#79. Number 1-Neo

145 26 2
                                    

Tubuh Ajeng gemetar, dia merasa telapak kaki dan kedua tangannya mendingin begitu mendengarkan cerita Number 1 soal masa lalunya. Jantungnya berdebar sangat kencang dengan rasa pening yang hadir di kepala.

Number 1 benar-benar monster, dia jelas tidak pantas disebut sebagai manusia. Ajeng bahkan sampai tak mampu berkata-kata saat Number 1 dengan santai menceritakan kisahnya seraya mengutak-atik tablet di tangan.

"Yah, begitulah, saya betulan terkejut saat melihat berita kalau saya meninggal. Tapi sejujurnya itu menguntungkan bagi saya, saya bisa hidup dengan identitas orang lain tanpa harus repot-repot cemas akan ketahuan," ucap Number 1.

Ajeng tidak tahu kenapa orang di depannya ini menceritakan kisahnya padanya, namun, yang dia tangkap, Neo adalah nama aslinya, dia membunuh orang tua kandungnya saat berumur 11 tahun karena merasa sangat penasaran dengan isi kepala sang ayah. Setelahnya dia diringkus polisi, namun tak ada hal yang dianggapnya benar-benar buruk terjadi. Beberapa tahun setelah itu dia melarikan diri dari rumah walinya, kabur karena katanya tidak cocok dengan tempat itu.

Selama kurang lebih 28 tahun ini, psikopat gila yang akan membunuhnya itu telah hidup dengan identitas orang lain. Identitas yang diberikan padanya oleh keluarga kaya raya yang kehilangan putra mereka akibat menenggelamkan diri di kolam renang.

Waktu itu Number 1 memang masih kecil, namun, dia sangat cerdas dalam menipu orang, memainkan karakter anak baik hati yang membanggakan keluarga. Tapi, satu yang paling menonjol, keluarga barunya ternyata tak jauh berbeda dengan keluarga yang dia tinggalkan. Mereka sama-sama menuntutnya untuk sempurna, menyuruhnya belajar hingga kelaparan dan sakit kepala. Namun, dia mengatakan bisa menjalani itu semua dengan baik, tetap patuh dan itu membuat kedua orang tua barunya senang luar biasa. Memberikannya banyak kasih sayang dan membuat Number 1 merasa menang.

Di balik itu, dia selalu memperhatikan teman-teman sekolahnya yang lain, diam-diam menaruh tanya kenapa mereka bisa sangat bebas dan sedikit belajar? Bukankah semua orang harus belajar mati-matian? Itu kewajiban mereka. Yang paling aneh, orang-orang itu tertawa, bergembira padahal mereka hanya belajar seadanya. Di sana, Number 1 menjadi benar-benar bingung. Sebenarnya apa yang terjadi dengan lingkungannya? Kenapa dia melakukan hal yang berbeda dengan orang lain? Di tengah itu, dia berpikir kalau apa yang terjadi sangat tidak adil dan menyimpang. Banyak orang melanggar tugas mereka sendiri, kebanyakan anak sebayanya tak pantas untuk disebut pelajar karena mereka sangat seenaknya. Bukankah semua murid itu setara? Tapi, kenapa mereka malah bermain-main? Tak lama setelah dia memikirkan itu, jawaban memuaskan akhirnya dia dapatkan.

Tidak, dia salah, sejak awal semua murid itu tidak setara. Dia adalah pemenang, dia pelajar sesungguhnya karena mengabdikan diri untuk belajar, dan yang lainnya, orang-orang yang melanggar tugasnya sendiri adalah kaum terbelakang. Mereka tak menyadari kesalahan yang mereka buat dan Number 1 menganggap mereka sebagai pelanggar bodoh yang tak tahu tempat. Menyadarkan mereka tidak ada gunanya, itulah kenapa alih-alih disadarkan, mereka harus mendapatkan hukuman. Mereka harus menebus kesalahan mereka.

"Kamu ingin tahu pelanggar pertama yang saya hukum? Dia adalah orang paling bodoh di sekolah. Kerjaannya hanya berkelahi dan membuat masalah. Huh, benar-benar orang terbelaka──"

"Stop." Memotong kalimat Number 1, Ajeng yang menunduk tak mampu menghentikan air matanya yang keluar. "Berhenti, Om. Saya... saya nggak mau dengar lagi...," lirihnya.

Tersenyum tipis, Number 1 menggidikan bahu. "Apa ceritanya sangat membosankan? Hm, terserah, lah, lagipula, sebentar lagi kita akan menyambut tamu penting," ucapnya. Melangkah ke dekat meja, dia menyandarkan tablet yang layarnya menunjukan pengatur waktu yang terus bergerak mundur. 29.45.

The Secret [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang