#69. Full Member 2

141 17 1
                                    

Ada lima orang remaja seumuran di dalam kamar rawat VIP salah satu rumah sakit besar di kota ini. ACIN ditambah satu orang gadis yang tak sengaja mereka temui namun malah membentuk hubungan yang cukup rumit.

Sesaat lalu Nevan dan Ian telah kembali ke tempat ini, menemukan Amory, Cakra, dan Adhisty yang tengah melakukan perbincangan singkat. Lebih tepatnya, Cakra menjelaskan apa yang terjadi pada Amory hingga dirinya bisa kembali terikat dengan Adhisty. 

"Ayah gue... apa yang dia katakan terakhir kali?" Itu adalah kalimat pertama yang Ian katakan setelah beberapa saat diam dengan atmosfer yang mencekik. Dirinya sudah mendengar penjelasan Nevan, dia juga mendengar kalau Adhisty bersedia bertanggung jawab saat semuanya telah selesai. Sulit bagi Ian untuk baik-baik saja saat Adhisty ada di sekitarnya, dia sungguhan sedih dan marah karena bagaimanapun Adhisty telah membunuh ayahnya. Namun, Ian mencoba mengerti, dia mencoba memahami Adhisty meski untuk memaafkan dia tidak yakin mampu melakukannya.

"Pertama, gue minta maaf, Ian." Alih-alih menjawab, Adhisty malah mengatakan itu. Tegas dan jelas dengan sorot yang mengarah langsung pada netra Ian. Tampaknya dia sudah mempersiapkan itu sejak lama.

"Gue nggak mau bahas maaf-maafan," balas Ian tak kalah tegas.

Yah, bagaimanapun Adhisty paham kalau kesalahannya tidak seringan itu untuk dimaafkan. Ian mungkin tidak akan pernah memaafkannya seumur hidup. Tapi, tak apa, dia hanya ingin mengatakannya meski tahu perasaan mendung yang bersarang di hatinya tidak akan hilang hanya dengan itu. Seperti Ian yang tidak akan pernah memaafkannya, mendung itu juga pasti tidak akan pernah hilang.

"Untuk pertanyaan lo tadi...," ucap Adhisty tanpa sadar menggantungnya. Jujur, dia masih ketakutan untuk membayangkan kejadian mengerikan itu, apa yang terjadi padanya satu tahun lalu membentuk trauma dan dia tidak dalam kondisi untuk bisa mengobatinya. Gadis itu meremas erat-erat ujung atasan yang dia kenakan, sengaja membuang pandangan dari Ian juga yang lainnya dan terus berusaha untuk menenangkan diri.

Cakra menyadari itu, dia tahu tentang trauma yang Adhisty miliki, karenanya dia mendekat pada gadis itu. "Jangan dipaksa," ucapnya dengan suara kecil.

Adhisty memang mendengarnya, namun dia tidak merespon apa-apa. Menelan ludahnya kasar, dia menghembuskan napas berat lewat mulutnya. Oke, tak apa, semuanya baik-baik saja. "Gadis sialan, berani-beraninya kamu melakukan ini pada saya! Lihat saja, orang itu tidak akan diam!" papar Adhisty. Nadanya datar, terlampau datar meski kalimatnya seperti itu. "Sorry bukan kata-kata dramatis, tapi disaat terakhir ayah lo, nama lo sama sekali nggak disebut. Dia meninggal dalam keadaan dendam. Tentunya sama gue."

•••

Sekitar 30 menit Cakra dan Nevan habiskan untuk membagi informasi soal kemajuan kasus penculikan pada Ian dan Amory. Fakta-fakta baru yang mengudara tentu saja membuat Amory dan Ian terkejut luar biasa. Mulai dari keberadaan orang lain dibelakang kepala sekolah hingga Adinata yang ternyata terlibat. Oh, sungguh, Ian dan Amory kehabisan kata-kata untuk itu.

"Gimana? Gue, Cakra, Adhisty akan terus maju karena kami udah sejauh ini," ucap Nevan setelah selesai menceritakan semuanya.

"Adhisty akan ke penjara setelah semua beres, kan? Gue ikut kalian. Ah, kekuatan gue pasti akan dibutuhkan," balas Ian cepat seolah dia memang sudah memikirkannya.

Semuanya kini menoleh pada Amory yang duduk bersila di atas ranjang. "Lo pura-pura nggak dengar aja, ya, Ry? Lo jangan ikut karena ini bahaya," ucap Nevan.

Amory tentu saja memberenggut. Ayolah, kenapa Nevan sangat tidak adil? "Enak aja, Van. Apapun itu gue ikut kalian. Jangan ngomong apapun karena gue nggak akan nurut. Ada teman gue yang masih terjebak kalau kalian lupa. Sekarang, apa selanjutnya? Gue udah sembuh dan bisa ikut kalian ke manapun," paparnya.

Nevan menghela napas tipis lewat mulut. Yah, kalau sudah seperti ini Amory tidak akan mungkin bisa dicegah. Pria itu kemudian menoleh pada Cakra, memberikan kode lewat tatapan mata dan itu membuat Cakra merogoh saku jas sekolahnya. Menunjukan sebuah ponsel jadul yang sejak tadi bersarang di sana.

"Ponsel kepsek. Semalam gue sama Nevan minta orang buat pulihin data-data yang ada di sini termasuk SMS. Gue udah cek tadi dan isi pesannya kebanyakan dari Number 2. Bar, restoran, resort, villa, tempat hiburan yang bisa disewa perorangan, hotel, dan hal-hal semacam itu. Kebanyakan isi pesan Number 2 cuma lokasi tempat-tempat itu aja. Tapi ada satu yang lokasinya dikirim berulang sama Number 2. Gue lihat di maps dan ternyata itu cuma hutan nggak terjamah," papar Cakra meletakan ponsel pada meja makan pasien yang tersemat pada brankar.

•••

Kenzura turun ke depan kamera ditemani dengan Yola yang memasang senyum secerah purnama. Kacamata hitam terpasang pada wajah keduanya, menghalau flash yang jelas akan menyilaukan mata.

Bunyi jepretan kamera terdengar seperti simulasi medan perang saking banyaknya wartawan yang memotret keduanya. Mulut-mulut pewawancara tak henti-hentinya melempar pertanyaan yang sebenarnya hanya itu-itu saja. Mereka seperti berlomba, menyodorkan ponsel, perekam suara, mic, dan sebagainya ke hadapan putra dan putri Lesmana itu.

Kenzura berdeham, mengangkat lengan kanan sampai di bawah dada guna menghentikan pertanyaan membabi buta mereka.

"Pertama-tama saya dan keluarga mengucapkan permintaan maaf yang sebesar-besarnya karena rumor yang mungkin membuat kalian merasa tidak nyaman," ucap Kenzura sebagai kalimat pembuka. Saat selesai mengatakannya, Kenzura dan Yola sama-sama menundukan kepala sebagai bentuk penyesalan dan kesungguhan permintaan maaf mereka.

"Mungkin ini yang paling ingin kalian ketahui. Rumor itu, rumor yang mengatakan keterlibatan Lesmana dengan kartel yang entah apa tujuannya Lesmana bantah dengan sejelas-jelasnya. El Group turut prihatin atas keberadaan kartel itu yang merusak citra kota ini. Sekali lagi saya katakan kalau El Group maupun Lesmana sama sekali tidak berhubungan dengan kelompok yang dimaksud. Rumor itu semuanya hanya fitnah tak berdasar yang dibuat oleh oknum tak bertanggung jawab," papar Kenzura setelah kembali menegakan kepalanya.

"Penyebar rumor, saya dan keluarga tidak tahu kesalahan apa yang kami lakukan hingga Anda menyebarkan rumor itu dan membuat kegaduhan. Namun, dengan tulus El Group dan Lesmana meminta agar Anda menghentikan penyebaran rumor ini dan segera melakukan klarifikasi. Siapapun Anda, kami tidak akan meminta pertanggung jawaban atas apa yang Anda perbuat." Kali ini Yola yang buka suara, dengan mantap berbicara di depan kamera tanpa kegugupan sedikitpun.

•••

Seseorang duduk di atas kursi berlapis kulit ruang kerjanya. Laptop terbuka di depan orang itu, layarnya menyala dan kini menampilkan beberapa orang pria yang tampak sangat berwibawa. Siapa pun yang melihatnya pasti akan tahu kalau para pria itu bukanlah orang biasa.

"Saya benar-benar terkejut saat berita itu muncul, Pak. Anda sangat mengagumkan karena masih tampak segar dengan segala rumor yang tersebar." Sebuah suara terdengar, dikeluarkan oleh salah seorang yang tampil di layar laptop itu.

"Pak Jhosep benar sekali. Seperti yang diharapkan dari putra Lesmana, Anda sangat mengagumkan, Pak," ucap pria lainnya ikut mendukung apa yang pria pertama katakan. Perkataannya itu disambut dengan tawa bangga dari orang-orang lainnya dalam layar itu.

Seseorang yang mendengar pujian itu kini tersenyum, senyum yang sebenarnya sama sekali tak dia niatkan. Hanya sebatas pencitraan agar segalanya berjalan lancar. "Saya seperti ini karena memiliki kalian semua. Orang-orang yang sangat bisa diandalkan dan beruntungnya saya karena kalian mendukung saya yang bukan apa-apa ini. Saat ini saya membutuhkan uluran tangan kalian," paparnya terdengar dramatis.

Dia tahu siapa yang menyerangnya, salah seorang mengkhianatinya dan itu cukup membuatnya kesal. Jujur saja dia merasa jijik saat mengingat orang itu, penjilat rendahan yang sangat tidak tahu terima kasih. Level B mengkhianatinya, namun, hey, dia masih memiliki Level A yang posisinya lebih tinggi daripada Level B. Untuk keluar dari masalah dia hanya harus mengeluarkan beberapa kalimat, sedikit membungkuk, dan berpura-pura rendah. Oh, rumor itu memang menyulitkannya, namun, sudah cukup, dia akan segera menghentikannya.

Yah, setidaknya itu yang dia pikirkan, karena pada kenyataannya, si rendahan yang dia remehkan bukan sekedar rendahan biasa. Terlebih, dengan orang pemilik dendam mengakar di sisinya.

Di tengah itu semua, ular sesungguhnya akan menjerat mereka.

•••

05.01.2022

The Secret [COMPLETED]Where stories live. Discover now