Lembar Ketujuh : Pisang Gosong

5.2K 139 15
                                    

Sedikit demi sedikit aku mangangkat wajahku, lalu mendongak ke arah organ vital Aa' Iyan yang telah berdiri kokoh bagai rudal pertempuran. Bagian kepalanya membengkak kemerahan, agak mengkilap terkena cahaya lampu, batangnya penuh ukiran urat syaraf yang menjumbul berwarna biru kehijauan, rambut kemaluannya lebat seperti hutan bakau rasanya kaku dan berbentuk keriting. Bulu-bulu halus itu juga tumbuh liar menghiasi skrotum Aa' Iyan yang bergelantungan bagai sepasang bola ping-pong berwarna gelap. Tanganku masih menjamah benda kelelakian Aa' Iyan ini dengan sentuhan lembut penuh penghayatan.

''Pisang goreng gosong Aa' ... ternyata besar dan panjang juga ...'' komenku setelah memperhatikan ukuran dan bentuk detail si otong Aa' Iyan yang tersunat ketat itu. Saat memandanginya aku sesekali jadi menelan ludah.

"Hahaha ... lucu sekali, kamu menyebut kontol Aa' dengan istilah pisang goreng gosong!"

"Hehehe ...." Aku meringis.

''Kamu suka?'' tanya Aa'.

''I-iya ... A-aku suka!'' jawabku pelan.

''Ini buat kamu, Herio ... terserah, kamu mau apain aja punya Aa' ini yang penting kamu puas dan senang ....''

Aku menggigit bibirku perlahan-lahan dan menelan ludah lagi, mataku terus menyorot benda keramat milik Aa' yang kini bergerak lincah naik-turun seolah menantang untuk diajak bermain-main. Aku mengelus-elus organ kejantanan Aa' dengan rasa cinta, sesekali aku meremasnya karena si kepala plontos itu berontak seakan ingin selalu dibelai dan dimanja.

Aa' Iyan merunduk dan membaringkan tubuhnya di atas kasur, tubuh bugilnya terlentang menghadap ke atas, dia menarik bahuku dan menyandarkan kepalaku di dada bidangnya. Tangan kirinya mengusap-usap lembut kepalaku sementara tangan kanannya bergerak cepat meraih tanganku lalu membawanya ke arah selangkangannya.

''Herio ... bermain-mainlah dengan pisang goreng gosong Aa' hingga kamu terlelap!''

''Iya, A' ....'' Aku mengangguk-angguk, aku benar-benar merasa nyaman dan senang. Aku tidak tahu apa yang sedang Aa' pikirkan, aku hanya memejamkan mataku sambil menggenggam erat basoka berurat milik Aa' Iyan ini.

Aa' Iyan terdiam, aku juga terdiam, kita sama-sama larut dalam alam pikiran kita masing-masing. Mata Aa' nampak terpejam namun mulutnya ternganga setengah terbuka, aku tidak paham apa yang dia rasakan, tubuhnya terasa lebih hangat dan detak jantungnya berdegup lebih kencang.

 Mata Aa' nampak terpejam namun mulutnya ternganga setengah terbuka, aku tidak paham apa yang dia rasakan, tubuhnya terasa lebih hangat dan detak jantungnya berdegup lebih kencang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sungguh, ini adalah pengalaman pertamaku bisa tidur seranjang dengan seorang pria yang bugil tanpa selembar kain pun. Kami tidak melakukan apa-apa, kami hanya berpelukan mesra hingga kami terlelap dan terbuai masuk ke dalam dunia mimpi kita masing-masing.

Malam menegangkan itu hanya kita lalui dengan pelukan manja tanpa melanjutkan ke aktivitas yang lebih intim. Sepertinya Aa' bisa mengontrol diri dari gejolak nafsunya yang telah berada di ubun-ubun. Dia pintar memanipulasi perasaan syahwatnya untuk tidak berbuat nekat yang lebih jauh lagi. Dia memang menjagaku dari perbuatan nakalnya yang bisa menjerumuskan aku ke jurang yang lebih dalam. Aku benar-benar salut pada lelaki yang satu ini, dia tidak egois dan bisa meredamkan gelora asmaranya yang sebenarnya sangat menggebu-gebu.

Hingga fajar menyingsing pun tiba, suara kokok ayam jantan terdengar lamat-lamat di kejauhan sana. Aa' masih bertelanjang ria, perkakas kelelakiannya masih nampak mengacung bagai tugu icon kota Jakarta padahal mata Aa' terpejam dan masih tertidur pulas. Aku ingin menyentuhnya tapi aku tidak memiliki keberanian. Ingin rasanya aku menjilatinya seperti yang ada di film-film bokep, namun aku tidak memiliki nyali sebrutal itu. Aku bangkit dari tempat tidurku dan pergi meninggalkan kamar kost-ku.

Aku membiarkan tubuh bugil Aa' yang terhampar indah di empuknya kasur. Tubuh polos yang sejatinya merangsang libidoku, namun aku tidak memanfaatkan kesempatan itu. Aku lebih memilih pergi menghidar dan meredam otak kotorku di luar ruangan.

Disini ... di tempat paling atas bangunan kost-kost-an-ku. Aku memandang langit pagi yang kekuningan cerah dengan bias cahaya mentari yang hangat menyentil kulitku. Aku menghirup udara segar dan mengisi energi positif dalam jiwaku.

Aku membentangkan kedua tanganku lalu berseru, "Woyyy ... Good morning, Jakarta!"

Tinta Putih Di Lembar HitamWhere stories live. Discover now