Lembar Ke-64 : Ice Cream

1.5K 61 4
                                    

Dimoz dan aku tak lagi mengobrol ketika Andy hadir kembali di antara kami, laki-laki tampan keturunan Tionghoa itu membawa dua buah ice cream di tangannya.

''Herio ... ini buat kamu!'' Andy menyerahkan satu buah ice cream-nya kepadaku.

''Waw ... thank you, Andy'' sahutku menerima ice cream tersebut dengan riang gembira.

''Mmmm ... sorry Dimoz, aku cuma membeli dua buah saja, aku tidak tahu kalau kamu sudah keluar,'' kata Andy dengan penuh rasa sedih karena tidak bisa memberikan ice cream-nya kepada Dimoz.

''Ah ... tidak apa-apa santai aja, Koko!'' tanggap Dimoz dengan senyuman.

''Dimoz ... kalau kamu mau, aku akan membagi ice cream-nya kepadamu,'' tawarku.

''Tidak! Jangan, Herio ... Ice cream Andy khusus buat kamu!'' tukas Dimoz.

''Baiklah ... ini aku kasih juga ice cream-ku buat kamu, Moz, biar aku nanti beli lagi ...'' tawar Andy.

''Ah ... Koko tidak usah, kebetulan aku tidak begitu suka ice cream.'' Dimoz mengelak.

''Hmmm ... begitu, ya!'' Andy memasang wajah sedikit kecewa.

''Ya ... Koko!''

Aku dan Andy membuka ice cream-nya dan segera menjilatinya, sementara Dimoz mengalihkan perhatiannya ke lalu-lalang orang yang sedang berjalan. Sedang asik-asiknya aku dan Andy menikmati minuman padat dingin ini, mendadak Andre muncul dari balik lalu-lalang orang dan melenggang dengan santai menghampiri kami bertiga.

''Wah ... pada makan ice cream ... kayaknya enak banget tuh ... bagi dunk ... aku mau juga ice cream-nya!'' celoteh Andre ringan tanpa beban.

''Andre, kamu suka Ice cream juga?'' tanya Dimoz langsung menanggapi.

''Oh ... suka banget ... apalagi ice cream coklat dengan sedikit lelehan vanila ... uuncchhh ... yummy!'' jawab Andre sambil memainkan lidahnya dengan gaya mesum.

''Kalau begitu tunggu sebentar, ya ... aku akan membelikan satu buat kamu!'' Dimoz berjingkat dari tempat duduknya dan bergegas berlari menuju ke tempat tukang ice cream yang jaraknya lumayan jauh dari tempat kami ngumpul.

''Ah, kalian payah ... makan ice cream tidak mau bagi-bagi ...'' sindir Andre dengan tatapan yang sinis ke arah aku dan Andy.

''Andre ... kamu baru datang ... kami tidak tahu apakah kamu masih lama di dalam atau tidak ... lagipula kami cuma iseng doang, kok sambil nungguin kamu di sini ...'' balasku.

''Ya, Ndre ... kalau kamu mau, aku akan berikan ice cream-ku kepadamu ...''

''No, No, No ... aku tidak suka ice cream yang masih uncut!''

''Hei ... apa maksudmu, Ndre?!'' timpalku sedikit geram.

''Lho, bukankah aku ngomong yang benar kalau kebanyakan orang China itu masih uncut ya, 'kan, Dy?''

''Omongan kamu terlalu ngelantur, Andre ...'' Andy jadi terbelalak tersulut emosinya juga.

''Hahaha .... sorry ya, Dy ... i am just kidding,'' Andre cengengesan.

Andy hanya terdiam dan memandang Andre dengan tatapan yang sinis, aku mendekati Andy dan berusaha menenangkan dia.

Beberapa saat kemudian.

''Andre ... ini Ice cream-nya!'' seru Dimoz dari kejauhan, lalu dengan langkah tergopoh-gopoh dia membawakan ice cream itu ke tangan Andre.

''Thank you, beib ... You are the best." Andre tersenyum dan memuji-muji Dimoz, dan si Dimoz hanya manggut-manggut polos seperti bocah yang kelewat naif. Lalu lelaki asal Jawa tengah itu mengupaskan plastik pembungkus ice cream-nya dan menyuapi isinya ke mulut Andre. Mereka nampak seperti pasangan gay yang konyol. Mungkin mereka ingin memperlihatkan tingkah yang romantis, tapi bagiku itu malah terlihat miris. Aku dan Andy jadi saling berpandangan dan bersama-sama mengangkat bahu kami. Kemudian Aku dan Andy agak menjauhi mereka berdua dan menghabiskan Ice cream-nya dengan segera.

Tinta Putih Di Lembar HitamWhere stories live. Discover now