Lembar Ke-62 : Bon Bin

1.5K 65 2
                                    

Tak lama kemudian, Dimoz dan Andi menampakan batang hidungnya kembali setelah mereka pergi ke toilet untuk beberapa saat lamanya. Mereka berdua langsung menduduki kursi mereka masing-masing dan menghadap meja makan.

''Wah ... sudah datang ya, makanannya!'' ucap Andy melihat menu pesanan kami semua sudah berada di atas meja dan siap untuk disantap.

''Waw ... kelihatannya enak sekali ...'' imbuh Dimoz memasang wajah gairah untuk segera menyaplok hidangannya.

''Hai ... kenapa kalian diam saja ... kenapa kalian tidak memulai saja untuk menyantap makanannya!'' Dimoz menatap aku dan Andre secara bergantian, dia nampak heran melihat tingkah kami berdua yang sedikit canggung dan kaku.

Aku dan Andre jadi berpandangan, kami mencoba untuk mencairkan suasana dan ingin menunjukan bahwa tak pernah ada sesuatu di antara kami. Terutama Andre, dia adalah aktor yang jenius yang bisa menyembunyikan watak aslinya yang penuh dengan kepura-puraan seperti di panggung sandiwara. Dia itu sangat pandai memanipulasi keadaan.

''Hehehe ... kami menunggu kalian berdua, kami tidak ingin makan duluan tanpa kalian walaupun perutku sebenarnya sudah sangat lapar sekali, benar 'kan, Herio?'' ungkap Andre tenang dengan senyuman khas miliknya dan melirikku manja.

''Ehmmm ... iya ... betul!'' timpalku dengan sedikit gagap.

''So ... kalau begitu kita langsung aja makan sekarang!'' ungkap Andy.

''Oke!'' sahut kami semua seraya mulai mengambil makanan sesuai dengan selera kami masing-masing.

Kami terdiam saat menyantap makanan, kami fokus dan menikmati setiap masakan yang terhidang di meja hingga makanan-makanan itu habis dan hanya menyisahkan piring-piring kotornya.

Usai makan Dimoz dan Andy segera ke meja kasir, mereka berdua yang membayar semua tagihan makan siang kami di restoran ini.

Keluar dari restoran kami berempat segera beranjak ke tempat-tempat dimana terdapat binatang-binatang langka yang menjadi binatang koleksi dan dipamerkan di kebun binatang Ragunan ini.

Ada gajah, ular piton, harimau, singa, unta, buaya, dan aneka burung yang berbulu cantik dan indah, serta tak luput pula kami berkunjung di keluarga besar kera yang menjadi icon kebun binatang ini. Kami menjelajahi tempat binatang-binatang tersebut ditangkar, kami berjalan dari satu tempat ke tempat lainnya hingga kami merasa letih dan pegal. Karena kalau dihitung-hitung kami seperti berkelana sejauh 4 km atau bahkan mungkin lebih.

Menjelang sore kami berkunjung ke wahana taman bermain. Di sana ada sebuah danau yang menyewakan perahu-perahu bebek yang bisa kami gunakan untuk mengelilingi danau itu. Kami pun menyewa perahu tersebut, aku naik bersama Andy, sedangkan Andre bersama Dimoz. Lucu kalau diingat-ingat karena kami berempat seperti orang-orang yang sedang berpacaran sesama jenis tapi tak segan mengumbar kedekatan kami di tempat umum. Entahlah, kami semua seolah membuang rasa malu kami dan menganggap sebagai bagian rekreasi untuk melepas kepenatan semata.

Puas bermain-main di danau, akhirnya kami memutuskan untuk pulang. Di tengah perjalanan menuju pintu keluar, kami bertemu dengan segerombolan cowok-cowok keren. Beberapa dari mereka sepertinya tertarik dengan Andre dan ingin berkenalan dengannya. Dan Andre pun sangat antusias menanggapi mereka, Saat Andre dan cowok-cowok itu terlibat perbincangan, aku dan Andy memutuskan untuk berjalan lebih dulu sementara Dimoz memilih untuk menunggu Andre hingga perkenalan mereka selesai.

 Dan Andre pun sangat antusias menanggapi mereka, Saat Andre dan cowok-cowok itu terlibat perbincangan, aku dan Andy memutuskan untuk berjalan lebih dulu sementara Dimoz memilih untuk menunggu Andre hingga perkenalan mereka selesai

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.

''Jujur aku kurang suka dengan kepribadian Andre ...'' ujar Andy ketika aku dan dia berjalan dan mulai menjauhi mereka semua.

''Kenapa emangnya?'' tanggapku pura-pura tidak tahu.

''Emang selama ini kamu tidak memperhatikan dia?''

Aku menggeleng.

''Lihat saja ... dia tuh orangnya gampangan, sana-sini mau, sok oke, dan merasa dirinya paling ganteng,'' terang Andy menilai sikap Andre dengan nada yang kurang bersahabat.

''Iya, seeh ... mungkin itu sikap dan tabiat dia ... aku juga tidak terlalu mengenalnya.''

''Dan ada satu yang cukup membuatku terheran-heran, yaitu ... solidaritasnya terhadap teman sangat kurang!''

''Benarkah?''

''Iya ... emang kamu tidak memperhatikan juga?''

Aku menggeleng lagi.

''Dari kita berempat ... dari mulai kita bertemu dan jalan bareng, dia sama sekali tidak mengeluarkan uang sepeser pun ... Kamu sadar gak sih? Dia itu seperti benalu dan memanfaatkan situasi, aji mumpung!''

''Oh, iya ...'' Aku terpekur sejenak, ''benar juga, ya ...'' kataku.

''Aku akui emang Dimoz yang paling banyak mengeluarkan biaya, aku juga bantu membeli tiket masuk wahana dan makan siang, kamu meskipun sedikit kamu masih mau membayar biaya transport kita ... sedangkan Andre apa? Tidak ada 'kan?''

''Iya, sih ... kamu ada benarnya juga, Andy.''

''Aku jadi kasihan sama Dimoz, dia selalu dimanfaatkan sama Andre ...''

Aku jadi merenung, apa yang diucapkan sama Andy memang benar adanya. Selain pandai bersandiwara ternyata Andre memiliki sifat yang kurang baik untuk menjalin persahabatan, karena dia terlalu berpedoman pada prinsip aji mumpung dan tidak mau berkorban.

Tinta Putih Di Lembar HitamМесто, где живут истории. Откройте их для себя