Lembar Ke-86 : Seruput

1.9K 65 2
                                    

Memandang tubuh telanjang Rangga, mataku jadi liar seperti seekor kucing yang sedang melihat seonggok daging ikan. Nafasku jadi sedikit kembang kempis kala menatap postur tubuh polos Rangga, kulitnya putih bersih dan mulus, meskipun tidak muscle tapi ototnya berisi gempal dan sedap dipandang mata. Hidungku mengendus, mencium aroma kejantanan yang memancar dari tubuh Rangga, benar-benar menggoda dan membuat nafsuku bertambah ganas hingga memuncak di ubun-ubun. Apalagi Rangga membentangkan tubuhnya dengan santai seolah pasrah terhadap apa yang akan aku lakukan terhadapnya.

''Apa kamu sudah siap, Rangga?'' kataku.

''Ya ... Rangga sudah siap, Mas ...'' sahut Rangga pelan dengan suara yang berat.

''Kamu bilang saja bila nanti ada sesuatu yang membuatmu tidak nyaman, ya!''

''Oke, Mas ...'' Nafas Rangga terdengar agak tersendat.

''Bila kamu tidak menyukai permainanku, kamu boleh menghentikannya!''

''Iya, Mas ... Rangga mengerti.''

Aku tidak bersuara lagi, aku merundukkan tubuhku dan mendekati wajah Rangga yang nampak gugup meskipun dia mencoba untuk rileks. Aku mengusap pipi Rangga, kemudian mengecupnya pelan-pelan.

''Jadilah anak yang manis ...'' bisikku di kuping brondong tampan ini, Rangga hanya tersenyum simpul.

Aku memulai menyulurkan lidahku dan menjilati lubang telinganya, Rangga langsung tersentak dan memejamkan matanya, aku terus memutar-mutar lidahku di setiap lekuk telinganya hingga lelaki muda ini menggelinjang dan menggigit pelan bibirnya sendiri. Sesekali Rangga mengeluarkan suara desahan yang cukup menggairahkan dan membuatku bertambah semangat membuat gerakan sensual di bagian tubuh Rangga yang lainnya. Puas menjilati lubang telinganya, aku melanjutkan dengan menjilati leher jenjang Rangga hingga remaja berdarah Sunda-Jawa ini mengerang dan menggeliat-geliatkan tubuhnya.

''Ough ... ahhh ....'' celotehnya melengkuh.

''Kenapa, Rangga?'' tanyaku.

''Tidak apa-apa, Mas ... lanjutkan saja!'' jawab Rangga.

Aku tersenyum, karena Rangga sudah mulai menikmati permainanku. Setelah menjelajahi leher jenjang Rangga dan membuat usapan manja di area itu bahkan aku berhasil meninggalkan tanda merah meskipun samar-samar. Aksiku berlanjut dengan mengangkat kedua tangan Rangga ke atas, aku buka lebar-lebar ketiak Rangga yang masih polos dan belum banyak rambut yang tumbuh di sana. Dengan lidahku yang sedikit basah aku menyapu permukaan kulit ketiak Rangga hingga bocah ini kembali menggelinjang tak karuan, sekujur tubuhnya bergetar dan menggeliat bagai cacing kepanasan.

''Ackhhh ... ahhh ....'' rancau Rangga tak beraturan.

''Kenapa, Rangga?'' tanyaku lagi.

''Geli, Mas ...'' jawab pemuda ini.

''Geli atau enak? Hehehe ...'' timpalku menggoda dan si Brondong bau kencur ini pun meringis manjah.

''Hehehe ...'' Suara Rangga terdengar kembang kempis.

Untuk beberapa lamanya aku memang bermain-main di wilayah ketiak Rangga, aku sengaja mengeksekusi salah satu bagian sensitif tubuh Rangga ini agar Rangga makin terbiasa dan enjoy dengan usapan dan jilatan lidahku yang membuatnya merinding dan bergidik berkali-kali.

Dari ketiak, aku turun ke dadanya, perlahan aku usap-usap dada mulus Rangga dengan telapak tanganku, sesekali aku pelintir puting susunya yang berwarna kecoklatan ini hingga nampak meruncing. Lalu, dengan penuh gairah aku menjilatinya dengan lidah becekku ini, dan saat lidah ini menyentuh puting dan mengenyotnya perlahan, lagi-lagi badan Rangga menggelinjang dan mengeluarkan suara desahan yang cukup kencang.

''Ough ... aah ... ahh ... sssssshhh ...'' Rangga mendesis seperti seekor ular yang sedang birahi.

''Kenapa, Rangga?'' tanyaku heran.

''Enak, Mas ...'' jawab Rangga dengan suara yang tertahan.

Mendengar jawaban Rangga, aku jadi tersenyum, kemudian aku kembali melanjutkan gerakan nakalku dengan mengulum dan menyeruput puting Rangga yang kenyal dan pulen.

Hmmm ... sangat yummy, aku belum pernah merasakan tubuh laki-laki sesegar dan senikmat tubuh Rangga. Tubuh Rangga ini, seperti buah duren; legit, manis dan aromanya menggoda. Aaahhh ... luar biasa ... membuat libidoku naik beratus-ratus persen.

Lidah dan tanganku ini terus bergerilya melumuri dada sekal Rangga, kemudian turun ke perutnya dan berlanjut di udelnya. Setelah puas berputar-putar di area bekas tali pusarnya, aku turun ke area pubisnya yang masih sedikit sekali ladang rumput ilalangnya dan sangat halus bulu-bulunya. Tak lama kemudian, aku pun menjamah bagian paling intim milik Rangga. Yups ... tiba saatnya aku meraih dedek gemes Rangga, dan mulai memainkan perkakas pribadanya ini, ibarat makanan kontol Rangga itu seperti hidangan utamanya, jadi aku harus menikmatinya dengan segenap jiwa dan ragaku, aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini dan harus bisa membuat Rangga merasakan sensasi kenikmatan yang mungkin akan membuatnya terkesan dan akan menjadikan dia terseret ke zona kecanduan hingga dia merasa ketagihan.

Tinta Putih Di Lembar HitamWhere stories live. Discover now