#56. Ketahuan

139 20 0
                                    

Lagi-lagi depan pintu ruang kepala sekolah. Ya, tempat yang saat ini Cakra pijak. Toilet yang dia katakan kali ini betul-betul hanya kebohongan, dia memang berbelok ke arah toilet berada, namun saat kedua temannya sudah lewat, dia mengubah arahnya. Kembali ke kelas 12 IPA 6 guna mengambil topi dari tasnya. Setelahnya dia keluar, berjalan lebih jauh menuju ruang guru berada dan bertanya soal keberadaan kepala sekolah pada salah satu guru di sana.

Entah beruntung atau apa, namun dia mendapat kabar kalau kepala sekolah sedang tidak ada di tempat. Memiliki urusan di tempat lain dan itulah yang membuat Cakra sekarang ada di sini.

Tangan kiri Cakra memegang erat topi hitam yang dia bawa, sedangkan tangan kanannya terangkat dan mendarat pada kenop. Membuka pintu setelah memastikan tidak ada yang melihatnya. Dia masuk ke dalam ruang kepala sekolah, pelan-pelan kembali menutup pintu, lalu berjalan seperti kepiting dengan punggung yang menempel pada tembok. Dia berusaha berjalan di titik buta CCTV.

Cakra sudah beberapa kali masuk ke ruangan ini sejak dia kelas 10, namun sekalipun Cakra tidak pernah tahu di mana letak CCTV. Lagipula, menengadah saat berhadapan dengan kelapa sekolah cukup aneh dilakukan. Dia juga tidak pernah penasaran soal keberadaan kamera di tempat ini.

Namun, beruntung sekali ingatan Adhisty berada di kelas monster, gadis itu memberi tahu Cakra letak CCTV dan dimana titik butanya. Mengatakan untuk melakukan sesuatu terlebih dahulu dengan CCTV sebelum menggeledah ruangan.

Kepala sekolah sudah tahu apa yang mereka inginkan, tahu apa yang mereka perbuat. Keduanya sama sekali tak masalah kalau kepala sekolah yang menonton CCTVnya. Namun, yang mereka khawatirkan adalah orang lain. Bisa timbul masalah kalau orang lain melihat Cakra melakukan hal mencurigakan di ruangan ini. Maka dari itu, Cakra memindahkan topi ke tangan kanan, mengambil ancang-ancang untuk melempar, dan saat momentum sukses dia dapatkan, pria itu melemparkan topi hingga bagian dalamnya membungkus CCTV.

Adhisty berkata hanya ada satu kamera di ruangan kepsek, jadi sekarang dia bisa berhenti bertingkah seperti maling. Dia bisa leluasa untuk bergerak. Kalau saja CCTV diawasi 24 jam seperti tempat-tempat penting, Cakra pasti tidak akan memiliki kesempatan. Beruntung, ini hanyalah SMA biasa yang keamanannya juga berada di tingkat biasa.

Seperti apa yang dia lakukan kemarin di rumah kepala sekolah, Cakra mencari apapun yang mungkin bisa memberikannya petunjuk. Dia memeriksa semua dokumen dan buku yang ada di meja kerja kepala sekolah, tidak menutup kemungkinan ada hal mencurigakan di sana. Sayangnya tidak sesederhana itu, yang Cakra temukan hanyalah dokumen-dokumen yang berhubungan dengan Purnama Biru.

Yah, sejak awal semuanya tidak akan sesederhana itu bukan? Kini, Cakra beralih pada rak buku di belakang meja kerja, menggeledahnya meski pada akhirnya juga tak ada yang bisa dia temukan. Pria itu mengedarkan pandang ke segala arah, mencari hal yang mungkin digunakan kepala sekolah untuk menyembunyikan barang penting.

Pria itu menyipitkan mata kala melihat single sofa di ruangan ini tidak dalam posisi seperti biasanya. Jika dilihat sekilas memang tidak tampak mengganggu, namun saat diperhatikan, posisinya memang sedikit menyerong. Dia menggerakkan kakinya ke arah sofa itu, menggeser sofa dan membuatnya lebih berantakan sebelum dia membuka karpet abu-abu yang menjadi alasnya.

