#26. Berhadapan

221 28 1
                                    

"Si kasar dan... Amory?"

Perkataan penuh nada keterkejutan itu menyadarkan ACIN dari keterpakuan mereka. Ian segera menarik lengan Adhisty ke belakang hingga mereka bertukar posisi. Cakra memasukan lengannya ke dalam saku jaket yang dia kenakan, lalu menggenggam taser gun di dalam sana. Oke, tak apa, kejadian buruk ini sudah masuk dalam prediksi mereka.

Kehadirin beberapa orang asing di tempat ini tentu saja menarik perhatian para tawanan. Sorot aneh mereka terarah pada ACIN dan Adhisty. Ajeng yang paling pertama menyadari juga melakukan hal sama. Gadis itu kini tengah menggenggam jeruji besi sisi barat dengan pandangan penuh pada Adhisty.

"Selamat datang A... CIN?" Di depan sana, Neo buka suara. Caranya berbicara seolah tak yakin dengan sebutan untuk mereka. Entahlah, baik ACIN maupun Adhisty tidak ingin meributkan hal tidak penting semacam itu.

Di sisi Adhisty, Amory hanya mampu meremas ujung atasan yang dia kenakan. Kembali berhadapan dengan Neo ternyata masih memberikan efek buruk baginya meski satu minggu sudah berlalu sejak pertemuan terakhir mereka.

Di belakangnya, Nevan mengepalkan kedua tangan. Sungguhan benci pada orang bertopeng itu saat mengingat dia yang memisahkan Amory dari dirinya juga dua temannya. Ingin segera menerjang Neo dan menghajar, Nevan sadar diri dengan kemampuan dan tingkat bahaya yang ada. Meski amarah sudah di ubun-ubun, dia tidak boleh bertindak gegabah dan membahayakan semua temannya.

Braakk

Entah kenapa Neo melepaskan pedang dari genggamannya hingga dua benda berbahaya itu menghantam lantai dengan suara yang cukup keras. Jauh dari dugaan, pria dengan jas hujan itu menjatuhkan dirinya sendiri, bersila, dan hanya diam menatap mereka.

Cakra menelan ludahnya sendiri, menatap ke samping di mana Ian berada. Neo memang diam, namun sinyal yang meminta mereka untuk waspada malah terasa semakin kuat.

"Kenapa? Lakukan apapun yang kalian mau," ucap Neo ringan.

ACIN tentu saja bingung. Adegan semacam ini tidak pernah sekalipun terlintas di kepala mereka. Saat mereka buntu dan tak tahu langkah selanjutnya, Adhisty memisahkan diri dari mereka. Berjalan mendekati sel perempuan dan berjongkok tepat di depan pintu masuk yang pendeknya bukan main.

"Adhi──" Cakra menahan panggilannya kala merasa apa yang dilakukan Adhisty itu benar. Perlahan dia membawa kaki jenjangnya pada sel laki-laki meski sorotnya tak pernah lepas dari Neo. Dia tetap waspada.

Cakra berjongkok begitu tahu di mana pintu masuk kurungan berada, menggenggam gembok yang ada di sana, dan mengguncangnya kuat. Namun, percuma. Tidak ada kunci maka dia tidak mampu melakukannya. Adhisty pun dalam kondisi yang sama.

Ian yang sejak tadi menatap intens sosok Neo menyipitkan matanya kala melihat dia membawa tangannya ke belakang tubuh. Memperhatikan lamat, hingga saat gelagatnya terlihat mencurigakan, dia menarik Amory ke samping. Membuat mereka kini berada beberapa langkah di belakang Adhisty. Pria pemilik rambut ikal itu juga sempat memberikan kode pada Nevan hingga temannya juga menghindar ke belakang Cakra. Sedetik setelah itu, sebuah benda panjang yang sangat mirip dengan penggaris mendarat di tempat mereka semula. Sukses dilemparkan Neo dengan kecepatan tinggi.

Ian, Amory, Nevan, bahkan Cakra juga Adhisty sama-sama membawa pandangan mereka pada benda yang Neo lemparkan.

"Padahal cuma mau bantu," papar Neo diakhiri dengan helaan napas berat.

Nevan menyipitkan mata, berusaha melihat apa yang Neo lemparkan hingga akhirnya dia tahu itu. Melirik Neo yang masih tampak santai, Nevan membawa dirinya ke dekat benda itu. Mengambilnya, lalu segera kembali ke belakang Cakra. Kali ini benar-benar tepat di belakangnya.

"Awas dulu, Cak," ucap Nevan. Tahu apa yang Neo lemparkan, dia dan tampaknya semua temannya menjadi menurunkan kekhawatiran. Harapan besar muncul dalam diri mereka dan merasa Neo tidak seburuk itu.

Neo melemparkan gergaji besi tanpa kerangka. Benda yang bisa membantu mereka memotong gembok meski membutuhkan waktu yang tak sedikit. Nevan kini tengah berkutat dengan itu, menggesek gergaji pada gembok dengan sekuat tenaga.

"Kasar, lo... Amory? Tunggu, apa ini? Kalian gila apa gimana?" Di sisi lain kurungan, Ajeng membuka suaranya meski hanya sebatas bisikan.

Dia menatap Adhisty dan Amory aneh karena menurutnya apa yang mereka lakukan sangat tidak masuk akal.

"Diam kalau mau gue keluarin," desis Adhisty lengkap dengan delikan menyebalkannya.

Ajeng mengeluarkan tangannya dari sel, menghentikan tangan Adhisty yang masih mengguncang gembok. Gadis itu menatap tajam Adhisty lalu berkata, "Pergi, bego! Neo itu gila. Nggak ada yang bisa prediksi orang itu." Tatapannya kini beralih pada Amory yang juga tengah menatapnya. "Ry, pergi sekarang sama orang-orang yang lo bawa," pintanya.

Amory menggeleng. Ikut berjongkok di sisi Adhisty sebelum menjawab, "Nope. Ini kesempatan lo dan semuanya untuk bebas." Gadis manis itu kini menoleh ke samping, melihat Cakra dan Nevan yang tampaknya sudah selesai memotong gembok. Terlihat dari Nevan yang kini bangkit dan sepertinya akan menuju ke arahnya. Kembali pada Ajeng, dia berkata, "Teman gue berhasil──"

"Anj──"

Brukk

Mendorong Nevan hingga temannya itu terjatuh, Ian terkesiap dan spontan menghindar meski pada akhirnya bahunya terserempet sebuah belati yang dilemparkan Neo. Beruntung dia memakai hoody tebal hingga goresan pada bahunya tidak terlalu dalam.

Semuanya tentu saja terkejut. Cakra yang sedang membantu tawanan laki-laki untuk keluar spontan pasang badan untuk mereka. Nevan meringis karena hantaman antara dirinya dan lantai. Amory, Adhisty, dan Ajeng merasa perut mereka panas dengan jantung yang rasanya merosot hingga perut.

"Amory, Adhisty, sorry, tapi biarin dulu teman kalian itu dan bawa mereka keluar." Nevan buka suara, menunjuk 3 laki-laki di belakang Cakra dengan semua jari kanannya.

Meski berat, namun Amory tentu harus melakukannya. Dia menyikut Adhisty dan keduanya berdiri, melangkah menuju Cakra, dan mulai menggiring tiga remaja lelaki untuk menuju pintu bagian barat. Pintu tempat mereka datang tadi.

Namun nyatanya tidak sesederhana itu, Neo yang sudah bangkit berdiri kembali melemparkan sebuah belati hingga benda tajam itu menancap tepat di permukaan pintu. Membuat Amory juga Adhisty membeku dan tiga tawanan laki-laki berjongkok seraya menutupi telinga mereka.

Neo berlari, secepat kilat memberikan tendangan pada Ian meski lelaki itu berhasil bertahan. Tapi, tujuan Neo bukanlah mengalahkan Ian, pria itu terus berlari hingga akhirnya berhenti tepat di hadapan Amory dan Adhisty. Mengeluarkan sebilah pisau berukuran kecil namun cukup panjang dari balik jasnya. Melihat itu Amory dan Adhisty sama-sama menelan ludah, tanpa sadar memundurkan langkah karena sinyal bahaya dari Neo.

Ian, Nevan, juga Cakra tentu saja tidak tinggal diam. Ian juga Nevan memasang kuda-kuda, siap menerjang Neo meski harus terhenti karena sinyal dari Cakra. Cakra mengeluarkan taser gun dari sakunya, membidik Neo, lalu menekan pelatuk hingga benda itu melepaskan muatan listrik. Sayang, Neo itu gesit hingga akhirnya dia bisa dengan mudah menghindari tembakan Cakra.

"Ck!" Ian berdecak, berlari dan melayangkan tendangan pada perut Neo. Memancing pria bertopeng itu agar menjauh dari tawanan, Amory, juga Adhisty, Ian bersama dengan Nevan kini sukses adu kebolehan dalam pertarungan dua lawan satu.

Neo dengan senjata tajamnya dan Ian juga Nevan hanya bermodalkan kepalan.

•••

07.11.2022

The Secret [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang