Lembar Ke-38 : Keputusanku

1.8K 76 5
                                    


Selesai makan siang, kami semua meninggalkan area restoran cepat saji tersebut. Aa' iyan mencari sebuah bajaj untuk membawa keluarganya ke Stasiun Tanah Abang, karena Aa' berserta istri dan anak-anaknya akan langsung pulang. Setelah mendapatkan bajaj yang bisa disewa, Aa menyuruh istrinya untuk mengajak Vikri, Ari, dan Nadine untuk segera masuk ke dalam bajaj itu. Sebelum bajaj berjalan Aa' menyempatkan diri untuk menemuiku yang berdiri agak jauh dari posisi bajaj yang terparkir.

''Herio ... maaf, bukan maksud Aa' untuk membatasi ruang gerakmu ... Aa' hanya ingin kamu menjadi lebih baik, kamu tidak mungkin selamanya begini ... Aa' terlalu sayang sama kamu ... makanya Aa' ingin kamu berubah dan perlahan meninggalkan dunia pelangi. Jika kamu masih menganggap Aa' sebagai pacar kamu, Aa' mohon ... dengarkan perkataan Aa'... pulanglah ke kost-an kamu dan jangan mengikuti teman-temanmu!" ujar Aa' dengan nada penuh pengharapan. Wajahnya nampak serius.

Aku hanya terdiam, menyimak kata demi kata yang keluar dari bibir tebal Aa' Iyan, setiap katanya seperti mengandung magis yang dapat menyihirku, sehingga aku tidak dapat berpikir banyak dan hanya mengikuti harapannya.

''Tapi, Aa' juga tidak bisa memaksamu ... kamu punya hak untuk menentukan sikapmu ... semua terserah pada dirimu sendiri, Rio ...'' lanjut Aa' sambil memegang bahuku dan mengusap-usapnya perlahan.

Aku masih tak bergeming, mulutku terasa terkunci untuk bersuara. Aku hanya bisa menggerak-gerakan mataku ke segala arah, karena menahan pelu yang seolah menggenang di kelopak mataku. Aku mencoba bersikap tegar dan tidak akan menangis lagi.

''Papa ... ayo, Pa ... buruan!'' seru Kak Winarti yang kepalanya keluar dari tirai jendela bajaj. Suara Kak Winarti cukup melengking seperti suara terompet.

''Iya ... sebentar!'' sahut Aa' Iyan menenangkan istrinya yang sudah tidak sabar.

''Herio ... Jaga diri baik-baik ... Aa' akan menelponmu saat Aa' tiba di rumah nanti. Aa' berharap saat Aa' menelpon nanti kamu sudah berada di kost ...'' ucap Aa' terakhir kali kepadaku, matanya terlihat tajam tapi meneduhkan.

Aku mengangguk menanggapi ucapan Aa'. Lalu dengan langkah yang seolah berat Aa' Iyan membalikan tubuh tegapnya dan berjalan meninggalkan aku yang masih berdiri terpaku di trotoar. Aa' Iyan segera masuk ke dalam bajaj yang sudah mulai di-starter.

''Om Herio ... dadahhh!'' seru Vikri, Ari, dan Nadine bersamaan sambil menggerak-gerakan telapak tangan mereka yang melambai-lambai, senyum mereka nampak tulus dan wajah polos mereka terlihat lebih fresh dan lebih bergairah.

''Dahhh ... kalian semua hati-hati!'' seruku membalas, aku teriak sekencang-kencangnya agar mereka bisa mendengarkan suara serakku. Terdengar aneh, tapi aku merasa plong.

Mataku terus memperhatikan laju kendaraan beroda tiga itu, hingga bayangan birunya lenyap dari indra visualku.

Setelah mengiringi keberangkatan keluarga Aa' Iyan, aku kembali ingat dengan teman-teman kenalanku. Adi, Ronal, Bram, dan Vero ... mereka sudah menungguku di sebuah halte bus kota. Tanpa berpikir panjang aku segera bergerak cepat dan menghampiri mereka berempat.

''Herio ...'' ujar Adi girang melihat aku berada di hadapannya, ''gimenong ... Lo mau ikut dengan kita-kita, 'kan?'' sambungnya dengan ekspresi muka yang sangat gembira ria.

''Gitu dong, cyiin ... Lo emang harus gabung dengan kita semua!'' timpal Ronal tak kalah girang dengan gaya centilnya yang iconik.

''Yups betul, Herio ... gara-gara status lo di FB ... kita jadi saling mengenal ... jadi, menurut gue ... Lo kudu ikutan, karena acaranya bakal lebih seru kalau ada lo ...'' ungkap Bram menambahkan.

''Aku baru bertemu dengan kamu ... dan aku lihat kamu orangnya cukup asik, tidak sombong, dan sangat baik ... jadi aku juga berharap kamu ikut bergabung, Sob!'' ujar Vero turut mengomentari.

Aku jadi tersenyum mendengar curahan-curahan hati mereka tentang aku, rasanya cukup mengharukan juga. Satu persatu aku tatap dan perhatikan wajah mereka sebelum aku membuka mulutku untuk memberitahukan kepada mereka tentang keputusan akhirku.

''Adi, kamu si mata bening ... Ronal, kamu si jangkung yang centil ... Bram, kamu keren dan Vero, kau yang super cool ... Aku senang bisa kenal dan bertemu dengan kalian semua ... aku ucapkan terima kasih banyak karena kalian semua baik dan mengasikan, tapi maafkan aku ya ... aku tidak bisa ikut kalian main ke rumah Adi ....''

''Hah! ... kenapa?'' ujar mereka berempat serempak dan sangat kompak menunjukan wajah kecewa mereka.

''Tadinya aku mau ikut dengan kalian tapi aku ada urusan mendadak yang cukup urgent dan tidak bisa ditunda ...'' Aku terpaksa berbohong pada mereka.

''Yahhhh ...'' Semua tertunduk lesu terutama Adi.

''Sekali lagi ... aku meminta maaf pada kalian!'' Aku sedikit membungkukkan tubuhku. Aku kembali menatap wajah mereka satu persatu, masih ada garis-garis kekecewaan di air mukanya. Aku memberikan satu senyuman terbaikku sambil perlahan mundur menjauhi mereka. Lalu setelah jaraknya agak jauh aku membalikkan tubuhku dan segera bergerak dengan langkah yang panjang. Aku berjalan menuju halte transjakarta, Gambir 2. Aku akan pulang ke kamar kost-ku. Good bye my friends!

Tinta Putih Di Lembar HitamWhere stories live. Discover now