Ceklek

Cakra membeku dengan jantung yang seolah merosot ke perut. Dia menelan ludahnya kasar tanpa berani bergerak sedikitpun. Suara pintu terbuka yang membuatnya seperti itu. Seseorang datang ke ruangan ini, memergoki Cakra dalam kondisi paling buruk. Kepala sekolah? Oh, seharusnya dia belum kembali saat ini, menurut guru yang dia tanyakan, kepala sekolah baru saja pergi saat bel istirahat berdering. Seorang guru? Staff? Seharusnya tidak ada yang ke sini karena kepala sekolah tak ada di tempat. Murid? Ketua OSIS? Hey, tidak mungkin bukan?

"Udah gue duga ada yang lo sembunyiin, Cak."

Itu... suara Nevan.

•••

Adhisty meniup-niup udara seraya terlentang di atas karpet berbulu kamar Cakra. Pipinya mengembung, mengempis, mengembung lagi, dan terus seperti itu. Hm, tidak bisa keluar memang membuatnya frustasi. Tidak ada hal lain yang bisa dilakukan selain bermalas-malasan.

Kamar Cakra memang lebih aman daripada dia hidup di tempat tidak jelas karena statusnya sebagai buronan, namun, saat dia tidak ada kerjaan seperti ini, dia menjadi sangat bosan dan rasanya ingin memaki seseorang.

Dia sudah berpikir tentang langkah apa yang akan mereka ambil selanjutkan untuk kepala sekolah, dia juga mencari tahu tentang kasus Theo Lesmana dan memikirkan segala kemungkinan tentang hubungan kasus itu dan kasus penculikan para remaja. Namun, terus memacu otak untuk melakukannya tidak akan baik juga. Dia sudah memikirkan beberapa kemungkinan dan akan membaginya dengan Cakra saat pria itu pulang nanti.

Adhisty berhenti meniup-niup udara, dia kini bangkit, mengubah posisinya menjadi duduk dengan pandangan yang mengarah pada pintu masuk. Langkah kaki, telinganya bisa menangkap suara langkah kaki.

Gadis itu menajamkan pandangannya, dia juga menggenggam erat bulu-bulu pada karpet sebagai respon alaminya. Belum sempat dia bergerak dan menyembunyikan diri, pintu terbuka dengan lebar. Digeser cukup kuat hingga menimbulkan bunyi yang keras.

Adhisty menelan ludahnya. Kalau sudah begini apa yang harus dia lakukan?

Seorang pria berdiri di ambang pintu. Wajahnya tampan dan postur tubuhnya sangat baik. Pakaian formal membalutnya, membuatnya terlihat sangat gagah dan berwibawa. Tidak ada raut apapun yang dia tampilkan meski matanya bertatapan langsung dengan Adhisty.

"Ternyata benar," ucap pria itu yang entah apa maksudnya. Beberapa detik dia menatap Adhisty dalam diam, memperhatikannya begitu intens seolah Adhisty adalah barang langka.

Adhisty itu kasar, dia juga pemberani, dan tata kramanya sangat memprihatikan. Di keadaan biasa, dia akan protes dengan tajam saat ditatap sebegitu jelasnya, namun kini, untuk pertama kalinya, dia tidak bisa melakukan itu. Sosok yang dia lihat entah kenapa memberikan tekanan yang tak biasa, jujur, dia terintimidasi. Yah, meski intimidasi Neo lebih hebat, tapi tetap saja orang itu..., pembawaannya menakutkan.

"Jangan membuat keributan," ucap orang itu setelah beberapa saat. Setelah mengatakannya, dia langsung berbalik badan, menutup pintu, dan suara langkahnya terdengar menjauh.

"Huh..."

Adhisty membuang napasnya lewat mulut. Tanpa sadar sedari tadi gadis itu menahan napasnya, membuatnya sekarang meraup udara dengan rakus guna mengisi paru-paru. Sungguh, apa-apaan tadi? Apakah dirinya akan segera dikirim ke penjara? Oh, sial sekali. Dia juga tidak mungkin pergi dari sini. Ah, lagipula pria tadi itu siapa? Saudara Cakra, kah? Atau hanya pegawai? Rasanya penampilannya terlalu menakjubkan untuk orang sekelas pegawai.

•••

20.12.2022

The Secret [COMPLETED]Where stories live. Discover now