Lembar Ke-28 : Makan Siang

2.3K 86 1
                                    

''Herio ... Ngobrolin apa dengan Dirno, kok kelihatannya seru banget?'' tanya Aa' Iyan, saat aku tiba di ruang makan. Nada suaranya terdengar seperti polisi mengintrogasi seorang tersangka.

''Aa' memperhatikan aku dan Mas Dirno?''

''Tentu saja!''

"Aa' ingin tahu apa yang kami obrolin?''

''Jika kamu tidak keberatan ....''

''Aku dan Mas Dirno ... Ngobrolin hal gila yang dilakukan Mas Dirno di ranjang bersama Tante Mona!'' jawabku.

''Oh ya ...'' Kelopak mata Aa' menyipit.

''Yups!''

''Dia tidak membicarakan hal-hal jelek tentang Aa', 'kan?''

''Tidak ...'' Aku menatap mata Aa' dengan serius, ''tapi ...'' imbuhku ragu-ragu.

''Tapi apa?'' timpal Aa' Iyan penasaran.

''Mas Dirno bilang kalau Aa' punya banyak teman cowok yang masih brondong ....''

''Hahaha ....'' Aa' Iyan tertawa ngakak.

''Kenapa Aa' tertawa? Apakah yang dikatakan Mas Dirno itu benar?''

''Dia tidak salah ....''

''Berarti benar!"

Aku dan Aa' Iyan jadi saling berpandangan.

''Herio ... apa yang kamu pikirkan?''

''Banyak ....''

''Apa saja?''

''Apakah cowok-cowok itu hanya sekedar teman Aa', saja? Apakah mereka normal? Apa saja yang sudah dilakukan Aa' dengan mereka? Apa Aa' menyukai salah satu dari mereka?''

''Herio ... sepertinya kamu sedang cemburu?''

''Cemburu itu buat orang yang tidak percaya diri!''

''Lalu ...''

''Ya ... aku masih punya rasa percaya diri.''

''Hehehe ....'' Aa' Iyan tersenyum.

''Aku tidak tahu ... aku hanya merasa bahwa aku tiba-tiba asing terhadap Aa' ... banyak hal yang tidak aku ketahui tentang Aa' ....''

''Hai ... kamu tidak percaya sama Aa'?''

''Aku masih ragu ....''

Aku dan Aa' Iyan terdiam, tak ada percakapan lagi, hingga semua orang di rumah ini berkumpul di ruang makan. Mereka sudah duduk di kursinya masing-masing mengelilingi meja makan yang sudah penuh dengan hidangan yang dimasak Mbok Darmi. Aku duduk di samping Aa' Iyan, disebelahku ada Mas Dirno dan Pak Marzuki (Tukang Kebon). Tepat di kursi yang berhadapan dengan aku, ada Tante Mona yang nampak anggun dengan baju yang berkerah rendah sehingga menampakan belahan dadanya yang menonjol, sungguh kesan seksi masih dia perlihatkan meski di usianya yang sudah memasuki parobaya. Di sebelah Tante Mona ada si Lisa, anak perempuannya yang memiliki gaya rambut seperti karakter kartun Dora the explorer.

''Oh ya ... silahkan dimulai saja jamuan makan siangnya!'' ujar Tante Mona dengan suara yang lembut memberi komando kepada kami semua, "tak perlu malu-malu ... anggap saja di rumah sendiri,'' tambahnya.

Lalu kami semua langsung bergerak mengambil makanan sesuai dengan selera kami masing-masing.

''Makan yang banyak, Dek ... biar gemuk!'' celetuk Tante Mona sambil berdiri dan mengambil satu tusuk sate kemudian meletakannya di atas piringku.

''Ya Tante, terima kasih ...'' timpalku dengan gemetar karena mataku jadi salah fokus ketika tonjolan dada Tante Mona terpampang jelas di indera penglihatanku. Masih terlihat segar dan padat.

 Masih terlihat segar dan padat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

''Hayo ... yang lain juga tambah lagi sate dan nasinya!'' kata Tante Mona tak henti-hentinya menebar pesona dengan keramahan dan kebaikan hatinya.

''Mama ... Lisa mau sate lagi, Ma ....'' ujar Lisa mau nambah.

''Iya, Sayang ... kamu mau berapa tusuk lagi?''

''Dua aja, Mama ....''

Tante Mona langsung mengambil dua tusuk sate dan memberikannya kepada si buah hatinya itu.

Jamuan makan siang di keluarga ini memang sungguh berbeda dan terasa spesial, karena Tante Mona selaku tuan rumah tanpa segan melayani para tamunya. Tak ada perbedaan di matanya, semuanya dianggap sama tanpa pengecualian. Dia merupakan wanita yang hebat, kehangatannya dalam bersikap membuat nyaman bagi siapa pun juga, termasuk aku. Padahal dari segi strata ekonomi dia termasuk orang yang tajir dan kaya raya. Tapi dia tidak menunjukan sedikit pun rasa kesombongannya. Walau rada genit, tapi Tante Mona tetap menujukan pribadi yang elegan dan terhormat.

Usai makan kami berkumpul dan mengobrol di ruang keluarga. Aa' Iyan, Mas Dirno, dan Tante Mona menghisap beberapa batang rokok sambil ditemani se-pitcher es jeruk peras yang dibuatkan oleh Mbok Darmi. Sementara aku lebih memilih ngobrol bersama Pak Marzuki, karena Pak Marzuki lebih memahami sifatku yang pendiam, dan yang menambah keklopan kami, lantaran kami sama-sama tidak merokok. Jadi, di ruangan ini seolah kami terpisah menjadi dua kelompok. Kelompok smoking dan non smoking.

Tinta Putih Di Lembar HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang