#57. Keputusan Hengki

136 15 0
                                    

Dari kaca besar cafe, kepala sekolah menatap kepergian Hengki dengan mobilnya. Pria gemuk itu kemudian membawa pandangan lurus ke depan, tepat ke arah di mana Hengki duduk beberapa saat lalu.

Sudah tidak ada foto apapun di atas meja, perekam suara yang dia keluarkan juga hilang dari sana. Ah, sepertinya kata hilang tidak cocok untuk digunakan, karena bagaimanapun kepala sekolah tahu di tangan siapa benda itu berada.

Senyum kecil timbul di bibir kepala sekolah kala wajah Yoana lengkap dengan senyum lebarnya terlintas di kepala. Dia menghela napas, melepaskan perasaan berat yang sejak tadi bersarang. "Sedikit saja, saya pasti punya sedikit kesempatan itu," gumamnya pelan.

°Flashback on

"Anda yakin, Pak? Mengingat kelalaian Anda soal kasus Seiren, orang itu bisa saja kesal dan meninggalkan Anda kalau saya membuka ini ke media."

Hengki yang sudah membuka mulutnya hendak membalas tak jadi melakukan itu karena dering ponsel yang terdengar. Dia menyingkap jaket kulit hitam yang dia kenakan, mengambil ponsel yang dia simpan di saku bagian dalam jaket itu.

Melihat nama yang tertera di layar, dia spontan menatap kepala sekolah sekilas. "Orang ini panjang umur," ucapnya sebelum mengangkat panggilan dan meletakan ponsel di telinga.

"Pantas Anda tidak bisa naik tanpa bantuan saya."

Baru saja ponsel menempel, kalimat dengan nada buruk itu langsung menusuk Hengki. Dia cukup pintar untuk mengerti apa yang orang di seberang telepon maksud.

"Kerja Anda hanya bermalas-malasan atau apa?! Anda bahkan kalah dari anak kecil! Huh, tidak ada tempat bagi manusia tidak kompeten di dunia ini."

"Maksud Anda apa, Pak?" Jujur, Hengki merasa kesal mendengar ocehan berkepanjangan Number 2 dari ponselnya. Apa-apaan juga orang itu? Langsung mencecarnya padahal dia merasa dia tidak salah apa-apa.

"Anda masih bertanya? Lupakan jabatan yang lebih tinggi, Anda bahkan tak cocok di posisi Anda sekarang ini! Gadis itu, Adhisty, Anda tahu apa yang terjadi dengan dia? Oh, mana mungkin tahu, kan? Anda sibuk bermalas-malasan."

Adhisty? Buronan yang ingin Number 2 tangkap raganya saja? Ada apa dengan dia? Hengki sama sekali tidak mendapatkan informasi apapun dari bawahannya. "Adhisty? Apa terjadi sesuatu dengan dia?" tanyanya.

Terdengar helaan napas kuat dari seberang sana, dilanjutkan dengan tawa tak niat untuk beberapa saat. Setelahnya suara Number 2 kembali terdengar dan berkata, "Tidak usah mencari Adhisty lagi, Pak, Anda tak pantas untuk tugas semacam itu. Dia biar menjadi urusan saya sepenuhnya, segera cari mayat atau apapun itu yang mirip Adhisty, tutup kasusnya secepat mungkin. Pastikan Anda bisa melakukan itu kalau tidak mau seragam Anda saya copot!"

Tut...

Panggilan diakhiri sepihak. Hengki menurunkan lengannya hingga bersentuhan dengan meja. Di sana, lengan itu menggenggam erat-erat ponsel miliknya, seolah menyalurkan emosi tertentu yang dia punya. Kenapa? Kenapa rasanya posisi yang dia panjat dengan susah payah diremehkan seperti itu oleh orang yang bahkan tidak pernah tahu perjuangannya? Kenapa orang itu dengan mudahnya mengatakan kalau posisi ini bisa dia copot begitu saja seperti mencabut sehelai rambut biasa? Hey, kenapa orang itu sangat angkuh? Dia memang memiliki segalanya, namun itu tidak akan terjadi kalau dia sendirian. Ada banyak tangan yang membantunya, ada banyak tangan yang kotor hanya untuk dirinya.

Kini, ditengah kebencian yang menggebu, Hengki menatap sosok pria gemuk di depannya. Membulatkan tekad lalu berkata, "Saya akan membunuh orang itu, Pak. Serahkan semua tentang kasus empat tahun lalu dan saya akan menemui jurnalis setelah ini."

Kepala sekolah tersenyum puas. Oh, tampaknya Number 2 telah melukai harga diri seseorang yang menjunjung tinggi hal itu. "Ooh, bagaimana dengan peluru yang Anda takutkan?" tanyanya hanya sedikit penasaran.

"Saya akan mengurusnya bagaimanapun itu. Saya memang menjilatnya, tapi saya bukan budak yang taat. Saya punya beberapa bukti kebusukan dia. Jaga-jaga untuk situasi buruk. Menggunakannya sekarang tampaknya akan bagus," balas Hengki.

Hm, terdengar cukup bagus, lebih bagus daripada rencana kepala sekolah sebelumnya. Asalnya kepala sekolah hanya ingin meminta Hengki untung menghadap jurnalis dan menerbitkan artikel tentang Level A dan Level B, namun ini sampai ada bukti? Oh, bagus sekali.

Jangan tanyakan soal video yang kepala sekolah ambil malam itu, dia menggunakannya hanya untuk menekan Hengki. Kalau dia menggunakannya sekarang, Number 2 yang sudah menonton video bisa tahu dengan mudah kalau artikel nanti adalah ulahnya. Jadilah, video itu akan dia gunakan di saat yang tepat, di saat-saat yang paling panas.

°Flashback off

Kepala sekolah bangkit berdiri dengan tas yang dia jinjing. Melihat jam yang melingkar di lengannya, pria itu membalikan badan guna menuju pintu keluar. Berbicara dengan Hengki ternyata cukup menyita waktu, terlebih perjalanan dari pinggiran kota menuju Purnama Biru tidaklah sedikit, huh, tampaknya dia akan sangat lelah hari ini. Belum lagi tugasnya sebagai kepala sekolah dan anjing Number 1, Number 2.

Menuju parkiran, kepala sekolah memasuki mobil hitamnya, memasang sabuk, dan menyalakan mesin sebelum dia melajukan mobil itu. "Hubungan kita sebentar lagi akan berakhir, Pak," ucapnya meski dia hanya seorang diri di dalam mobil.

Meski sedang menyetir, ingatannya sedikit melayang, mengingat saat-saat dimana dia menemukan secercah harapan di tengah-tengah gelapnya terowongan tanpa ujung. Saat itu dia berusaha menyentuh El Family, ingin membalaskan dendam putri dan istrinya namun dia tidak kunjung tahu bagaimana melakukan itu. Dia tidak memiliki uang ataupun koneksi, dia tidak punya apa-apa untuk menyerang El Family yang berdiri tegak di posisi paling puncak piramida kota ini.

Namun, malam itu, malam saat dirinya tidak tahan dan memilih menyerah, ketidaksengajaan merubah segalanya. Hidupnya berubah seratus delapan puluh derajat dan dia bisa semakin dekat untuk membalaskan dendam mengakarnya.

•••

22.12.2022

The Secret [COMPLETED]Where stories live. Discover now