Lembar 121 : Patah Hati

1.3K 53 5
                                    


Langkahku semakin lelah berjalan menyusuri

Mondar mandir di keramaian kota

Hati yang bingung lamaran kerja ditolak

Enggak tahu kenapa kurang syaratnya

Sepenggal lirik lagu yang dinyanyikan oleh pengamen jalanan yang beraksi di sebuah warung pecel lele. Lagu itu mengingatkan aku pada sebuah sinetron yang pernah aku tonton saat masih kecil dulu, kalau tidak salah judulnya Gengsi Gede-Gedean. Sinetron itu menceritakan tentang seorang pemuda yang memiliki rasa gengsi yang tinggi di tengah kehidupan kota metropolitan seperti Jakarta.

Ah ... kota Jakarta memang menjanjikan begitu banyak impian. Kota inilah yang menyeretku datang dan bergelut dengan hiruk pikuknya kisah penghidupan di dalamnya. Tentu ... aku yang berasal dari kampung mempunyai misi yang sesungguhnya terlalu klise karena untuk mengadu nasib agar mendapatkan status sosial yang lebih layak dan lebih terpandang. Namun sejalan dengan perjuanganku hidup di ibu kota, ada sekelumit kisah yang menyertainya, baik cerita duka maupun cerita bahagia. Kisah-kisah itu terpatri dalam jiwa dan akan menjadi sejarah dalam biografi kehidupanku. Dan salah satu kisah yang mungkin tak akan pernah ku lupakan adalah kisah percintaanku. Karena percintaan ini bukan kisah cinta biasa, cinta yang hadir dari paradigma nasib yang sulit dipahami ... cinta sejenis, cintanya kaum pelangi.

Aku tidak mengerti, mengapa aku berada dalam kisah asmara yang seperti ini. Asmara nyeleneh yang sesungguhnya ingin aku buang jauh-jauh. Akan tetapi, aku tidak pernah bisa untuk melakukan hal semacam itu. Aku selalu terjebak dan tak bisa merombak perasaan janggal seperti rasaku terhadap Rangga, brondong tampan yang mampu mencuri perhatianku. Laki-laki muda yang tak pernah ku duga akan hadir dalam perjalananan hidupku.

__Rangga ... tak peduli kau siapa? Ketika rasa kasihku tertambat dihatimu, maka perasaanku tulus terhadapmu. Mencintaimu adalah bagian skenario Tuhan yang tak mampu aku ubah jalan ceritanya. Bersamamu adalah saat yang paling manis dalam memori kehidupan yang terlalu getir untuk dijalani. Dan kau sepenggal kisah yang memberi damai dalam sanubari yang penuh mimpi.

__Ah ... Rangga ... Rangga ... Rangga! Mengapa aku selalu memikirkannya, padahal aku ingin melupakan dia. Aku tidak ingin melanjutkan hubungan cinta begini bersama dia. Aku ingin hidup normal ... dan aku ingin bahagia.

Hmmm ... ada apa dengan diriku ini? Mengapa pikiran aku menjadi kacau seperti ini? Aku seperti orang gila yang lontang-lantung di jalanan tanpa ada tujuan yang jelas. Aku tidak boleh seperti ini! Aku harus kembali pada realita yang selalu berpikiran cerdas dan bertindak waras.

Oke ... aku memang masih berjalan tanpa arah dan kini berdiri terpaku di tepi jalan. Aku belum tahu mau kemana? Aku hanya terbengong menatap lalu lalang kendaraan bermotor yang berseliweran di jalanan. Hingga akhirnya perhatianku teralihkan ketika mataku ini menyaksikan seorang pria yang tiba-tiba menghentikan laju kendaraannya berada di tempat yang tidak jauh dari tempatku berdiri.

Pria itu menyangga motornya dan segera turun dari jok motornya itu. Lalu pria yang ku perkirakan berusia 40 tahunan itu berjalan mengendap di pepohonan yang tumbuh di tepi jalan. Tak lama kemudian pria berjaket warna hitam ini mengeluarkan suara seperti nyanyian kode memanggil sesosok makhluk. Dan sejurus berikutnya, dari semak-semak muncullah tiga anak kucing yang lucu-lucu. Kucing-kucing itu berlari mendekati kaki sang pria seakan meminta sesuatu. Lantas pria itu merunduk dan mengeluarkan sebuah bungkusan dari kantong plastik. Dan Pria itu memberikan makanan pada kucing-kucing itu berupa potongan daging ikan yang sudah digoreng. Ketiga kucing itu berebut makanan yang diberikan oleh sang pria, namun dengan bahasa yang santun, pria itu bisa menenangkan kucing-kucingnya hingga mereka tertib dan tidak berebutan kembali, seolah kucing-kucing itu mengerti bahwa pria itu akan membagikan jatah mereka dengan adil.

Setelah memberikan makanan pada kucing-kucing liar itu, sang pria kembali melanjutkan perjalananannya dengan menggunakan sepeda motornya lalu menghilang di tikungan jalan. Sungguh luar biasa perilaku dan kepedulian dia terhadap hewan-hewan liar seperti kucing-kucing yang tak bertuan itu. Apa yang dia lakukan patut dijadikan contoh. Di tengah kesibukannya, dia masih sempat berbuat baik dan menebar kasih dengan menyisihkan sebagian rejekinya untuk berbagi dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain.

Benar-benar,apa yang dilakukannya itu seolah menyentil diriku yang notabene masih terlalu egois dalam berbuat kebajikan. Pria itu seolah menunjukan pada diriku, bahwa kita masih bisa berbahagia jika kita mau berbagi. Tak peduli kepada siapa kita berbagi yang penting ikhlas dan tanpa mengharap pamrih. Semoga aku bisa mengikuti jejak pria itu dan mulai peduli dengan lingkungan di sekitarku. Karena pada hakekatnya cinta itu tak harus diberikan kepada sesama manusia saja tetapi juga kepada semua makhluk ciptaan-Nya yang lainnya seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan.

__Dan dari peristiwa ini aku bisa menyimpulkan bahwa cinta sejati tidak memerlukan balasan, karena cinta itu memberi sesuatu dengan penuh rasa ketulusan dan keikhlasan.

Tinta Putih Di Lembar HitamOù les histoires vivent. Découvrez maintenant