita itu memanggilnya dengan sebutan akrab. Hey, dia tidak mungkin orang gila, kan? Tidak ada orang gila berpenampilan seperti itu.

•••

21.01.2023

The Secret [COMPLETED]Where stories live. Discover now