Lembar 117 : Ciprofloxacin

1.3K 45 10
                                    

SEMINGGU kemudian.

Djono datang ke kost-anku, wajahnya nampak tirus dan badannya terlihat lebih kurus, jalannya agak-agak ngangkang seperti orang yang habis sunatan, dia juga sering meringai seolah menahan nyeri. Melihat kondisinya yang semacam itu aku jadi penasaran dan tanpa tedeng aling-aling aku langsung mengintrogasinya untuk mendapatkan kebenarannya apakah gerangan yang menyebakan dia jadi begitu.

''Ada apa, Djon ... sepertinya kamu sedang menahan rasa sakit ... apakah penyakitmu belum sembuh?'' ujarku memulai melontarkan pertanyaan.

''Belum, Her ... bahkan mungkin lebih parah dari sebelumnya,'' jawab Djono.

''Kok bisa begitu ... kamu sudah datang ke klinik lagi?''

''Udah, Her ... bahkan aku disuruh test laboratorium untuk memastikan penyakitku ini.''

''Oh, ya ... test apa saja yang kamu jalani, Djon?''

''Test sampel darah dan test urine ... ''

''Kamu sudah tahu hasil test-nya?''

''Udah ...''

''Apa hasilnya?''

Djono tak langsung menjawab, pandangannya merunduk ke arah lantai, bibirnya gemetar dan matanya berkaca-kaca.

''Urine-ku positif mengandung sel-sel darah putih atau lekosit ...'' Djono berkata dengan suara yang terdengar mendadak serak.

''Itu apa artinya, Djon?'' tanyaku meyelidik.

''Kata dokter ada infeksi pada saluran kencingku, Her ...'' jawab Djono dengan nada sendu, hampir dia menangis.

''Astaqfiruallah, terus?''

''Dokter sudah memberikan obat-obatan anti biotik dan sebagainya ... tapi obat-obatan itu sepertinya tidak ada reaksinya ... aku masih saja merasa perih saat buang air kecil ... bahkan biji-biji kontolku makin membengkak lebih besar, rasanya sakit sekali ... makanya aku agak susah buat bergerak dan berjalan ... '' Djono mulai menitikan air matanya,  tatapannya seperti orang yang sudah putus asa. Hampa dan penuh kesedihan.

''Aneh ... apakah dokter salah mendiagnosa penyakit kamu, ya?''

''Entahlah, Her ... tolonglah aku ... sebenarnya aku menderita penyakit apa?'' Djono nampak tersedu-sedu. Ada rasa piluh dalam raut wajahnya itu.

''Apakah kamu bicara jujur saat menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan oleh dokter, Djon?''

Djono kembali merunduk sebelum menjawab, dia menyeka air matanya dengan cepat.

''Iya, Her ... ada yang tidak ku jawab dengan jujur ...'' ujar Djono lesu.

''Hah ... apa yang kamu sembunyikan, Djon?''

''Dokter bertanya apakah setiap pagi di celana dalamku membekas cairan nanah atau bercak darah?''

''Terus, kamu jawab apa?''

''Tidak ... '' Djono menggeleng.

''...'' Aku mengernyit menatap skiptis ke arah Djono.

''Padahal sebenarnya di celana dalamku ada bekas bercak-bercak gitu ...'' lanjut Djono.

''Ya, ampun, Djono!'' Aku menepok jidat, ''kamu masih menyembunyikan informasi yang sebenarnya sangat penting bagi dokter untuk menganalisa jenis penyakitmu ...'' imbuhku sambil berdecak.

''Iya, Her ... aku malu ... karena sepertinya aku mendapatkan penyakit kelamin ... mungkin aku kena kencing nanah atau apalah itu ...'' Djono kembali tersedu-sedu.

''Hmmm ... ya, sudah nikmati aja!''

''Hah!'' Djono terperanjat.

''Ayolah, Her ... tolongin aku ... aku sudah mengeluarkan banyak duit buat berobat ... kamu tahu gak obat mujarab untuk penyakitku ini ...'' lanjutnya sambil menarik-narik tanganku.

Tinta Putih Di Lembar HitamМесто, где живут истории. Откройте их для себя