#60. ACIN

134 20 1
                                    

Cakra berdiri dan membiarkan Nevan memotret semua yang ada dalam brangkas. Termasuk data para korban yang siapa tahu bisa berguna untuk mereka.

Menemukan cek dengan cap perusahaan keluarganya memang mengejutkan Cakra, dia mulai menerka-nerka kebenaran apa yang ada di balik cek itu. Namun, sekarang dia memilih untuk tidak dulu berpikir berlebihan, fokusnya kini adalah mencari barang bukti ataupun petunjuk.

Maka dari itu, Cakra kembali menggeledah ruangan kepala sekolah hingga akhirnya sampai pada laci meja kerja yang tadi dia lewatkan. Laci pertama hanya berisi hal-hal yang berkaitan dengan sekolah, namun, saat dia membuka laci kedua, sebuah ponsel lipat jadul menjadi satu-satunya barang yang ada di sana.

Mengambil ponsel itu, Cakra menyalakannya. Melihat-lihat isi ponsel yang ternyata tidak ada apa-apa. Membuka kontak, hanya ada dua nomor yang tersimpan. "Number 1 dan Number 2?" gumamnya pelan saat membaca nama kontak di sana.

Sadar ada yang mencurigakan dari nama itu, Cakra merogoh saku jasnya, mengeluarkan ponselnya dan menyalin kedua nomor pada ponselnya sendiri.

•••

Ian duduk sendiri di salah satu meja yang disediakan kantin. Memakan pesanannya dalam diam karena memang tidak ada yang bisa dia ajak bicara. Cakra izin ke toilet saat mereka di perjalanan tadi, tak lama setelah itu Nevan juga berkata ingin ke toilet dan meminta Ian mengamankan meja sekalian memesankannya makanan. Namun, sudah lama waktu berlalu, kedua temannya itu tak kunjung kembali. Mungkinkan toilet penuh dan mereka harus mengantri? Tapi rasanya tidak mungkin mengingat Purnama Biru tidak hanya memiliki satu toilet.

Getaran terdengar dari meja di sisi mangkuk Ian, membuatnya melepaskan garpu dan mengambil ponsel miliknya. Melihat layarnya dan menemukan kalau Amory memanggil. Lebih tepatnya panggilan video.

Ian menggeser tombol terima, mengulurkan lengan, dan mengarahkan layar ponsel pada wajahnya sendiri.

"Ryyyy, akhirnya ada orang yang bisa gue ajak ngobrol," ucap Ian terlebih dahulu. Sebenarnya bisa saja dia bergabung ke meja lain, makan bersama teman sekelasnya ataupun teman dari eskul yang sama. Namun, karena terbiasa dengan ACIN dia jadi merasa sedikit aneh kalau melakukan itu.

"Heee? Duo egrang kemana?" tanya Amory yang kini sepertinya sedang berada di area rehabilitasi.

Setelah bangun dari koma, pemulihan Amory bisa dikatakan sangat cepat. Beberapa lukanya memang belum sembuh, namun semua luka itu tidak banyak mengganggu aktivitas Amory. Yah, tentu saja selain kakinya yang masih tidak bisa berjalan dengan normal.

Wajah cantik gadis itu sudah tak pucat lagi, malah tampak sangat cerah apalagi kala senyuman terbit di bibir mungilnya.

"Dua teman lo agaknya sembelit, Ry, ke toilet tapi nggak balik-balik," balas Ian memindahkan ponselnya ke tangan kiri. Tangan kanannya dia gunakan untuk memegang garpu dan menusuk siomay yang masih tersisa.

"Hooo, pantesan Nevan nggak angkat vc gue."

"Gila, gue kangen banget sama sekolah. Nanti bawain sosis bakar kantin, ya, Yan. Kangen," ucap Amory. Sungguh, dia tidak berbohong akan itu, dia benar-benar merindukan Purnama Biru. Terlepas dari kepala sekolah dan keberadaan ruang bawah tanah, Purnama Biru adalah lingkungan belajar yang menyenangkan.

"Minta Nevan, jangan gue," balas Ian seadanya.

"Ya, kan, bilangin aja, sih."

"Tapi asli, ini Nevan sama Cakra beneran sembelit, kah? Lama banget sampe siomay gue abis." Menaruh garpu, tangan Ian merayap guna mengambil tisu yang disediakan, mengelap bibirnya sebelum meremas tisu itu dan memasukannya ke dalam saku jas.

•••

Sopir pribadi Cakra menghentikan mobil di depan halte bus yang cukup ramai. Membuka kaca jendela, Cakra mencondongkan kepalanya ke luar. Menatap seorang laki-laki seumuran dengannya yang tengah asik memainkan ponsel seraya bersandar pada tiang di sana. "Van," panggil Cakra yang membuat beberapa orang melihat ke arahnya. Nevan yang dia panggil pun termasuk.

Mendapati apa yang dia tunggu sudah datang, Nevan menurunkan ponsel, berlari kecil guna sampai pada mobil Cakra, dan membuka pintu penumpang. Masuk ke dalam mobil sebelum sang sopir kembali melajukannya.

"Tuan, apa Anda ingin menjenguk Nona Amory?" Seperti biasa, Zake dengan kalimat kakunya bertanya saat Nevan ikut masuk ke dalam mobil. Yah, meski dia cukup heran karena satu lagi teman Tuannya tidak ada, namun, karena penasaran tidak termasuk dalam pekerjaannya, dia memilih mengabaikan itu.

"Nggak. Langsung pulang aja," balas Cakra seadanya. Bukannya melupakan Amory, namun sekarang dia ingin segera pulang dan mendiskusikan sesuatu dengan Adhisty juga Nevan. Terlebih, Nevan juga sangat tak sabaran ingin tahu bagaimana Adhisty setelah menjadi buronan. Yah, Cakra hanya bisa berharap semoga Nevan bisa menjaga mulut dan tindakannya. Bagaimanapun, Cakra tahu Nevan masih kesulitan untuk menerima Adhisty.

"Ian nggak akan curiga, kan, ya?" tanya Nevan tiba-tiba.

"Seharusnya nggak. Kita nggak langsung bareng dari gerbang soalnya," balas Cakra.

"Amory pasti misuh-misuh karena lagi-lagi lo nggak jenguk dia."

"Abis magrib gue ke sana."

Padahal hanya kemarin Cakra tidak menyempatkan diri menemui Amory, namun lelaki itu yakin kalau Amory pasti menghujaninya dengan banyak pertanyaan. Seperti, 'Lo kemana aja?' 'Lo lupa punya teman yang lagi sakit?' 'Perasaan lo nggak punya kesibukan selain main, kenapa bisa nggak jenguk gue?' dan hal-hal semacam itu. Oh, Cakra bahkan bisa mendengar suara Amory di kepalanya.

•••

22.12.2022
23.12.2022

The Secret [COMPLETED]Where stories live. Discover now