Lembar Ke-61 : Ragunan

1.6K 65 4
                                    

Bus tranjakarta ini terus melaju hingga akhirnya kami tiba di halte paling buncit halte Ragunan. Semua penumpang turun satu per satu. Saat aku turun aku menyempatkan diri bersalaman dengan Achmad dan memberikan dukungan semangat untuk melaksanakan tugasnya.

''Tetap semangat ya, Bro ... sukses selalu dan selamat bertugas!'' ujarku pada Achmad.

''Thank you, Bro ...'' balas Achmad dengan senyum termanisnya.

Oke ... aku beserta teman-temanku meninggalkan halte Ragunan dan berjalan menuju loket wisata kebun binatang Ragunan yang jaraknya tidak terlalu jauh dari halte bus transjakarta. Bagai personel F4 di serial Meteor Garden kami berempat berjalan dengan langkah tegap dan penuh rasa percaya diri, banyak pasang mata yang memperhatikan kami seolah kami artis Korea yang sedang tour keliling ke luar negeri (gak ding, itu terlalu lebay! Hehehe ...)

Tanpa banyak kata, Andy mewakili kami semua bergerak ke gerbang loket untuk membeli tiket masuknya. Setelah tiket didapat di tangannya dia kembali menjumpai kami bertiga dan langsung mengajak kami untuk memasuki arena wisata yang sangat luas. Banyak pohon-pohon besar sehingga memberikan kesan sejuk. Udaranya adem sehingga sangat nyaman untuk pernafasan dan relaksasi.

''Jadi, kita mau berkunjung ke wahana apa dulu nih, Bro?'' tanyaku.

''Aku ngikut wae-lah ...'' jawab Dimoz pasrah.

''Terserah kalian aja!'' sambung Andy.

''Kalau aku sih, pengennya ke warung dulu ... soalnya udah laper,'' timpal Andre sambil memegang perutnya.

''O, ya ... bener-bener, mendingan kita makan dulu aja ...'' tanggapku merasa setuju dengan usulan Andre, "Andre ... kamu tahu dimana warung yang enak?'' tambahku.

''Semestinya tadi sebelum masuk kita ke warung yang di luar sana dulu, di samping harganya lebih murah juga banyak pilihannya'' kata Andre.

''Oh iya ... biasanya warung di dalam lebih mahal tarif makanannya,'' sambung Andy.

''Ya, sudah sih ... udah terlanjur, kalian juga tenang aja, aku masih punya uang saku yang cukup, kok ...'' timpal Dimoz.

''Cieee ... Dimoz diem-diem tajir lho ... aku demen deh, sama orang yang beginian'' kataku.

''Ah, sampeyan bisa aja, Her ... kamu demen sama akunya atau sama duitnya, nih?"

''Hehehe ...'' Aku cuma ngikik.

''Oke deh, Dimoz ... aku percaya sama kamu ... kamu memang yang terbaik di antara semua,'' ketus Andre seraya mendekati Dimoz dan merangkul pundaknya, lalu mereka berjalan lebih dulu meninggalkan aku dan Andy.

''Herio, Andy ... ayo jalan!'' seru Dimoz mengajak Aku dan Andy.

''Iya;'' jawab Aku dan Andy serempak.

Akhirnya aku dan Andy mengikuti kemana mereka berjalan.

Kami berempat tiba di depan sebuah restoran, tempatnya lumayan bagus dan enak buat nongkrong serta nyaman untuk bersantap makanan. Dimoz dan Andre memasuki restoran tersebut, kemudian aku dan Andy turut membuntuti di belakangnya. Kami berempat mencari tempat duduk yang kosong, karena pengunjungnya hari ini sangat banyak sekali. Kami mutar-muter cari tempat duduk, setelah kaki terasa pegal akhirnya kami medapatkan meja yang kosong, kami pun langsung menghinggapi meja tersebut. Lalu kami memanggil seorang pelayan untuk memesan makanannya.

Setelah kami memesan makanan, sang pelayan langsung begerak cepat untuk memproses orderan kami. Sambil menunggu makanannya, kami berempat terdiam dan sibuk memainkan handphone kami masing-masing.

''Teman-teman ... maaf, ya ... aku mau ke toilet dulu!'' Tiba-tiba Andy membuka suara dan bangkit dari tempat duduknya.

''Oh ya ... aku juga mau ikut dong ... udah kebelet pipis nih!'' celetuk Dimoz menanggapi seraya ikutan bangkit dari kursinya dan kemudian dia berjalan bersama Andy menuju toilet.

 udah kebelet pipis nih!'' celetuk Dimoz menanggapi seraya ikutan bangkit dari kursinya dan kemudian dia berjalan bersama Andy menuju toilet

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Di meja makan kini hanya ada aku dan Andre.

''Kamu tidak ikut ke toilet juga, Dre?'' ucapku.

''Gak ah ... aku mau temani kamu aja!'' sahut Andre enteng.

''Hmmm ...'' Aku bersingut.

''Kenapa? Gak boleh? Aku tuh beneran suka sama kamu, Her ...''

''Kamu tidak sungguh-sungguh menyukai aku, Andre ...''

''Kamu masih ragu, ya?''

''Tentu saja ... dan jangan kamu kira aku tidak tahu apa yang kamu lakukan semalam bersama Dimoz!''

''Emangnya apa yang kamu ketahui, Her?''

''Kamu semalam ML (Making Love) 'kan sama Dimoz?!''

Andre jadi terdiam, mulutnya terngaga seolah dia mendapatkan kejutan karena rahasia kartunya ku bongkar terang-terangan.

''Semalam Dimoz yang memaksaku ... aku cuma melayaninya,'' tukas Andre setelah beberapa saat berpikir.

''Dan kau menikmatinya,'' pungkasku.

Andre jadi mati kutu. Dia tidak bisa mengelak, mulutnya membisu dan pandangannya dibuang jauh-jauh entah kemana, dia tak berani menatapku. Untuk kesekian lamanya kami berdua jadi terdiam hingga makanan pesanan kami tiba dan siap tersaji di atas meja makan.

Tinta Putih Di Lembar HitamWhere stories live. Discover now