#25. Kembali

251 25 1
                                    

Ting... tong...

Suara bel terdengar oleh lima pasang telinga di dalam sebuah apartemen studio yang tentu saja milik Amory.

Ian menyikut Nevan yang duduk di sampingnya seraya berkata, "Buka, Van."

Bukannya menjawab, Nevan malah melemparkan gumpalan kertas pada Cakra yang duduk di kursi belajar. "Cak, buka," pintanya.

Cakra menoleh ke samping, melihat Amory yang baru saja keluar dari kamar mandi. "Ry, mumpung cuma lo yang berdiri, buka, gih," ucapnya.

Amory mendelik meski kakinya tetap mendekat ke arah pintu. "Para bujang setund," gumamnya.

Adhisty? Oh, begitu Amory keluar dari kamar mandi dan menuju pintu, gadis ramping satu itu seketika ngebut masuk ke dalam kamar mandi. Bukan ingin buang air atau apa, namun dirinya ingin menghindari orang yang menekan bel. Siapa tahu itu tamu dan akan masuk ke dalam. Bagaimanapun, dia tidak ingin terlihat.

"Permisi paket..."

Clakk

Amory membuka pintu tepat setelah si penekan bel selesai bersuara. Gadis bersurai panjang yang yang memakai pakaian kasual itu membentuk senyum seraya menerima sebuah box yang disodorkan kurir padanya. "Makasih, Pak," ucap gadis itu.

Setelah kurir pergi dari depan Amory, gadis itu kembali menutup pintu. Berbalik badan, kemudian berjalan hingga melewati Cakra. Menyimpan box yang dia terima di atas meja bulat depan Ian juga Nevan, lalu dirinya mendudukkan diri di bawah. Lesehan.

Cakra bangkit dari tempatnya bersamaan dengan Adhisty yang keluar dari kamar mandiri. Dengan sebuah cutter di tangan, Cakra menghampiri Amory dan memberikan benda tajam itu pada temannya. Ikut duduk lesehan di samping kanan diikuti Adhisty yang juga lesehan di samping kiri Amory. Mereka semua tahu paket apa itu dan menantikannya.

Tanpa berhati-hati Amory membuka box paket yang dilapisi banyak bubble wrap. Sedikit kesusahan namun pada akhirnya dia sukses membukanya.

Kini, kelima remaja itu sama-sama melihat ke dalam box, memperhatikan apa yang mereka pesan beberapa detik sebelum akhirnya Ian meraih salah satu isi box. Membawanya ke depan mata guna memperhatikan benda kecil berwarna hitam itu. "Wahh, keren," ucapnya takjub.

•••

"Ini Kepsek beneran nggak bakal muncul, kan?"

Di dalam mobil merah yang terparkir beberapa meter dari gedung Purnama Biru, Amory yang duduk di kursi penumpang samping kemudi bersuara. Agak takut kalau-kalau dia bertemu kepala sekolah di saat yang tidak diinginkan. Terlebih, dia akan kembali ke tempat mengerikan yang sebenarnya sangat ingin dia hindari.

"Nggak, Ry. Dia ada pertemuan... apa gitu namanya, lupa. Intinya dia ada urusan di luar kota."

Sudah lebih dari satu minggu sejak Amory di bebaskan. Semua lukanya sudah mengering dan dirinya baik-baik saja. Namun, tetap saja dia cukup takut saat akan kembali masuk ke dalam ruang bawah tanah. Namun, janji teman-temannya juga keinginan pribadi untuk membebaskan tawanan, membuat Amory tidak bisa mundur begitu saja. Dia ingin membantu mereka. Sangat ingin. Terlebih saat tahu harapan satu-satunya mereka adalah kebohongan. Peringkat pertama yang kepala sekolah janjikan akan bebas, hanyalah bualan semata.

"Tapi gue masih heran kenapa Amory dibebasin. Ini... apa kita nggak terlalu buru-buru? Siapa tahu ada hal penting yang kita lewatin," ucap Ian memberikan pemikirannya.

"Kita udah satu minggu lebih cari tahu alasan dibalik bebasnya Amory dan nggak dapat apa-apa. Kita juga udah lewatin tengat waktu yang Adhisty kasih, Yan," balas Cakra.

The Secret [COMPLETED]Where stories live. Discover now