Chapter 50

313 32 21
                                    

"Mudah mengatakannya, namun tidak semudah melakukannya dan sulit mempercayainya

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

"Mudah mengatakannya, namun tidak semudah melakukannya dan sulit mempercayainya. Seribu dusta selalu di andalkan untuk mengelabuiku, dan aku hanya mendengarkan setiap ucapan-ucapan yang terus berulang, simpulanku mengatakan ini adalah penipuan yang cukup ulung."
— Baiboon Saran Anantasetthakul












•••













Pagi yang terasa sangatlah indah dengan udara yang begitu sejuk. Tankhun merasakan sisi ranjangnya telah kosong, lalu dia baru ingat bila prianya akan melakukan operasi pagi-pagi sekali. Setelah selesai mandi, dia pergi kekamar Jinnie untuk memandikannya.

Jemari lentiknya pun membuka knop pintu.

Tenang, terlihat sekali bila Jinnie tertidur dengan gulungan selimut tebal.

Pria nyentrik itu mendekat.

Tankhun melihat kearah keponakannya yang mengigil, dia terlihat sangat khawatir, bahkan suhu tubuh Jinnie terasa panas. Pria nyentrik itu pun segera membawa tubuh Jinnie ke dalam dekapannya hingga bocah itu menangis.

Terlihat sekali bila Jinnie menjadi sangat manja ketika sakit.

Tanpa membuang waktu, pria nyentrik itu pun segera mengambil termometer untuk mengecek suhu, bocah laki-laki itu hanya bisa menangis sambil memeluk leher milik Tankhun dengan begitu erat. Tubuh kecil Jinnie terasa sangatlah lemas.

Suhu badan Jinnie sangatlah tinggi, bahkan kakinya terasa sangatlah dingin.

"Hiks... Hiks... Mamii... Mamii..."

"Cup! Cup! Cup! Jangan nangis."

Pria nyentrik itu pun meraih sebuah selimut untuk menghangatkan tubuh Jinnie, terlihat sekali bila Jinnie sangatlah kedinginan.

Jemari lentiknya pun meraiy kotak obat, dia pun mengambil plaster penurun panas untuk Jinnie.

"Mami... Mamii..."

"Sayang, jangan seperti ini Aunty mohon?" Tankhun menangis.

"Hiks... Hiks... Mamii..."

Dengan segera pria nyentrik itu meraih ponselnya, dia sangatlah khawatir dengan kesehatan Jinnie, berkali-kali Tankhun mencoba menghubungi Dokter Top. Namun sayangnya panggilan itu berakhir sia-sia karena ponsel Dokter Top tidaklah aktif.

Jemari Tankhun mengelus lembut pungguh mungil milik Jinnie, bahkan tangisan Jinnie mulai mereda.

"Jinnie..." Panggil Tankhun pada keponakannya.

"Hiks... Mamii..." Jinnie masih menutup matanya.

"Tolong buka matamu, Nak?"

Dengan perlahan Jinnie membuka matanya dan melihat kearah Bibinya. Jemari lentik milik Tankhun mengusap lembut air mata milik Jinnie dengan lembut, bocah laki-laki itu menaruh wajahnya di ceruk leher milik Bibinya.

04. WHY Seasons 4 | Simpony of Night Flowers [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt