Lembar Ke-95 : Nasi Bebek

1.4K 55 13
                                    

''Hmmm ... cakep ... udah kayak teletabies aja kalian ini ... main peluk-pelukan segala ...'' celetuk Fhay yang datang tiba-tiba dengan oktaf suara yang agak tinggi dan terdengar sedikit ketus.

''Hehehe ...'' Aku nyengir sambil segera melepaskan pelukanku dari tubuh Zizi.

''Jangan salah paham ya, Beib ... Herio cuma menenangkan gue ...'' terang Zizi buru-buru sembari menghapus air matanya.

''Iya, Fhay ... aku cuma terharu dengan cerita kehidupan Zizi, dan aku tak tahu harus bagaimana untuk bisa menenangkan Zizi ... karena aku tahu bagaimana perasaan dia ... mendengar ceritanya membuat aku merasa seperti mengalaminya sendiri ...''

''Oh gitu ... kirain ada apa ...'' Fhay mendekati Zizi dan mengusap-usap punggungnya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang.

''Udahlah, Bieb ... Lo tak usah mengingat-ingat masa lalu lagi ... dan tak perlu lo ceritain pada orang lain ...'' kata Fhay lagi.

''Sorry, Beib ... Gue terbawa perasaan aja,'' timpal Zizi.

''Dia cuma berbagi, Fhay ... aku bisa mengerti kok ... Zizi seperti menyimpan beban yang begitu berat, sehingga dia mencurahan sebagian beban itu kepadaku ... dan aku rasa tidak ada salahnya, bukan?'' imbuhku menjelaskan.

''Iya, gue paham, Her ... tapi gue tahu Zizi itu cowok yang cengeng dan gampang sekali meweknya ...''

''Menangis bukan berarti cengeng, Fhay ... karena terkadang tangisan itu adalah bentuk dari ekspresi seseorang yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata ... dan di balik tangisan itu sesungguhnya ada jiwa yang kuat dan bentuk ketegaran hati ...''

''Hmmm ... omongan lo sudah kayak psikolog aja, Her!''

''Hehehe ... ini pujian atau sindiran, ya?''

''Terserah tanggapan lo aja sih, Her ... pujian dan sindirin bedanya memang sangat tipis. Hahaha ..."

Aku, Fhay, dan Zizi jadi terkekeh. Fhay memang terlihat nampak kaku, tapi aku mengerti apa yang semua dia lakukan adalah bentuk kasih sayang Fhay kepada Zizi.

''Permisi ... Nasi Bebek Goreng, tiga porsi!'' seru seorang pelayan yang tiba-tiba nongol di depan meja kami sambil membawa nampan yang penuh dengan makanan dan minuman.

''Iya betul, Mas ... itu pesananku!'' sahut Fhay, ''taruh aja di atas meja!'' lanjut Fhay bertitah.

Lantas si pelayan ini meletakan makanan dan minuman itu di atas meja, tak lama kemudian dia pergi dengan segera.

''Mari kita santap hidangannya, Beib ... dan lo juga, Her ...'' kata Fhay berkomando seraya mengambil makanan untuknya sendiri dan untuk Zizi lalu mereka segera memakannya dengan sangat lahap.

''Terima kasih, Fhay ...'' balasku. Tak mau mau kalah dengan Fhay dan Zizi, aku pun langsung menghabiskan Nasi Goreng Bebek ini. Sambelnya cukup pedas dan sangat nikmat sekali. Hmmm ... pokoknya mantap dan yummy deh ... sampai keringatku mengucur deras membasahi pelipis dan leherku.

Usai makan, aku berpisah dengan pasangan gay itu. Karena mereka berdua mau melanjutkan dating mereka dengan menonton film di bioskop, sementara aku sendiri, memilih untuk pulang karena aku sudah cukup lelah, kenyang dan puas jalan-jalan di Mall yang berada di kawasan Jakarta Pusat ini.

Ada beberapa catatan yang bisa aku petik dari pertemuanku dengan Fhay dan kekasihnya (Zizi). Pertama, sebuah hubungan percintaan akan terjalin dengan mulus dan langgeng apabila didasari oleh perasaan yang senasib dan sepenanggungan, lalu dikemas dengan komitmen yang kokoh dan dipercantik dengan kesetiaan.

Kedua, sepahit apa pun masa lalu mu, jangan biarkan menjadi perusak dalam manisnya masa depanmu.

Ketiga, dalam situasi apapun tetaplah bersikap tenang.

Keempat, kadang kita perlu menyendiri, bercerita pada angin tentang sebuah rahasia, hingga tanpa sadar kita meneteskan air mata.

Dan kelima?

__Mungkin ada Pembaca yang mau menambahkan? Tulis di kolom komentar, ya!

__Thanks, ya... sudah setia membaca cerita ini, I Love You ALL.

Tinta Putih Di Lembar HitamWhere stories live. Discover now