#73. Number 2

139 17 3
                                    

Tiga dari sebelas orang anggota Level A kini bertemu di dalam sebuah sedan hitam yang terparkir di dekat salah satu pasar tradisional. Dua orang duduk di kursi belakang dan satu lainnya duduk di kursi samping kemudi. Ya, hanya ada mereka, asisten yang mereka bawa diminta untuk menyingkir dan berjaga saja di luar.

"Informasi itu... kalian mempercayainya?" Pertanyaan itu mengudara, dikeluarkan oleh orang yang memposisikan dirinya di depan tanpa sedikitpun menoleh ke belakang.

"Pak Hengki yang mengatakan itu. Dia mendapatkan informasi dari orang yang selalu mengantar gadis-gadis itu pada kita. Katanya dia seorang kepala sekolah," balas rekannya yang duduk di bagian kiri kursi penumpang. Jhosep.

Pria di samping Jhosep, Heri, bergidik kala mengingat apa dikatakan Hengki pada dirinya pagi tadi. Fakta mengejutkan yang sungguhan membuatnya merinding. "Bukankah hal ini terlalu berbahaya, Pak? Sekumpulan jasad ditemukan dan Pak Zura terlibat dengan itu? Oh, saya tidak menyangka laki-laki itu seorang monster," paparnya.

Vincent, pria di kursi depan menimpali, "Cih, tidak menutup kemungkinan saya pernah tidur dengan salah satu mayat itu." Yah, tidak perlu malu mengucapkan hal semacam itu, ketiganya sama-sama tahu tentang kelakuan bejad masing-masing dari mereka.

"Terlibat hanya akan membahayakan diri saya saja. Saya keluar dari ini, Pak. Pak Zura sama sekali tidak beradab dengan menculik para remaja," ucap Heri.

Jhosep tersenyum miring, melirik Heri seolah jijik, kemudian berkata, "Anda juga sama tidak beradabnya dengan menggunakan remaja itu untuk bersenang-senang."

"Saya setuju dengan Pak Heri. Pak Zura tidak seharusnya menyembunyikan para remaja. Bahkan sampai menyembunyikan kematian mereka. Dia harus menanggung apa yang dia perbuat," ucap Vincent.

"Menyedihkan. Setelah apa yang Pak Zura berikan kalian akan membuangnya? Whahh, kasihan sekali Pak Zura harus bekerja dengan orang-orang seperti kalian," papar Jhosep. Setelah sosok Kenzura yang asli tampak, dia tampaknya masih ingin berpihak pada lelaki itu. Kesetiaan luar biasa yang sangat jarang didapatkan.

"Pak Jhosep, orang itu membunuh. Dia menutupi banyak pembunuhan dan Anda masih ingin melindunginya? Hahahah, sepertinya ada yang salah dengan kepala Anda."

•••

Menendang papan kayu yang bersandar pada dinding hingga benda itu berjatuhan, Kenzura tampak sangat murka sekarang. Wajah tampannya memerah, sorot tajam bak elang membuatnya terlihat menakutkan.

"Jadi, mereka meninggalkan saya?" tanya Kenzura membalikan badan ke belakang. Menghadap sekretarisnya yang membawa kabar paling menjijikan.

"Hanya Pak Jhosep dan Pak Patra yang bersedia menemui Anda, Pak. Sembilan lainnya lepas tangan saat mengetahui Anda terlibat dengan jasad-jasad yang kemarin ditemukan," jelas si sekretaris.

"Kenapa jasad itu terungkap di waktu seperti ini?" tanya Kenzura tak habis pikir karena timingnya sungguh tak masuk akal. Sesaat setelah kasus orang penting yang membuat kota ini gempar, jasad korban penculikan Neo malah terungkap dan membuat kota semakin kacau.

"Untuk itu, Pak, saya rasa Cakra dan teman-temannya yang melakukannya. Saya mengutus orang untuk mencari tahu apa yang Cakra lakukan akhir-akhir ini, kemarin Cakra menemui seorang ahli komputer, dia meminta untuk memulihkan sebuah ponsel jadul dan itu adalah ponsel milik Pak Hobi. Tampaknya Cakra dan teman-temannya menggeledah ruang kepala sekolah di Purnama Biru, Pak. Saya juga mendapatkan informasi bahwa semalam Cakra bermalam di polsek kota sebelah untuk memberikan keterangan." Yah, sekretaris Kenzura memang sangat kompeten, jenis orang yang paling Kenzura sukai karena mereka sungguhan berguna.

"Ah, jadi, itu alasan Cakra mengira Kak Adi sebagai saya? Dia pasti menemukan cek pinjaman saya di tempat Pak Hobi. Ck, saya juga tidak bisa membuat Kak Adi memikul ini. Bagaimanapun, dia kakak saya," ucap Kenzura.

The Secret [COMPLETED]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant